Kenaikan BPJS Sebagai Wujud Solidaritas Rakyat Kepada Negara?

Fahmi nabil
Mengemban pendidikan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya. Sukanya mengetik, bukan menulis.
Konten dari Pengguna
21 Mei 2020 16:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fahmi nabil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Petugas BPJS Sedang Melayani Pelanggan di Kantor BPJS
Ditengah pandemi Covid-19 ini pemerintah memutuskan untuk menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau selanjutnya disebut BPJS kesehatan. Kenaikan iuran tersebut tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana beleid yang dikeluarkan pemerintah tersebut, kenaikan iuran BPJS akan berlaku tertanggal 1 Juli 2020.
Namun sebenarnya pada awal tahun 2020 Mahkamah Agung sudah memutuskan untuk membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang kenaikan iuran BPJS. Akan tetapi saat ini pemerintah lagi-lagi mengeluarkan Perpres untuk kenaikan iuran BPJS.
Kenaikan iuaran tersebut dialami disetiap kelas. Disebutkan dalam pasal 34 Perpres tersebut bahwa iuran peserta JKN-KIS naik menjadi Rp.150.000 bagi peserta kelas I, Rp.100.000 bagi peserta kelas II, dan Rp. 42.000 bagi peserta kelas III. Kenaikan tersebut hampir mencapai 100%.
Tiada lain dan tiada bukan tujuan pemerintah menaikan iuran BPJS tersebut adalah untuk mengatasi permasalahan defisit yang dialami BPJS. Terhitung sejak dibentuknya BPJS, catatan laporan keuangan selalu menunjukan defisit setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi akar permasalahan bukan pada seberapa besar iuran yang dikeluarkan, melainkan terletak pada manejamen/tata kelola yang buruk. Seperti halnya permasalahan fraud sehingga terjadinya kebocoran anggaran dan sistem pengawasan dari Tim Pencegahan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) yang buruk.
Terlebih lagi masih ada berbagai persoalan lainnya seperti masalah perumusan kebijakan dan sinkornisasi penyelenggaraan. Hal tersebut disebutkan Mahkamah Agung sebagai legal structure, legal subtance, dan legal culture. Sehingga dapat terlihat jelas bahwa meningkatkan iuran peserta BPJS bukanlah menjadi solusi utama. Kenaikan iuran tanpa adanya perbaikan tata kelola BPJS terlebih dahulu tidak akan menyelesaikan permasalahan defisit.
Sebelumnya perlu diingat, ada beberapa hal dibalik kondisi keungan BPJS Kesehatan yang selalu defisit. Hal pertama, sebagaimana tertuang dalam amanat konstitusi Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab penuh negara. Pemerintah perlu menjamin keberlangsungan jaminan kesehatan nasional dan bertanggung jawab terhadap kondisi keuangan BPJS kesehatan.
Maka dari itu hal kedua yang perlu diingat bahwa BPJS memang didesain untuk tidak berorientasi profit. Hal ini kerena BPJS sebagai bentuk representatif amanat konstitusi dan merupakan perusahaan badan hukum yang berprinsip menjalankan nirlaba. Yang berarti BPJS mengembangkan dana hasil iuran peserta untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya dan dipergunakan untuk kepentingan peserta. Oleh karena itu, BPJS selalu mengalami yang namanya defisit.
Lantas perlukah rakyat menerima kenaikan iuran BPJS sebagaimana yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dan membayarnya sebagai wujud solidaritas pada Negara? Mengingat kodisi penerimaan negara yang sedang menurun sehingga kesulitan untuk menambal defisit BPJS.
ADVERTISEMENT
Dalam permasalahan tersebut, pemerintah terkesan lupa bahwa merekalah yang seharusnya memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Masyarakatlah yang seharusnya sebagai penerima manfaat dari jaminan kesehatan, bukan malah berkorban untuk masalah yang menjadi tanggung jawab negara.
Kenaikan iuran BPJS seharusnya tidaklah dilakukan pemerintah, karena dapat semakin menjauh dari capaian pada tujuan jaminan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 40 tahun 2004.
Terlebih lagi dalam kondisi pandemi Covid-19, kenaikan iuran BPJS tersebut dapat semakin memberatkan masyarakat. Hal ini menjadi beban baru masyarakat selain beban yang mereka alami akibat pandemi Covid-19. Mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang semakin buruk akibat mengalami penurunan pendapatan, terdampak PHK, tidak berjalannya usaha, dan lain sebagainnya yang akan berdampak besar kedepannya. Bahkan kenaikan iuran tersebut juga tidak sejalan dengan Jaring Pengamanan Sosial yang dilakukan pemerintah bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 ini.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, rakyat mengharapkan pemerintah untuk taat pada putusan Mahkamah Agung sebagaimana dibatalkannya kenaikan iuran BPJS. Lakukanlah perbaikan pada tata kelola BPJS seperti dilakukannya program Universal Health Coverage dengan berkomitmen untuk memastikan masyarakat memiliki akses dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tanpa harus mengahadapi kesulitan finansial. Dan memperbaiki standar baku pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan yang berpengaruh pada hajat hidup rakyat.