Konten dari Pengguna

Omnibus Law, Trickle Down Effect, dan Kesejahteraan

Fahmi nabil
Mengemban pendidikan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya. Sukanya mengetik, bukan menulis.
9 Januari 2021 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fahmi nabil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Omnibus Law (Foto:PMN/Dok Net)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Omnibus Law (Foto:PMN/Dok Net)
ADVERTISEMENT
Omnibus Law dikenalkan Bryan A. Garner dalam buku Black's Law Dictionary, undang-undang ini berfungsi yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda atau materi muatan yang sama. Undang-undang ini lah yang akan menjadi babakan baru pengaturan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Ide dibuatnya Omnibus Law telah banyak diutarakan oleh pemerintah, salah satunya adalah untuk perbaikan pembangunan ekonomi. Dengan terbitnya undang-undang ini akan "mengeliminasi" puluhan UU yang sebelumnya eksis dalam menjalankan fungsi pengaturan, dimana aturan tersebut dinilai banyak berbenturan sehingga perlu adanya penyederhanaan.
Dengan adanya Omnibus Law ini pemerintah berharap dapat menyelesaikan permasalahan aturan yang begitu banyak dan tumpang tindih, karena pada akhirnya berdampak pada terhambatnya implementasi program pembangunan ekonomi dan memburuknya iklim investasi di Indonesia.
Berbicara mengenai investasi, Harrod dan Domar mungkinlah ahlinya. Mereka memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi, yaitu pertama ia mencipatakan pendapatan dan kedua ia memperbesar kapasitas produksi.
ADVERTISEMENT
Yang pada kesimpulannya, demi mencapai steady-state growth, maka diperlukan situasi dan kondisi di mana para pelaku usaha memiliki harapan dan perspektif yang stabil, serta membawa pengaruh baik bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Sebagaimana tujuan digagasnya Omnibus Law ini, kepentingan investasi memeng menjadi konteks yang diproritaskan pemerintah. Secara teori, investasi memang berpengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi. Namun bukan berarti ekonomi yang baik adalah ekonomi yang selalu tumbuh, melainkan ekonomi yang mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat.
Dengan adanya Omnibus Law seolah pemerintah menjalankan kebijakan ekonomi neo-liberal, yang didasari pada asumsi bahwa kesejahteraan masyarakat luas dapat tercapai seiring dari perekonomian yang tumbuh. Investasi besar akan memberikan kesempatan besar pula pada peluang daya serap tenaga kerja. Ini lah yang disebut sebagai trickle down effect dalam logika pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Namun pemerintah seolah abai, nyatanya pembangunan ekonomipun dapat menuai masalah. Pembangunan ekonomi yang cenderung hanya terpusat pada pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhatikan apakah pertumbuhan ekonomi tersebut dapat terdistribusi secara merata, justru malah menimbulkan permasalahan baru bagi pembangunan ekonomi tersebut.
Teori trickle down effect nyatanya sampai saat ini belum dapat terasakan, teori yang dianggap dapat menurunkan disparitas pendapatan antar kelas atas dan bawah ini justru bertolak belakang. Teori yang berlaku bukanlah trickle down effect melainkan trickle up effect, yang mana kelas bawah banyak berkontribusi untuk kesejahteraaan kelas atas. Kegiatan ekonomi dalam skala besar nyatanya tidak memberikan keuntungan bagi kegiatan perekonomian yang lebih kecil.
Inilah kekhawatiran bagi ouput yang dihasilkan oleh produk hukum yang abai pada hal fundamen. Dimana yang asalnya berketujuan baik, namun malah menjadi menimbulkan masalah. Pembangunan ekonomi perlu dipandang secara holistik dan berfokus pada kesejahteraan bersama, bukan hanya segelintir orang.
ADVERTISEMENT
Karena pada dasarnya pertumbuhan ekonomi bukan hanya tentang bagaimana cara menumbuhkannya, melainkan perlu tau siapa yang akan menumbuhkannya dan siapa yang menerima manfaatnya. Jika hanya untuk segelintir orang didalamnya, sudah pasti manfaatnya pun akan dinikmati oleh mereka saja. Sehingga kata "utopis" lah yang cocok untuk kesejahteraan bersama.
Oleh : Fahmi Nabil Ramadhani
Staff Deptartemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UB