Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Membangun Investasi Berprinsip Anti-Korupsi
28 Agustus 2020 10:50 WIB
Tulisan dari Fahmi Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta – Gejolak penolakan terhadap RUU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law Cipta Kerja kembali menguat pasca DPR memutuskan untuk tetap melakukan Pembahasan bahkan disaat Reses dan diperkirakan akan disahkan pada akhir bulan September mendatang.
ADVERTISEMENT
Alasan tersebut didasari kondisi Pandemi saat ini yang membuat pertumbuhan ekonomi menurun drastis, sehingga pemerintah memerlukan instrumen untuk menggenjot perekonomian dengan mempermudah masuknya investasi di mana hal tersebut dianggap akan terwujud apabila RUU Cipta Kerja segera mendapat Pengesahan, padahal masih banyak perdebatan mengenai substansi RUU Cipta Kerja yang disebut-sebut lebih berpihak pada kepentingan oligarki/pengusaha dan mengorbankan masyarakat umum. Lantas, apakah politik hukum negara dalam membangun investasi melalui RUU Cipta Kerja sudah tepat? Ataukah ada cara lain yang lebih elegan dan lebih berpihak pada masyarakat umum bukan hanya golongan tertentu?
#IndonesiaButuhKerja vs #TolakOmnibusLaw
Sebagai negara demokrasi yang dijamin dalam Konstitusi, adalah hal yang jika setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh negara mendapatkan dukungan dan penolakan termasuk dalam RUU Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari kebelakang dunia maya dihebohkan dengan tagar kampanye #IndonesiaButuhKerja yang digaungkan oleh para artis atau influencer sebagai bentuk dukungan terhadap RUU Cipta Kerja sebagai jawaban atas permasalahan ketenagakerjaan.
Warganet menyayangkan dan menanyakan rasa empati artis atau influencer tersebut, karena telah menciderai perasaan para tenaga kerja serta masyarakat secara luas. Apabila RUU Cipta Kerja efektif berlaku nantinya, beberapa substansi di Klaster Ketenagakerjaan dianggap merugikan dan menghilangkan hak-hak buruh, disisi lain artis atau influencer tidak terdampak langsung RUU Cipta Kerja.
Mengingat pengikut Artis atau influencer tidak sedikit tentunya suara mereka akan didengar, harusnya terlebih dahulu mereka sudah mempelajari dan tahu apa yang akan mereka sampaikan. Sehingga lebih bijak untuk memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat. Perlu disampaikan pula dampak negatif apabila RUU Cipta Kerja berlaku, tidak hanya dari 1 Klaster saja, sebab masih ada 10 Klaster lain yang masing-masing memiliki masalahnya tersendiri.
ADVERTISEMENT
Lantas siapa pihak dibalik tagar #IndonesiaButuhKerja? Kemenko Perekonomian dan Kantor Staf Presiden telah membantah bahwa Pemerintah tidak pernah memerintahkan atau mengajak mereka kerjasama mengkampanyekan untuk mendukung RUU Cipta Kerja, para public figure bergerak atas inisiatif sendiri.
Merespon polemik tersebut beberapa public figure yang menyuarakan tagar #IndonesiaButuh Kerja akhirnya memberikan klarifikasi dan permintaan maaf, kebanyakan dari mereka beralasan tidak mengetahui bahwa apa yang mereka kampanyekan adalah upaya mendukung produk hukum tertentu karena belum melakukan riset mendalam sebelumnya.
Korupsi Menghambat Investasi
Permasalahan korupsi sudah menjadi lagu lama di Indonesia. Dampak dari korupsi cukup masif yang secara tak sadar segala permasalahan di negeri ini tak jauh dari korupsi misalnya kemiskinan, kesenjangan sosial dan ekonomi, kriminalitas yang tinggi, tidak meratanya akses pendidikan serta kesehatan.
ADVERTISEMENT
Sulitnya investasi masuk ke Indonesia salah satu faktornya juga karena korupsi. Sesungguhnya argumentasi yang menyatakan penegakan hukum akan menghambat investasi tidak dapat diterima secara logis, dari data The Global Competitive Index, sejak 2016-2017 korupsi adalah faktor terbesar yang menghambat investasi. Adapun data Komisi Pemberantasan Korupsi sepanjang 2014-2018 sebanyak 64% perkara korupsi dilakukan dengan modus penyuapan, Penyuapan inilah yang mengganggu iklim berusaha.
Disisi lain, ketidakpastian birokrasi dalam berbisnis adalah masalah yang harus segera dituntaskan. Ketidakpastian biaya dan akses biaya yang tinggi dari aktivitas tidak resmi saat pengusaha ingin berbisnis membuat investor biasanya akan berpikir kembali untuk berinvestasi di Indonesia dan membandingkan kepastian biaya investasi di negara lain.
Lantas pertanyaannya, apakah Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk menarik investasi? Jika berdasarkan data di atas, langkah yang tepat untuk menarik investasi adalah dengan penegakan hukum yang adil dan adanya kepastian dari segi regulasi dan biaya, langkah itu agaknya bertolak belakang dengan substansi Omnibus Law RUU Cipta Kerja sebab memberikan ruang-ruang yang melemahkan penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Selain itu pada tahun 2019 sebagaimana kita ketahui institusi vital pemberantasan korupsi yakni KPK direvisi undang-undangnya yang membuat fungsi dan kewenangan penegakan hukum khusus korupsi menjadi melemah, hal tersebut juga menjadi faktor enggannya investor menaruh dananya di Indonesia.
Perlu diketahui Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada tahun 2019 mengalami peningkatan dua poin menjadi 40. Indonesia berada di peringkat 85 dari 180 negara, naik dari peringkat 89 dari 180 negara tahun 2018.
Menurut Transparency International Indonesia terdapat 4 sumber data yang menyumbang kenaikan CPI Indonesia tahun 2019, yakni political risk service, IMD world competitiveness yearbook, political and economy risk consultancy dan world justice project-rule of law index. Sedangkan, 4 dari 9 indeks mengalami stagnasi, yakni global insight country risk ratings, Bertelsmann foundation transformation index, economist intelligence unit country ratings dan varieties of democracy dan satu mengalami penurunan yakni world economic forum EOS, Penurunan skor ini akibat maraknya suap dan pembayaran diluar ketentuan pada proses ekspor-impor, pelayanan publik, pembayaran pajak tahunan, proses perizinan dan kontrak.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data tersebut maka penegakan hukum yang adil merupakan langkah elegan dalam menarik investasi serta tidak akan merugikan siapa-siapa, daripada mengesahkan RUU Cipta Kerja yang masih menimbulkan polemik karena dianggap merugikan para buruh serta lingkungan.
Fahmi Ramadhan Firdaus-Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember | Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia