Konten dari Pengguna

Perlunya Perpres Larangan Mudik

Fahmi Ramadhan
Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember
20 April 2021 21:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fahmi Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar
zoom-in-whitePerbesar
Foto: ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar
ADVERTISEMENT
Jakarta – Budaya Mudik sangat identik dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia, momen ini begitu dinanti masyarakat yang merayakannya untuk kembali ke kampung halaman menjalani hari nan suci bersama keluarga besar. Namun dalam satu tahun kebelakang perayaan Idul Fitri sangat berbeda disebabkan adanya Pandemi COVID-19 yang membuat Budaya Mudik tidak semasif seperti tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Di tengah penyebaran COVID-19 yang belum terkendali dengan baik, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melarang mudik selama Idul Fitri 1442 H. Kebijakan ini diambil sebagai bentuk antisipasi agar mobilisasi masyarakat tidak membuat penyebaran COVID-19 semakin meluas dan lebih sulit terkendali, hal tersebut dilatarbelakangi momen Libur Hari Raya Natal di akhir tahun lalu yang meningkatkan angka positif COVID-19 secara signifikan.
Kebijakan Larangan Mudik
Kebijakan Larangan Mudik secara resmi diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy pada 26 Maret 2021 melalui Konferensi Pers. Kebijakan tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden pada rapat koordinasi tingkat Menteri tanggal 23 Maret 2021.
Ditegaskan bahwa Larangan mudik berlaku untuk semua orang Indonesia, termasuk aparatur sipil negara (ASN), TNI-Polri, karyawan swasta maupun pekerja mandiri. Keputusan larangan mudik tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, penguatan protokol kesehatan hingga vaksinasi.
ADVERTISEMENT
Larangan mudik dimulai pada tanggal 6-17 Mei 2021, dan sebelum dan sesudah tanggal tersebut, masyarakat diimbau untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan ke luar daerah, kecuali benar-benar untuk kepentingan yang mendesak.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada 7 April 2021 Satgas Penanganan COVID-19 menerbitkan Surat Edaran No. 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Surat Edaran tersebut berlaku efektif mulai tanggal 6–17 Mei 2021 dan akan ditinjau lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan/atau dengan perkembangan terakhir di lapangan, Pelanggaran terhadap SE akan dikenakan sanksi denda, sanksi sosial, kurungan dan atau pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Kemudian SE ditindaklanjuti dengan adanya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Pengendalian transportasi dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi penumpang untuk semua moda transportasi yaitu moda darat, laut, udara dan perkeretaapian.
Kekuatan Mengikat SE dan Urgensi Perpres Larangan Mudik
Sesungguhnya keberadaan Surat Edaran (SE) bukanlah termasuk peraturan perundang-undangan (regeling), tetapi SE adalah bentuk dari peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving).
Hal tersebut mengacu pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang terdiri atas:
ADVERTISEMENT
Kemudian terdapat jenis peraturan perundang-undangan yang tidak termasuk ke dalam hierarki salah satunya Peraturan Menteri, yang ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Perlu dicatat, bahwa pembentukan setiap peraturan kebijakan harus tetap mengacu pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang baik (beginselen van behoorlijke regelgeving). Peraturan kebijakan yang secara tidak langsung mengikat umum akan menimbulkan masalah jika pembentukannya tidak memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan, baik secara formil maupun materiil.
Sejatinya SE merupakan sebagai instrumen administratif yang bersifat internal. SE digunakan untuk memberikan petunjuk lebih lanjut dan jelas mengenai bagaimana melaksanakan suatu norma peraturan perundang-undangan yang bersifat umum. substansi SE tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan induknya.
ADVERTISEMENT
SE adalah bentuk dari Diskresi apabila merujuk pada Pasal 1 angka 9 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyatakan bahwa diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang- undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Sehingga penerbitan SE harus tunduk pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.
Sesungguhnya dikeluarkannya Surat Edaran No. 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah, alangkah lebih tepat didahului dengan penerbitan peraturan perundang-undangan yang khusus melarang Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442, jenis peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden (Perpres).
ADVERTISEMENT
Dipilihnya Peraturan Presiden bukanlah tanpa alasan, hal ini berkaca pada peristiwa tahun lalu yang mana larangan terkait pembatasan transportasi publik untuk Mudik diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan dan Peraturan Daerah yang akhirnya menimbulkan tumpang tindih dan kebingungan di tengah masyarakat.
Secara jenis maupun hierarki Peraturan Presiden sangatlah tepat dipilih untuk mengatur larangan Mudik. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Sehingga dalam konteks ini penerbitan Peraturan Presiden perihal larangan mudik adalah wujud untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Adanya Peraturan Presiden tentang Larangan Mudik akan lebih memberikan legitimasi yang lebih kuat, sehingga kemudian dapat dijadikan pedoman oleh Kementerian terkait untuk menerbitkan Peraturan Menteri yang lebih sektoral, keberadaan Peraturan Presiden juga sebagai upaya agar tidak terjadi kebijakan tumpang tindih soal mudik seperti tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Fahmi Ramadhan Firdaus, S.H., M.H. - Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember | Pemerhati Ilmu Perundang-undangan