Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Representasi Konflik Keluarga pada Film Ali & Ratu-Ratu Queens
11 Januari 2022 21:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fahmy Ilham Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan tahun 2021, masyarakat Indonesia digemparkan dengan penayangan salah satu film Indonesia terbaru di layanan streaming Netflix. Berangkat dari pengalaman nyata sang produser, Muhammad Zaidy, tentang konflik keluarga. Film Ali & Ratu-Ratu Queens berhasil menyita perhatian masyarakat dari berbagai usia hingga memuncaki ‘Top 10 Movies in Indonesia Today’ versi Netflix. Kesuksesan dari film ini juga dipengaruhi oleh para pemerannya yang merupakan aktor dan aktris papan atas Indonesia, yaitu Iqbal Ramadhan sebagai Ali, Marissa Anita sebagai Mia , Ibnu Jamil sebagai Hasan, Nirina Zubir sebagai Party, Asri Welas sebagai Biyah, Happy Salma sebagai Chinta, Tika Panggabean sebagai Ance, Aurora Ribero sebagai Eva, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Setelah penulis menonton film salah satu karya sutradara Lucky Kuswandi ini, Ali & Ratu-Ratu Queens mengisahkan tentang Ali seorang anak tunggal yang hidup berdua dengan sang ayah bernama Hasan karena telah ditinggalkan ibunya, Mia, sejak berumur 5 tahun. Mia terpaksa pergi meninggalkan suami dan anak semata wayangnya di Indonesia menuju ke New York untuk mengejar mimpinya sebagai penyanyi dan berjanji akan segera kembali setelah mimpinya terwujud. Namun hal itu tidak pernah terjadi bahkan Ali dan Hasan hilang komunikasi dengan Mia beberapa tahun setelah kepergiannya ke Amerika. Hingga pada saat Ali genap berusia 19 tahun sang ayah, Hasan, meninggal dunia akibat sakit stroke dan Ali bertekad pergi ke New York mencari Mia untuk menyampaikan kabar bahwa ayahnya telah tiada sekaligus mencari jawaban atas kepergian Mia selama ini yang tidak pernah ada kabar.
ADVERTISEMENT
Setibanya di New York, Ali langsung menuju ke alamat Mia yang masih disimpan oleh kerabatnya namun yang ditemuinya adalah teman-teman lama ibunya yang bernama geng ‘Queens’ terdiri dari Party, Biyah, Ance, dan Chinta. Mereka mengatakan bahwa sudah lama hilang kontak dengan Mia semenjak ia pindah dari apartemen tersebut, tetapi mereka bersedia untuk turun tangan mencari keberadaan Mia karena merasa iba dengan keadaan Ali. Setelah pencarian berhari-hari akhirnya Ali bertemu dengan Mia dengan kondisi yang mengejutkan. Mia yang selama ini menghilang dari keluarga di Indonesia ternyata gagal meraih cita-citanya dan telah membangun keluarga baru di sana tanpa diketahui oleh siapa pun. Bahkan Mia lebih memilih untuk tetap dengan keluarga barunya dan meminta Ali untuk kembali ke Indonesia. Mendengar hal tersebut Ali merasa hancur karena sosok ibu yang telah ia tunggu dengan sabar selama bertahun-tahun telah mengingkari janji dan menelantarkan dirinya serta mendiang Hasan. Selain Ali, Queens yang merupakan teman-teman lama Mia juga turut merasa marah atas keputusan yang diambil oleh Mia. Pada akhirnya, Ali memutuskan untuk meniti karier di Amerika tanpa bayang-bayang sang ibu lagi dan tinggal bersama Queens dengan membuka restoran bersama di New York.
ADVERTISEMENT
Menurut penulis, film Ali & Ratu-Ratu Queens sedikit banyak turut menggambarkan disharmoni yang mungkin dialami juga oleh beberapa keluarga lainnya dengan kemasan ringan dan mudah dipahami. Syamsul Hadid, dkk dalam jurnalnya yang berjudul 'Disharmoni Keluarga dan Solusinya Prespektif Family Therapy' Vol. 18, No. 1, Juni 2020 menyatakan bahwa dari berbagai permasalahan keluarga tidak terlepas dari peran orang tua sebagai pemegang kunci harmoni keluarga. Ketika komunikasi orang tua (suami-istri) tidak berjalan dengan lancar maka akan terjadi kondisi ketidakharmonisan yang disebut dengan istilah disharmoni keluarga. Seperti pesan tersirat dalam film ini, komunikasi merupakan kunci dalam keharmonisan. Tanpa komunikasi akan timbul masalah baru yang lebih berat dan luas hingga membawa pengaruh buruk secara langsung terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Fahmy Ilham Firdaus, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan.