Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Keteguhan Hamidah: Pelajaran Moral di Tengah Tekanan Adat dan Cinta
12 Mei 2025 16:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Faiha Widad Fillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di balik kisah perjalanan hidup Hamidah yang penuh liku, tersimpan banyak nilai yang bisa kita renungkan. Tidak sekadar kisah tentang cinta dan kehilangan, novel Kehilangan Mestika juga menyampaikan pesan moral tentang keteguhan, pilihan, dan keberanian perempuan dalam menghadapi tekanan sosial serta adat. Dari sini, pembaca dapat menarik pelajaran hidup yang relevan hingga hari ini, yaitu:
ADVERTISEMENT
Novel Kehilangan Mestika karya Hamidah menyampaikan pesan moral bahwa dalam hidup, kita harus tabah menghadapi kenyataan yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Hal ini tergambar jelas dalam perjalanan hidup tokoh utama, Hamidah, yang harus menghadapi berbagai bentuk kehilangan dan kekecewaan. Saat beranjak dewasa, Hamidah jatuh cinta pada sahabatnya, Ridhan. Meskipun mereka telah saling berjanji untuk menikah, hubungan mereka tidak mendapat restu dari keluarga. Ridhan selalu hadir mendampingi Hamidah, terutama ketika ia merantau untuk bekerja, meski keputusan merantau itu ditentang keluarganya. Di tengah kesepian dan tekanan hidup, Ridhan menjadi satu-satunya tempat Hamidah bersandar. Namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Ridhan jatuh sakit dan meninggal dunia, meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi Hamidah, hingga ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu, Hamidah mencoba menyibukkan diri dan perlahan membuka hati kepada Idrus. Pilihan itu pun bukan tanpa tekanan, dua sahabatnya sering bertengkar memperebutkan dirinya, hingga ia merasa harus memilih salah satu. Hamidah pun memilih Idrus, teman dekat yang kemudian menjadi kekasihnya. Sayangnya, hubungan mereka juga tidak berjalan mulus. Meski telah merencanakan pernikahan, berbagai rintangan muncul hingga akhirnya mereka batal menikah. Beberapa bulan menjelang hari pernikahan, keluarga Hamidah justru menikahkannya dengan pria lain yang lebih kaya dari Idrus. Keputusan itu diambil dengan harapan kehidupan Hamidah akan lebih terjamin, apalagi setelah ayahnya meninggal dunia dan ia dianggap membutuhkan sosok pelindung. Namun, kehidupan barunya pun tidak sesuai harapan, perusahaan suaminya mengalami kebangkrutan tak lama setelah pernikahan mereka.
ADVERTISEMENT
Rangkaian peristiwa ini menunjukkan bahwa kehidupan tidak selalu memberikan apa yang kita inginkan. Meskipun seseorang telah berjuang dan berharap sekuat tenaga, kenyataan tetap bisa berjalan di luar dugaan. Seperti yang diungkapkan Hamidah dalam kutipan berikut:
Kutipan ini mencerminkan kepahitan hidup yang harus diterima Hamidah. Waktu digambarkan sebagai kekuatan yang terus berjalan tanpa memedulikan penderitaan manusia. Ia tak peduli pada mereka yang masih terjebak dalam masa lalu dan berharap segalanya bisa kembali seperti semula. Perubahan yang datang bisa membawa harapan bagi sebagian orang, tetapi bagi Hamidah, yang terus mengalami kehilangan dan luka, perubahan justru terasa seperti beban berat. Inilah inti dari permasalahan dalam novel, manusia harus belajar menerima kenyataan, meskipun kenyataan itu sering kali bertolak belakang dari harapan. Kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk tetap melangkah, meskipun hati masih membawa luka yang belum pulih.
ADVERTISEMENT
Pesan moral lainnya yang muncul dalam novel ini adalah pentingnya memiliki keberanian dan ketegasan dalam mengambil keputusan yang tidak mudah. Karakter Hamidah memperlihatkan bagaimana kebimbangan dalam menentukan pilihan bisa berujung pada penyesalan yang mendalam. Salah satu contohnya adalah ketika Hamidah dijodohkan dengan Rusli, padahal saat itu ia masih menjalin hubungan dengan Idrus. Karena merasa sungkan dan tidak ingin mengecewakan keluarga, ia memilih menerima perjodohan tersebut tanpa benar-benar memperjuangkan perasaannya sendiri. Keputusan itu kemudian meninggalkan penyesalan, terutama setelah ia mengetahui bahwa Idrus tetap melajang hingga akhir hayatnya karena masih menyimpan rasa terhadap Hamidah. Ia merasa telah pergi meninggalkan Idrus tanpa memberi kejelasan atau memahami dulu perkara yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya tampak saat Hamidah memutuskan untuk membiarkan suaminya menikah lagi demi mendapatkan keturunan. Keputusan itu dilandasi oleh keraguan dalam dirinya, ia merasa tidak yakin bisa memberikan keturunan, dan merasa tidak ingin menjadi penghalang bagi kebahagiaan suaminya. Awalnya, ia mencoba menerima kenyataan itu dengan lapang dada. Namun, seiring waktu, tekanan emosional yang terus menggunung membuatnya lelah dan merasa tersingkirkan dalam rumah tangganya sendiri, hingga akhirnya mereka sepakat untuk bercerai. Meski demikian, Hamidah juga menunjukkan sisi dirinya yang kuat dan teguh dalam beberapa bagian cerita. Salah satunya adalah ketika ia menerima tawaran pekerjaan di perantauan, meskipun banyak kerabat menentang keputusan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan adat. Hamidah tetap pada pendiriannya, berpegang pada keyakinan bahwa ia ingin mengejar cita-cita dan membuktikan kemampuannya sebagai perempuan yang mandiri. Melalui kisah Hamidah, novel ini mengajarkan bahwa dalam hidup, keberanian untuk mengambil keputusan yang sulit, meskipun tidak selalu didukung lingkungan sekitar adalah hal penting. Ketegasan dalam menentukan arah hidup sendiri menjadi bekal untuk tidak terus-menerus hidup dalam penyesalan.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Hamidah. 2011. Kehilangan Mestika. Jakarta Timur: PT Balai Pustaka (Persero).