Konten dari Pengguna

Young Hearts: Film Kisah Cinta Pertama yang Magis dan Realis

Faiq Rivaldy
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
6 Januari 2025 13:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiq Rivaldy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cuplikan adegan dalam trailer Film Young Hearts. Foto: YouTube/Films Boutique
zoom-in-whitePerbesar
Cuplikan adegan dalam trailer Film Young Hearts. Foto: YouTube/Films Boutique
ADVERTISEMENT
Media seringkali dipenuhi dengan kisah romantis mengenai “first love” yang identik dengan konsep Heteronormativitas. Seperti dalam Film Little Manhattan (2005) atau Flipped (2010). Film-film tersebut memang mampu menangkap keindahan cinta yang murni, polos, dan naif, tetapi secara tidak langsung menciptakan kesan bahwa cinta pertama itu hanya dirasakan oleh mereka yang heteroseksual.
ADVERTISEMENT
Jarang sekali film-film “first love” yang mengangkat spektrum lain seperti homoseksual atau queer love. Bahkan, banyak queer film yang justru menampilkan tragedi, menggambarkan kehidupan seorang queer sebagai penderitaan yang tak berujung karena tidak diterima oleh masyarakat dan bertentangan dengan konstruksi sosial yang telah lama menjadi acuan moral tentang apa yang “normal dan “tidak normal.”

Harapan Baru untuk Queer Love

Young Hearts (2024), yang pertama kali tayang di Berlin International Film Festival pada 17 Februari, 2024, disutradarai oleh Anthony Schattemen. Siapa sangka, film dengan tema yang sensitif, tabu dan ditentang di negara seperti Indonesia, sempat ditayangkan di festival film lokal yakni Jakarta World Cinema Week, pada 24 September 2024. Film ini memberikan perspektif baru yang baru dan melawan arus dengan menunjukan bahwa mereka yang sering kali termajinalkan tidak sepatutnya terus-menerus menderita. Film ini menawarkan harapan bahwa setiap manusia, tanpa memandang gender atau orientasi seksual, berhak mencintai dan dicintai, karena cinta itu sendiri yang membuat hidup lebih bermakna.
Cuplikan adegan dalam trailer Film Young Hearts. Foto: YouTube/Films Boutique

Penggambaran Queer Love yang Tetap Realis dan Magis

ADVERTISEMENT
Film ini tidak dibuat mengawang-ngawang atau tanpa arah. Sentuhan dari Anthony Schattemen terasa tulus. Ia tidak ingin menjadikan Young Hearts sebagai media yang terlalu meromantisasi hingga kehilangan realitas, atau seperti yang sering disebut “too good to be true.”
Schattemen menunjukan kepiawaian dalam menciptakan karakter yang abu abu—tidak sempurna, dan tidak seperti menelan sebuah makanan manis yang dipoles sedemikian rupa, hingga terlihat tidak realistis. Elias, yang diperankan oleh Lou Goosens, sangat sempurna dalam mengekpresikan kebingungan, denial, serta rasa keterasingan yang sering kali dirasakan oleh seseorang yang merasa “tidak normal.”
Sebaliknya, Alexander, yang diperankan oleh Marius De Saeger, memiliki karakter yang telah menerima dirinya sendiri. Dengan latar belakang keluarga yang hangat dan dukungan penuh dari orang-orang terdekatnya, ia mampu menjadi versi terbaik dari dirinya. Namun, perjalanan mereka (Alexander dan Elias) Untuk bersama tidaklah mudah dan membutuhkan banyak proses.
ADVERTISEMENT
Penceritaan dalam film ini terasa sangat rapih. Tension dan konflik tidak pernah terasa dipaksakan. Penonton dibuat memahami dan bersimpati kepada Elias dan Alexander tanpa ada keinginan untuk menghakimi. Karakter mereka terasa hidup, dengan segala alasan dibalik dan tindakan dan keputusan yang dibuat oleh mereka. Mampu membuat penonton hanyut akan karakter-karakter mereka yang tidak sempurna.

Queer Optimism yang Tidak Mengesampingkan Realitas

Anthony Schattemen tidak ingin menyampingkan akan tragedi queer atau penolakan yang kerap dihadapi oleh komunitas homoseksual. Ia tetap menggambarkan realitas pahit tersebut, namun dengan nuansa penuh harapan. Film ini berhasil mencerminkan pendewasaan dan penerimaan diri, menegaskan bahwa fase denial merupakan hal penting dari proses seseorang untuk menerima dirinya secara utuh.
Semua digambarkan dengan sangat magis dan penuh emosi, tanpa hitam-putih; semuanya abu-abu membuat Young Hearts terasa istimewa. Visual yang cantik, dialog yang natural dan tidak memberikan kesan yang murahan menaikkan kualitas filmnya untuk lebih jauh lagi dan menghindari dari kisah cinta yang klise. Akting Lou Goosens sebagai Elias menjadi sorotan utama. Goosens mampu menghidupkan karakter Elias dengan sangat apik. Tampil cemerlang sehingga berdampak terhadap Marius De Saeger sebagai Alexander yang terasa kalah mencolok.
ADVERTISEMENT
Perasaan canggung yang digambarkan dengan sangat baik serta momen momen eksistensial diri yang dialami oleh Elias benar benar terasa nyata dan mampu menciptakan emosi yang kuat. Hal tersebut berhasil disampaikan oleh Lou Goosens secara tanpa cela, serta tidak membuat filmnya keluar jalur. Semua ditampilkan sesuai dengan umurnya. Sangatlah naif dan polos.
Cuplikan adegan dalam trailer Film Young Hearts. Foto: YouTube/Films Boutique
Sincere dan Genuine, mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan Young Hearts (2024). Film ini secara tidak langsung membuat pernyataan bahwa queer film tidak seharusnya terus-menerus dikaitkan dengan tragedi atau dengan ending yang menyedihkan.
Hal yang membuat Young Hearts tampil berbeda dengan film queer yang lain yaitu keberaniannya mengangkat kisah cinta pertama yang dialami oleh queer kids diluar sana yang ingin dilihat dan divalidasi akan keberadannya. Sepatutnya cinta pertama tidak hanya dialami oleh mereka-mereka yang heteroseksual. Siapapun didunia ini, berhak merasakan cinta pertama. Tidak memandang dari sexual orientation mereka.
ADVERTISEMENT
Cinta tumbuh begitu saja, tanpa peringatan atau paksaan. Dengan kehangatan dan kedalaman emosional, Young Hearts berhasil mengangkat isu yang tabu dengan cara yang menyejukan dan menghangatkan para penontonnya.
Queer kids akan merasa diakui, dihargai dan divalidasi melalu film ini. Mereka akan tahu bahwa mereka berhak bahagia, dan tidak ada yang salah dengan perasaan mereka. Dengan narasi yang realistis dan queer optimism, Tanpa perlu memberikan banyaknya naratif-naratif yang terkesan fiksi atau tidak realistis. Young Hearts mampu menyajikan kisah cinta pertama yang indah dan sekaligus mengharukan yang akan terus menetap dalam pikiran para penontonnya.