Konten dari Pengguna

Fungsi Sosial Sastra : Sebagai Alat Propaganda Politik

Faiq Sabila
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21 Oktober 2024 15:48 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiq Sabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : dokumen galeri pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber : dokumen galeri pribadi
ADVERTISEMENT
Sastra adalah salah satu bentuk seni yang menggunakan bahasa sebagai medium utamanya untuk mengekspresikan gagasan, emosi, serta pandangan hidup penulisnya (Damono :1979). Segala jenis karya, seni, budaya yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya disebut sastra. Seperti Novel, Puisi, Khutbah, Pidato, Orasi, Drama, Majalah, Buku Biografi, Buku karangan, dan lain sebagainya. Melalui karya sastra, pengarang menciptakan dunia imajiner yang mengajak pembaca masuk ke dalam narasi yang disajikan. Sastra tidak hanya menjadi alat untuk menyampaikan cerita, tetapi juga menjadi sarana refleksi budaya, sosial, dan sejarah. Dengan kata lain, sastra adalah cerminan dari kehidupan manusia, yang menyimpan pesan-pesan yang bisa dipahami dalam konteks sosial di mana karya itu diciptakan. Karya sastra sering kali memberikan ruang bagi kita untuk merenungkan situasi sosial yang ada, dan bagaimana manusia merespon realitas tersebut melalui alur cerita dan karakter.
ADVERTISEMENT
Dalam mengkaji hubungan antara karya sastra dan masyarakat, muncul sebuah disiplin ilmu yang dikenal dengan istilah sosiologi sastra. Menurut Wellek dan Warren, sosiologi sastra setidaknya mencakup tiga hal yaitu pertama sosiologi pengarang, kedua sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya itu sendiri, ketiga sosiologi sastra yang memasalahkan pengaruh pembaca. Pendekatan ini tidak hanya mempertimbangkan pengaruh masyarakat terhadap penulis, tetapi juga sebaliknya bagaimana karya sastra dapat memengaruhi dan membentuk pandangan serta tindakan masyarakat. Melalui pendekatan ini, karya sastra dicoba untuk dikaji dari segi ekstrintiknya. Sebagai produk dari interaksi sosial, karya sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk mendokumentasikan kondisi masyarakat pada suatu periode tertentu, serta sebagai medium untuk menyuarakan kritik terhadap struktur sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Dalam pendekatan sosiologi sastra terdapat banyak teori yang telah dikembangkan salah satunya teori sosiologi sastra Ian Watt. Beliau adalah seorang sosiolog dan kritikus sastra, yang memainkan peran penting dalam pengembangan pemikiran tentang sosiologi sastra, khususnya dalam konteks novel. Dalam karya terkenalnya yang berjudul The Rise of the Novel, Watt berargumen bahwa novel sebagai bentuk sastra muncul seiring dengan perkembangan masyarakat kapitalis di Eropa, terutama pada abad ke-18 dan ke-19. Menurutnya, novel tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sebuah dokumen sosial yang merekam dinamika perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Watt mengemukakan bahwa novel, sebagai refleksi dari pengalaman individu, mampu menangkap kerumitan psikologis karakter-karakternya serta memperlihatkan bagaimana individu berinteraksi dengan struktur sosial yang lebih besar. Dalam pandangan Watt, karakter-karakter dalam novel bukan hanya representasi dari individu, tetapi juga simbol dari kelas sosial, nilai-nilai, dan kondisi sosial yang berlaku pada waktu tertentu. Dengan demikian, analisis terhadap novel tidak hanya menyangkut aspek estetika, tetapi juga harus mempertimbangkan konteks historis dan sosial yang melatarbelakanginya.
ADVERTISEMENT
Dalam teorinya, Watt setidaknya memiliki tiga aspek dalam kajian sosiologi sastra, yaitu pertama konteks latar belakang sosiologi pengarang. Dimana latar belakang kehidupan sosial pengarang diteliti dari berbagai segi. Kedua adalah karya sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Sebagimana penjelasan diawal, sastra lahir tidak dalam keadaan kosong. Ia merupakan refleksi pengraang dari kehidupan yang melatar belakanginya. Ketiga fungsi sastra sosial. Hal ini diartikan bagaimana karya sastra ditujukan untuk diciptakan, apakah ia memiliki fungsi sebagai hiburan, atau memberikan ajaran ideologi dari pengarang, atau memberikan pengaruh yang nyata untuk pembaca.
Salah satu sosok yang terkenal dalam konteks politik dan sastra adalah Saddam Hussein, mantan presiden Irak yang dikenal karena kepemimpinannya yang otoriter dan kontroversial menurut klaim barat. Saddam lahir pada 28 April 1937 di Tikrit, Irak, Saddam menghabiskan masa kecilnya dalam lingkungan yang penuh ketegangan politik dan sosial. Pada usia 16 tahun ia bergabung dengan Partai Ba'ath sebuah parta yang menjunjung tingi ideologi untuk menyatukan negara-negara di Timut Tengah. Ia mulai membangun karier politiknya dan akhirnya mengambil alih kekuasaan pada tahun 1979. Selama masa pemerintahannya, Saddam menerapkan kebijakan-kebijakan yang keras dan represif, serta terlibat dalam berbagai konflik berskala besar, termasuk Perang Iran-Irak dan invasi Kuwait atau yang lebih dikenal dengan nama perang teluk 1 dan 2. Di tengah segala kontroversi dan tantangan yang dihadapinya, Saddam juga dikenal sebagai penulis, menghasilkan beberapa karya sastra yang mencerminkan pandangannya terhadap kepemimpinan dan identitas bangsa. Meskipun ia merupakan sosok yang polarizing, karya-karyanya memberikan gambaran tentang cara ia memandang dunia dan peranannya dalam sejarah Irak.
ADVERTISEMENT
Salah satu karya terkenal Saddam Hussein adalah novel Zabibah wal Mulk, yang diterbitkan pada tahun 2000. Novel ini merupakan novel pertama yang ditulisnya selama masa krisis perang teluk 3 setelah selanjutnya ia menerbitkan 3 novel lainya seperti Rijal wal Madinah, Al-Qal’ah Al-Hasinah, dan Ukhruj Minha Ya Mal’un. Novel ini diceritakan sebagai kisah cinta antara seorang raja dan seorang perempuan rakyat biasa bernama Zabibah, dengan latar belakang kerajaan yang penuh intrik dan konflik. Dalam novel ini, raja-representasi dari Saddam sendiri- digambarkan sebagai sosok yang berkuasa, tetapi terperangkap dalam dilema moral dan tantangan dari pihak luar yang ingin menghancurkan kerajaannya. Sementara itu, Zabibah mewakili suara rakyat yang setia dan berjuang untuk keadilan. Novel ini memeiliki genre sastra romantis, namun di balik kisah cinta yang tampak sederhana, terdapat pesan-pesan yang lebih dalam mengenai kekuasaan, pengorbanan, dan perjuangan rakyat. Dimana pengarang ingin menyampaikan pesan tentang sebuah arti perjuangan, kesetiaan terhadap pemimpin, arti seorang pemimpin, dan pengabdian kepada negaranya. Novel ini menunjukkan bagaimana karya sastra bisa berfungsi sebagai refleksi dari kondisi sosial dan politik yang dialami oleh masyarakat Irak pada masa itu, serta bagaimana kepemimpinan Saddam diposisikan dalam konteks tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain memberikan hiburan, karya sastra Saddam Hussein juga berfungsi sebagai alat propaganda yang canggih. Dalam konteks ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam teori fungsi sosial sastra Ian Watt memberikan perspektif yang menarik. Menurut teori ini, sastra memiliki kemampuan untuk membentuk dan mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap isu-isu sosial dan politik. Dalam hal ini, karya sastra Saddam Hussein digunakan untuk membangun citra positif tentang kepemimpinannya dan menanamkan ideologi yang mendukung pemerintahanya. Dengan memanfaatkan simbol-simbol yang familiar bagi rakyat, Saddam berusaha mengontrol narasi tentang dirinya dan memperkuat legitimasi kekuasaannya. Dalam novel Zabibah wal Mulk misalnya, elemen-elemen cerita yang menyentuh tema kebanggaan nasional dan kesetiaan kepada pemimpin digunakan untuk mengajak pembaca merasakan empati terhadap karakter raja, yang sekaligus merefleksikan sosoknya sebagai pemimpin yang melindungi rakyat dari ancaman eksternal. Melalui karya ini, Saddam ingin menegaskan bahwa ia adalah sosok yang patut dihormati dan diandalkan, sehingga rakyat tidak hanya melihatnya sebagai penguasa, tetapi juga sebagai pelindung yang setia.
ADVERTISEMENT
Dengan memanfaatkan media sastra, pemimpin seperti Saddam Hussein dapat menciptakan citra positif yang diinginkan, sementara di sisi lain, menekan kritik dan pandangan alternatif yang mungkin muncul. Dalam hal ini, sastra bukan hanya berfungsi sebagai cerminan masyarakat atau hiburan semata, tetapi juga sebagai instrumen politik yang dapat digunakan untuk memengaruhi opini publik dan mempertahankan kekuasaan.
Mengambil kesimpulan tulisan diatas, hubungan antara sastra, sosiologi sastra, dan politik merupakan tema yang sangat menarik untuk dieksplorasi. Melalui pendekatan sosiologi sastra, kita dapat melihat bagaimana karya sastra seperti yang ditulis oleh Saddam Hussein mencerminkan dan memengaruhi kondisi sosial dan politik di masyarakat. Karya-karya tersebut tidak hanya mencerminkan pandangan penulis, tetapi juga mengungkapkan dinamika kekuasaan dan ideologi yang berlaku pada waktu tertentu. Dalam konteks ini, novel-novel yang ditulis oleh pemimpin seperti Saddam Hussein menunjukkan bahwa sastra bukan hanya sebuah bentuk seni, tetapi juga alat yang memiliki daya guna dalam membentuk cara pandang masyarakat dan memengaruhi struktur sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, sastra, dalam semua bentuk dan variannya, tetap menjadi bagian integral dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial yang melingkupinya. Pendekatan dalam karya sastra masih banyak, seperti teori kritik sastra feminis yang mengkaji bagaimana bentuk perlawanan perempuan yang dinarasikan dalam sastra, teori psikologi sastra bagaimana bentuk perubahan jiwa tokoh-tokoh dalam sastra, teori poskolonialisme bagaimana bentuk atau pengaruh suatu penjajah terhadap kawasan jajahanya, teori kekuasaan oleh Michael Facaoult bagaimana hubungan kekuasaan yang dibangun dalam cerita, dan masih banyak yang lainya.
Kajian sastra tidak hanya memandang sastra dari unsur instrintiknya saja sebagaimana para munqidun atau kritikus sastra arab zaman klasik dalam berbagai pendekatanya seperti balagoh atau stilistika, kajian hermeneutika yang mengkaji teks, dan lainya. Maka dari itu para sarjanawan barat mengembangakan teori yang lebih luas jangkauanya karena dirasa karya sastra tidak hanya dikaji melalui unsur instrintiknya saja tetapi juga unsur ekstrintik sebagai pembangunya. Sekarang kajian sastra tidak membosankan seperti yang diasumsikan mayoritas orang, tetapi juga mengalami perkembangan multidisipliner yang menghubungkan keilmuan diluar rumpun disiplinya (Sukron Kamil : 2022).
ADVERTISEMENT
Sumber Referensi :
https://www.kompas.com/skola/read/2023/06/14/110000069/sosiologi-sastra--pengertian-masalah-dan-hubungan-timbal-baliknya
https://tirto.id/teori-pendekatan-sosiologi-sastra-menurut-ian-watt-gbCD#google_vignette
https://hot.detik.com/book/d-3251197/novel-saddam-hussein-diterjemahkan-ke-dalam-bahasa-inggris