Konten dari Pengguna

Refleksi Hari Santri : Pengembangan Karakter Santri Melalui Medium Sastra

Faiq Sabila
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22 Oktober 2024 19:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiq Sabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
sumber : dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Hari santri diperingati setiap tahun tepatnya pada tanggal 22 Oktober sebagai bentuk dan upaya mengenang akan peran serta kontribusi nyata santri terhadap permasalahan kompleksitas bangsa dan umat. Sudah 10 tahun sejak ditetapkanya dari tahun 2015 atas Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 22 Tahun 2015, santri memiliki hari peringatanya sendiri. Peringatan ini bukan hanya sekadar mengenang jasa para santri, tetapi juga menjadi momentum untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian, persatuan, dan kebhinekaan. Hari santri bukanlah sebuah wadah untuk membeda-bedakan antara kalangan yang satu dengan kalangan yang lain, tetapi wajah Indonesia sudah sejak dahulu memiliki nilai-nilai simbolik dalam keberagaman yang ada sebagaimana dalam pandangn Geetz dalam bukunya The Religion of Java dan bukan berarti hal ini menjadi alasan untuk tidak terciptanya kesatuan dan perdamaian di Indonesia. Dari Pesantren kita diajarkan nilai-nilai dalam menghargai perbedaan dan kesatuan tanpa melihat latar belakang yang ada.
ADVERTISEMENT
Peranan pengajaran sastra pada pengembangan fundamental karakter santri
Sudah sedari awal, pendidikan di pesantren lebih berfokus pada pengajaran agama dan literasi, terutama melalui karya-karya sastra klasik Islam seperti kitab-kitab kuning yang berbahasa Arab yang memuat ilmu seperti Dirasah Lughowiyah, Dirosah Islamiyah, Dirosah Kauniyah dan Dirosah Tarikhiyyah. Santri belajar melalui kitab-kitab kuning yang merupakan hasil karya ulama terkemuka. Karya-karya ini tidak hanya berisi ajaran agama, tetapi juga nilai-nilai moral dan etika yang menjadi panduan hidup bagi santri.
Sastra pesantren dalam konteks ini, berfungsi sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan. Santri diajarkan untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam karya-karya semisal Amstal atau yang lebih dikenal Mahfudzot, Muthola’ah yang berisi kumpulan cerita penuh hikmah kehidupan, mencetak karakter santri mempunyai nilai-nilai kejujuran, keteguhan hati, dan toleransi disamping nasehat-nasehat para kyai dan guru yang menyertainya.
ADVERTISEMENT
Memasuki era modern, pendidikan di pesantren mulai mengalami transformasi. Di samping pendidikan agama, banyak pesantren yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum dan teknologi dalam kurikulumnya. Pendidikan berbasis sastra tetap dipertahankan seperti ilmu-ilmu klasik dan yang telah disebutkan diatas, tetapi ditambah dengan pemahaman kritis terhadap keilmuan-keilmuan modern. Hal ini membuat santri lebih siap menghadapi tantangan zaman seperti Intoleransi, Radikalisme, Polarisasi agama, Digitalisasi dan lain sebagainya.
Hal ini bukanlah sesuatu yang baru khususnya bagi pengembangan karakter melalui pendidikan dan pengajaran yang telah diterapkan disalah satu pesantren terbesar yang ada di Indonesia yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor misalnya. Disana pengembangan karakter dan keilmuan melalui kurikulum yang disebut dengan KMI (Kulliyyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah) yang menggabungkan 100 persen ilmu agama dan 100 persen ilmu umum. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh salah satu Trimurti pendiri pondok K.H Imam Zarkasyi.
ADVERTISEMENT
Dalam pengajaran dan pendidikan yang ada di pesantren, sastra pesantren juga berfungsi sebagai medium untuk membangun dialog antarbudaya dan antaragama. Dalam konteks ini, santri dapat belajar dari berbagai perspektif melalui karya-karya sastra yang mengangkat tema toleransi dan keberagaman. Misalnya, syair dan qisshoh qoshirah yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di masyarakat majemuk dapat menjadi alat untuk mendorong pemahaman dan penghormatan terhadap perbedaan.
Selain itu, sastra pesantren juga menjadi sarana untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan berargumentasi. Santri yang terlatih dalam analisis sastra akan lebih mampu menyampaikan pendapat mereka dengan baik dan memahami argumen dari orang lain. Seperti keterampilan Muhadastah, Muhadhoroh, dan Munaqosyah, dimana santri dipaksa untuk belajar mengasah keterampilan diri yang mereka miliki lewat pengembangan kegiatan seperti itu. Keterampilan ini sangat penting dalam dunia yang semakin kompleks, di mana dialog dan komunikasi yang baik menjadi kunci dalam menciptakan kedamaian.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, santri diharapkan mampu membawa pesan perdamaian dan kesatuan ditengah-tengah kondisi zaman yang rusak mental, akhlak ini. Hari Santri merupakan kesempatan untuk merefleksikan perjalanan dinamika pendidikan dan pengajaran santri dari masa lalu ke masa sekarang. Dengan menekankan nilai-nilai pendidikan dan pengajaran yang terkandung dalam sastra pesantren, kita dapat memahami bagaimana sastra pesantren berperan dalam membentuk karakter santri dan mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar lingkunganya. Santri masa kini, yang menggabungkan pengetahuan agama dengan pendidikan modern, diharapkan dapat terus menjadi agen perubahan yang mengedepankan nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan kebersamaan di tengah masyarakat yang beragam. Selamat Hari Santri Nasional!
Sumber Referensi :
https://peraturan.bpk.go.id/Details/54466/keppres-no-22-tahun-2015
https://flpjatim.id/sastra-pesantren/
https://edukasi.okezone.com/read/2023/10/22/65/2906011/pesantren-gontor-gaungkan-pesan-perdamaian-di-hari-santri-nasional-2023
ADVERTISEMENT