Konten dari Pengguna

Pertanggungjawaban Hukum Pihak Jasa Pengiriman dalam Hal Terjadi Wanprestasi

Fairuz Nathania
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia
19 Maret 2024 10:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fairuz Nathania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Claudio Schwarz / unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Claudio Schwarz / unsplash.com
ADVERTISEMENT
Salah satu pengguna layanan jasa pengiriman barang, Ardina Puspita (18 tahun) mengungkapkan dirinya pernah mengalami kerugian oleh layanan jasa pengiriman tersebut. Barang pesanannya tak kunjung datang setelah ia menunggu kurang lebih selama tujuh (7) hari akibat salah alamat dalam pengantaran barang. Hal ini tentu merugikan dirinya karena dalam waktu yang singkat ia ingin menggunakan barang tersebut. Namun, pada akhirnya ia tetap mendapatkan haknya sebagai konsumen dengan pertanggungjawaban yang dilakukan oleh layanan jasa pengiriman barang berupa refund sesuai dengan nominal harga barang tersebut.
ADVERTISEMENT

Upaya yang seharusnya dilakukan

Melihat permasalahan yang terjadi, kelalaian dari pihak jasa pengiriman tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi. Wanprestasi adalah tindakan lalai salah satu pihak atas sebuah perjanjian sehingga menyebabkan prestasi yang diperjanjikannya tidak terpenuhi dengan waktu yang ditentukan. Dalam jual beli, pembeli akan terikat perjanjian dengan jasa pengiriman melalui pemberian uang jasa kepada kurir dan pembeli akan menerima kembali prestasi berupa barang yang ia beli dari penjual. Akan tetapi, dalam wanprestasi barang yang menjadi prestasi dalam jual beli tersebut bisa jadi cacat ataupun hilang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) mengatur perbuatan wanprestasi pada Pasal 1238.
Oleh karena wanprestasi merupakan suatu perbuatan hukum, maka akibat yang diterima pembeli berupa kerugian atas prestasi dari perjanjiannya dengan jasa pengiriman barang dapat diselesaikan dengan dasar hukum sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pasal 1243 KUHPerdata mengatur :
"Penggantian biaya kerugian dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Pasal 468 KUHDagang juga mengatur
“Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena adanya kerusakan, kecuali bila ia membuktikan bahwa diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kerjadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya, atau akibat kesalahan pengirim, ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya”.
Mengacu pada Pasal tersebut, untuk mengganti kerugian yang sudah dialami oleh pihak pembeli, harus ada pertanggungjawaban langsung dari penyedia jasa pengiriman. Hal ini karena sebagai pihak pengguna jasa pengiriman barang dengan ketentuan yang belaku, seorang konsumen berhak mendapatkan suatu perlindungan hukum untuk melindungi kepentingan dirinya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4H Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
ADVERTISEMENT
Penyelesaian sengketa kelalaian jasa pengiriman dapat dilakukan dengan dua cara, non-litigasi dan litigasi. Litigasi adalah penyelesaian melalui pengadilan, sedangkan non-litigasi adalah penyelesaian dilakukan di luar pengadilan. Setiap perusahaan layanan jasa pengiriman pastinya mempunyai peraturannya sendiri yang mengatur pertanggungjawaban apabila terjadi kesalahan dalam pengantaran barang. Konsumen yang merasa dirugikan dapat melaporkan keluhan kepada pihak yang bersangkutan (layanan jasa pengiriman) terlebih dahulu sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di perusahaan tersebut. Apabila keluhan konsumen tidak dilayani dengan baik atau tidak kunjung mendapatkan pertanggungjawaban oleh pihak penyedia layanan, konsumen berhak untuk menjatuhi hukuman penyedia layanan jasa pengiriman tersebut sesuai undang-undang yang berlaku.

Kesimpulan

Sahnya Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk melindungi apa yang memang layak untuk dilindungi, yaitu hak para konsumen. Dengan kelalaian yang dilakukan pihak jasa pengiriman, sudah sepatutnya pihak jasa pengiriman melakukan pertanggungjawaban sesuai dengan prosedur perusahaan masing-masing yang mengacu pada ketentuan di dalam peraturan undang-undang.
ADVERTISEMENT
sumber
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 22 Tahun 1999, TLN No. 3821
Aisyah Ayu Musyifat, dkk. "Perlindungan Konsumen Jasa Pengiriman Barang Dalam Hal Terjadinya Keterlambatan Pengiriman Barang." Jurnal Law Reform 14, no. 2 (2018).
Lumba, Hermawan. "Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Ilmu Hukum, Januari-Juli 2014: 72-74.