Pemenuhan Hak Kesehatan dalam Aksesibilitas Vaksin COVID-19

Faisa Rinto Adillah
Mahasiswi Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
22 Mei 2022 9:59 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisa Rinto Adillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penanggulangan COVID-19 melalui vaksin. (Sumber : pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penanggulangan COVID-19 melalui vaksin. (Sumber : pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Program vaksinasi yang digencarkan oleh pemerintah sebagai upaya penanggulangan penyebaran Covid-19 terus dilakukan sejak Januari 2021. Vaksinasi ini merupakan wujud pemenuhan kewajiban negara dalam memenuhi serta melindungi hak kesehatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah harus memperhatikan aksesibilitas dari vaksin itu sendiri. Perlu diperhatikan apakah pengadaan atau pasokan vaksin telah sesuai, uji klinis vaksin telah aman untuk dilaksanakan dan pelaksanaan vaksin yang bukan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Vaksinasi
Pandemi Covid-19 adalah darurat kesehatan global yang menuntut respons global. Virus tidak mengenal perbatasan antar negara. Untuk itu diperlukan pendekatan global yang terkoordinasi dengan baik dalam hal pengembangan dan distribusi vaksin Covid-19 berdasarkan solidaritas semua bangsa dan masyarakat. Pendekatan global juga merupakan respons paling efektif, berkelanjutan, dan bermoral terhadap krisis yang dihadapi dunia. Transfer teknologi informasi dan data akan menjadi sangat penting untuk melakukan kampanye vaksinasi global yang sukses dan inklusif. Pendekatan ini juga dapat diterapkan dalam hal pemberian akses ke perawatan dan terapi di luar vaksin.
Namun realitanya, akses terhadap vaksin dan obat-obatan sangat tidak merata di banyak tempat, dan berdampak pada kesehatan yang buruk bagi perempuan dan anak, minoritas nasional, etnis, agama, ras dan bahasa, penduduk asli, orang yang hidup dalam kemiskinan, kaum LGBTQ, penyandang disabilitas, orang tanpa kewarganegaraan, dan lainnya yang mengalami marginalisasi. Hal ini dapat terlihat dari termarginalkannya narapidana dalam memperoleh akses vaksinasi yang disediakan oleh negara.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, vaksinasi yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Samarinda Kalimantan Timur memberi perhatian lebih bagi mitra deradikalisasi, narapidana terorisme sebagai bentuk pemenuhan hak atas vaksinasi dan merubah perspektif bahwa pemerintah tidak mengecualikan narapidana dalam vaksinasi.
Suatu bentuk upaya yang terfokus sangat penting untuk menghilangkan hambatan ini, mencegah potensi diskriminasi, dan memantau distribusi untuk memastikan kesetaraan dan menghindari diskriminasi. Upaya ini tidak hanya penting untuk melindungi hak asasi manusia, tetapi untuk memastikan efektivitas kampanye vaksinasi. Rencana distribusi vaksinasi perlu memastikan aksesibilitas penuh bagi penyandang disabilitas. Demikian pula, masalah yang muncul termasuk akses pengujian dan protokol, pengumpulan dan penyimpanan data, alat pengawasan dan pelacakan, serta perlakuan diskriminatif terhadap orang yang telah pulih dari Covid-19 semuanya memerlukan perhatian intensif dalam konteks ini.
ADVERTISEMENT
Aksesibilitas Vaksinasi bagi Masyarakat
Penentuan penerima vaksin ini tidak boleh mengecualikan siapa pun secara eksplisit atau implisit atas dasar usia yang lebih tua, kecacatan, ras, jenis kelamin, status migrasi atau kriteria diskriminatif lainnya, dan harus dilakukan secara adil, transparan, inklusif dan proses yang akuntabel. Berdasarkan data dari Kemenkes, vaksinasi awal yang dilakukan Indonesia hanya menyediakan 5 juta dosis vaksin. Namun terus berlipat ganda, hingga akhir tahun 2021 jumlah pasokan vaksin mencapai 370 juta dosis vaksin. Hal tersebut telah menjawab permasalahan vaksinasi keseluruhan yang merata bagi orang-orang dalam pengaturan kelembagaan seperti panti jompo, lembaga psikiatri, rumah bagi penyandang disabilitas, tempat penampungan tunawisma, pusat penahanan imigrasi dan penjara, dimasukkan tanpa diskriminasi dalam kebijakan dan rencana distribusi vaksin.
ADVERTISEMENT
Selain menggencarkan pasokan vaksin, penangan Covid-19 juga dibantu oleh WHO dengan memberikan pasokan 700 konsentrator oksigen dan Google menyumbangkan Rp14 miliar untuk pasokan oksigen. Kedua pihak tersebut memberikan dukungan kepada Pemerintah Indonesia dalam peningkatan fasilitas kesehatan dalam menangani Covid-19 serta penelitian berkelanjutan terkait vaksin dan penyakit lainnya. Hal tersebut mendorong komitmen negara untuk mendukung penelitian dan pengembangan vaksin serta obat-obatan, juga tindakan pencegahan dan pengobatan untuk penyakit menular, terutama yang berdampak tidak proporsional.
Disamping itu, akses non-diskriminatif terhadap informasi kesehatan yang akurat sangat penting untuk dipenuhi. Arus informasi yang bebas harus difasilitasi dalam lingkungan yang aman dan tanpa ancaman atau sanksi. Informasi yang relevan tentang pandemi dan respons COVID-19 harus menjangkau semua orang, tanpa kecuali. Hal ini membutuhkan penyediaan informasi dalam format dan bahasa yang mudah dipahami, termasuk bahasa asli dan bahasa minoritas nasional atau etnis, dan agama. Ini juga membutuhkan penyesuaian informasi untuk orang-orang dengan kebutuhan khusus, termasuk tunanetra dan tunarungu, dan menjangkau mereka yang memiliki kemampuan membaca terbatas atau tidak sama sekali atau tanpa akses internet.
ADVERTISEMENT
Urgensi Pelaksanaan Vaksinasi dan Pemenuhan Hak, Bukan Privilese
Vaksin sebagai salah satu instrumen vital dan penting dalam upaya perlindungan bagi warga negara perlu diwujudkan dalam rangka memenuhi dan melindungi hak atas kesehatan dari masyarakat agar tidak melanggar prinsip hak asasi manusia. Pemenuhan vaksinasi bagi setiap warga negara perlu pemerintah fokuskan pada pasca vaksinasi bukan hanya pada proses implementasi vaksinasi yang berlangsung. Pendistribusian vaksin juga perlu diawasi secara langsung oleh pemerintah agar tidak dijadikan barang komoditas maupun privilese bagi segelintir orang.
Pentingnya vaksinasi sebagai salah satu upaya untuk penanggulangan virus Corona tidak boleh bertentangan terhadap hak masyarakat atas kesehatan pada masa pada saat ini. Masyarakat telah mengalami berbagai permasalahan baik ekonomi maupun sosial karena adanya pandemi Covid-19, sehingga kurang tepat apabila pemerintah membebankan biaya vaksin kepada masyarakat. Hal ini tentu menyalahi pemenuhan hak yang seharusnya diterima oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Vaksinasi melihat melalui perspektif HAM sejalan dengan kewajiban warga negara terhadap program vaksinasi covid-19 dalam rangka pencapaian derajat kesehatan bagi setiap orang. Melalui vaksinasi Pemerintah melakukan upayanya untuk melindungi dan memberikan keselamatan terhadap warga negaranya selaras dengan adagium hukum yaitu salus populi suprema lex esto di mana keselamatan warga negara merupakan salah satu hukum yang tertinggi bagi pemerintah dengan memberikan jaminan konstitusional terhadap hak hidup dan hak kesehatan bagi masyarakat.
Dalam rangka mencapai kesehatan yang layak terhadap masyarakat secara keseluruhan maka diperlukan sanksi masyarakat yang menolak untuk divaksinasi. Ketentuan ini telah tercantum dalam beberapa perundang-undangan seperti UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pada Pasal 93, Peraturan Presiden No. 14/2021 juncto Perpres No.99/2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Peraturan tersebut dijadikan pedoman untuk memperkokoh kesejahteraan masyarakat terutama mengenai pemenuhan hak bagi pelaksanaan vaksinasi.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang menolak vaksinasi dapat memperlambat pemulihan pasca pandemi dalam bidang kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan upaya atau tindakan persuasif dengan memberikan edukasi terkait pelaksanaan vaksinasi dan mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi pandemi. Kepatuhan masyarakat terhadap vaksinasi secara tidak langsung akan berdampak pada pemulihan berbagai sektor negara.