Pilkada Damai Di Tengah Pandemi Covid-19

Faisal Dudayef
Pendidikan Sosiologi (S1) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa , Ilmu Komunikasi Digital (S1) Universitas Insan Cita Indonesia (UICI). Ilmu Komunikasi (S2) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Konten dari Pengguna
10 September 2020 7:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Dudayef tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejarah dan perkembangannya, Indonesia menganut sistem demokrasi langsung. Dimana rakyat menjadi penentu pada setiap perhelatan pesta demokrasi. Untuk kesekian kalinya di 9 Provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, totalnya sebanyak 270 daerah akan melaksanakan pemilihan kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Catatan penting dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, karena pelaksanaan Pilkada dalam suasana pandemi COVID-19. Di beberapa daerah yang melaksanakan Pilkada trend penyebaran COVID-19 mengalami peningkatan. Kondisi ini beresiko tinggi pada kesehatan dan keselamatan penyelenggara, peserta dan masyarakat sebagai pemilih.
Dilansir laman resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 covid19.go.id per 8 September 2020, telah terkonfirmasi kasus Positif 200.035 kasus, sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 8.2230 serta yang berhasil sembuh 142.958. Berdasarkan analisa Lembaga Deep Knowledge Group Pandemi yang di muat di potral berita kompas.com 7 September 2020 virus dikenal corona saat ini terus menular di negara-negara berkembang dengan kawasan Asia. Kondisi ini diperkirakan akan memasuki gelombang kedua.
Kasus penularan virus yang berasal dari china itu perkembanganannya rata-rata mengalami peningkatan hampir empat kali lipat, sementara di negara kawasan Asia saat ini peningkatannya sudah hampir tujuh kali lipat, lebih buruk dari negara-negara di kawasan Amerika Selatan.
ADVERTISEMENT
Data di atas menunjukkan, pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 harus mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Terutama, bagi penyelanggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) serta calon kepala daerah agar menetapkan standar kesehatan berstandar tinggi. Tujuannya, agar pelaksanaan Pilkada tidak menjadi gelombang baru dan membuat cluster baru eskalasi kasus Covid-19 di tanah air terus meningkat.
Belajar Dari Korea Selatan
Warga Korsel menggunakan hak pilih mereka lebih diri pada 10 April menjelang pemilu pada 15 April 2020. (Foto: Jung Yeon-je/AFP/Getty/Medcom.id)
Dalam situasi seperti ini, KPU sebagai penyelenggara Pilkada, dituntut mampu menavigasikan tiap tahapan Pilkada dengan penerapan protokol kesehatan, termasuk mitigasi risiko guna mengurangi ketakutan orang akan infeksi virus COVID-19. Penyebaran wabah ini, sangat berdampak pada layanan publik maupun peristiwa-peristiwa rutin bagian integral dari masyarakat seperti proses Pilkada.
ADVERTISEMENT
Indonesia bukan satu-satunya negara yang melaksanakan "Pesta Demokrasi 5 Tahunan", per 23 April 2020 Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) mencatat 51 negara menunda pemilu. Serta 17 negara di antaranya menunda pemilu nasional. IDEA juga mencatat bahwa 8 negara menyelenggarakan pemilu di tengah Pandemi. Salah satunya Korea Selatan atau Korsel yang menyelenggarakan pemilu DPR pada 15 April 2020 yang lalu.
Dengan sekitar 10 ribu lebih orang positif Covid-19, Korsel justru berhasil mencetak angka Pemilu terbaik sejak 1992. Angka partisipasinya sebesar 66 persen meningkat 8,1 persen dari tahun sebelumnya. Dalam pemilu Korsel, dari 35 partai yang menjadi kandidat, Partai Minjoo atau Demokrat Partai pimpinan Presiden Moon Jae-in juga sebagai petahana mendapat perolehan kursi terbanyak di negeri Gingseng itu. Sementara, di posisi kedua direbut oleh partai oposisi yakni Partai Bersatu Masa Depan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Katadata.com, alasan suksesnya Korsel melaksanakan pemilunya, Pertama, Pemilu di Korsel dibawah National Election Comission (NEC) atau pembuat peraturan dan teknis pelaksanaan seluruh tahapan pemilu. Teknis yang digunakan dalam keadaan darurat adalah pemungutan awal sebelum hari pencoblosan dan pemilihan melalui surat. Keduanya telah diatur jauh hari sebelum masa pandemi. Pada praktiknya, pemilih bisa mencoblos dua hari sebelum hari H agar tidak terjadi penumpukan orang di tempat pemungutan suara (TPS).
Kedua Pemilu DPR ini pemilihan awal dilakukan pada 13 April atau dua hari sebelum hari H. Sementara memilih melalui surat adalah dengan mengisi blanko surat suara dari rumah, kemudian dikirim melalui kotak pos ke alamat otoritas pemilu. Keduanya pun berhasil mencegah penumpukan massa di tengah pandemi corona.
ADVERTISEMENT
Ketiga Korsel memiliki anggaran pemilu memadai untuk menopang berjalannya sistem. Dalam pemilu kali ini, terlihat dari pembuatan TPS baru di sekitar tempat isolasi pasien covid-19 yang tanpa kendala. Terakhir, keempat penyediaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas pemilu, hand sanitizer, pengukur suhu tubuh, dan perlengkapan lain yang bisa mencegah corona secara massif.
Hasilnya, seperti diberitakan BBC, para pemilih yang datang ke TPS merasa aman. Pengecekan suhu bisa dilakukan di tiap TPS. Bagi yang memiliki suhu di atas 37,5 derajat celcius akan dipindahkan ke tempat khusus.
IDEA juga berpendapat, salah satu kesuksesan Korsel dalam melaksanakan Pemilu Nasional, hadirnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara. Mereka yakin pemilu kali ini berjalan dengan lancar dan tak menyebabkan penyebaran baru corona. Ditambah juga dengan apresiasi dunia terhatap langkah Korsel menangani pandemi.
ADVERTISEMENT
Menurut IDEA, hal itu membuat situasi politik kian kondusif dan masyarakat semakin bersemangat memilih. Sebab, masyarakat menjadi memiliki kebanggaan untuk menjadi bagian dari kesuksesan pesta demokrasi di negaranya. Mungkin saja hal tersebut yang mendorong Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan Indonesia perlu belajar pada Korsel saat penyelenggaraan pilkada serentak Desember mendatang.
Lawan Ujaran Kebencian dan Hoaks
6 September 2020 Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) telah resmi menutup pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020. Di Provinsi Banten ada empat daerah yang menggelar Pilkada, yakni Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Tanggerang Selatan (Tangsel) dan Kabupaten Pandeglang.
Berdasrakan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Pilkada Serentak 2020 yang dikeluarkan Bawaslu, seperti dilansir portal media Republika.co.id (24/6). Bawaslu mengindikasikan Pilkada di Kota Tangsel masuk kategori paling rawan penyebaran wabah Covid-19 dengan poin 61,86. Disusul Kabupaten Serang 53,39 poin, disusul Kabupaten Pandeglang 50,00 poin, dan Kota Cilegon 45,70 poin.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Kabupaten Serang dikutip dari laman resmi serangkab.bawaslu.go.id (6/2) menjadi daerah dengan tingkat kerawanan tertinggi se-pulau Jawa, dan peringkat ke 13 se-Indonesia dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2020. Hasil penelitian Bawaslu, Kabupaten Serang secara keseluruhan mendapat skor 66,04 dan berada dalam level 6. Artinya, seluruh indikator kerawanan Pilkada berpotensi terjadi.
Secara spesifik, kerawanan Pilkada di Kabupaten Serang berada dalam dimensi Kontestasi dengan skor 69,96 , dengan indikator hak politik, proses pencalonan dan kampanye calon. Namun selain itu, ada beberapa indikator kerawanan dalam 4 (empat) dimensi lain yang menjadikan Kabupaten Serang sebagai daerah paling rawan se-pulau Jawa.
Selanjutnya, penggunaan layanan Internet saat ini sudah menjadi kebutuhan. Tidak terkecuali masyarakat daerah. Menurut riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social berjudul "Global Digital Reports 2020", melaporkan bahwa hampir sekitar 64 persen penduduk di Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet.
ADVERTISEMENT
Dirilis portal berita kumparan.com 21 Februari 2020, selama 2019 pengguna internet di Indonesia yang berusia 16 hingga 64 tahun memiliki waktu rata-rata selama 7 jam 59 menit per hari. Angka tersebut melampaui rata-rata global dengan hanya menghabiskan waktu 6 jam 43 menit di internet per hari. Uniknya, rata-rata penduduk Indonesia memilik sekitar 10 akun media sosial per orang, baik aktif maupun tidak aktif menggunakannya. Sementara 65 persen pengguna media sosial di Indonesia memanfaatkan platform untuk bekerja.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten menyebutkan, 70,60 persen masyarakat Banten atau sekitar 8.615.422 jiwa memiliki telepon seluler alias handphone (HP) selama kurun tiga bulan terakhir pada 2017. Angka tersebut merujuk pada jumlah penduduk Banten pada 2016 yang mencapai 12.203.148 jiwa.
ADVERTISEMENT
Kota Tangerang Selatan menjadi wilayah dengan masyarakat terbanyak menggunakan HP, yakni mencapai 82,81 persen, disusul Kota Cilegon 78,66 persen, Kota Tangerang 78,20 persen. Sebaliknya, Lebak dan Pandeglang menjadi wilayah yang penduduknya sedikit memiliki HP.
BPS juga merilis tingkat aksesibilitas internet warga Banten yang mencapai 37,46 persen atau sekira 4.571.299 jiwa. Kota Tangsel juga menempati posisi teratas yang penduduknya mengakses internet, yakni 66,84 persen. Disusul Kota Tangerang mencapai 51, 49. Lebak dan Pandeglang tetap di posisi buncit aksesibilitas internet ini.
Dari jumlah 4.571.299 jiwa pengguna internet di Banten, hampir seluruhnya, yakni 94,46 persen mengakses internet melalui telepon seluler; 23,20 persen mengakses dengan menggunakan laptop/ notebook, dan 17,10 persen mengakses internet lewat personal computer (PC) atau desktop.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini memperngaruhi, maraknya penggunaan Media sosial (medsos) alternatif menjadi media kampanye paling efektif dalam kontestasi politik seperti Pilkada. Baik untuk menjaring simpati calon pemilih, termasuk menyerang lawan politik. Dalam kacamata penulis beberapa pekan belakangan marak pesan medsos bernada provokatif dan permusuhan. Ada kesan hoax industry atau industri hoaks sengaja dibuat untuk menggiring presepsi padahal memancing emosi berujung pada perpecahan.
Lucunya, pengguna medsos saat ini terlalu abstrak melihat fenomena sosial. Kondisi ini mengarah pada tindakan ujaran kebencian. Dimana pesan dikirim ulang dan terus diterima, tanpa proses verifikasi maka berpotensi dianggap sebuah kebenaran. Oleh karena itu, hoaks dan ujaran kebencian perlu mendapatkan treatment khusus sehingga tidak terjadi konflik horizontal di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bijak Menggunakan Media Sosial
Berita hoaks yang menyebar di tengah masyarakat lewat media sosial atau portal-portal berita, menimbulkan keresahan masyarakat terlebih ditengah pesta demokrasi dan Pandemi terkadang membuat masyarakat resah. Kemunculan ujaran kebencian serta Hoaks di media Sosial menimbulkan segregasi kuat di tengah masyarakat yang berakibat menghabiskan energi cukup besar untuk sekadar berdebat di dunia maya.
Lahirnya new media menciptakan internet sebagai wadah mempermudah masyarakat mendapatkan informasi. Informasi didapat pun tidak hanya berisi kejadian di sekitar masyarakat, tak terkecuali pada generasi milenial. Internet tak hanya berfungsi sebagai penyedia informasi semata.
Bukankah ketika catatan "Apa yang anda pikirkan?" sering kita temukan sebelum membuat status di facebook. Jika diterjemahkan ke hal yang positif, dimana pengguna lain agar tidak terpancing melakukan 'pelanggaran' dalam bersosial media.
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 28 dijelaskan pada ayat (1) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, (2) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Sejatinya setiap orang membutuhkan informasi untuk keberlangsungan hidupnya. Informasi sangatlah berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan orang-orang yang hidupnya di penjara sekalipun, memerlukan informasi yang terjadi di dunia luar.
Salah satu alasan mengapa setiap orang memerlukan infomasi adalah untuk meningkatkan wawasan mereka, serta menambah edukasi bagi keberlangsungan hidupnya. Lantas, apabila saat ini kita hidup di generasi milenial yang memiliki karakter sebagai pembaca yang pasif, bagaimana kita mendapatkan informasi yang baik, yang dapat berguna meningkatkan wawasan dan edukasi bagi diri kita sendiri?
ADVERTISEMENT
Meskipun saat ini kita dimudahkan mendapatkan informasi, kita harus memiliki sikap yang bijak serta pola berpikir kritis, agar kita mampu menyaring informasi mana saja yang memiliki nilai positif, dan membuang informasi yang dianggap tidak layak untuk kita konsumsi. (*)