Konten dari Pengguna

Menengok pengelolaan pulau-pulau kecil di Singapura

Faisal Rachman
Diplomat Indonesia
22 Februari 2019 17:01 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Rachman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apabila kita berbicara mengenai pulau di Singapura, maka yang pertama kali terlintas di pikiran kita adalah pulau Singapura itu sendiri. Selama ini, pada umumnya kita mengenal Singapura sebagai sebuah pulau kecil yang terletak di antara Malaysia dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pulau utama Singapura sebetulnya sejak lama dikenal sebagai pulau Ujong oleh orang-orang Melayu, mengingat letaknya yang berada di ujung Semenanjung Malaya.
Apabila kita kemudian berbicara mengenai pulau lain di luar pulau Singapura, maka yang terlintas adalah pulau Sentosa, yang terkenal sebagai resort wisata bagi banyak wisatawan mancanegara termasuk dari Indonesia.
Namun, tahukah anda apabila negara yang hanya sepelemparan batu dari Indonesia ini memiliki sekitar 60 pulau kecil? Pemerintah Singapura yang paham betul mengenai keterbatasan lahan di negaranya mengelola pulau-pulau tersebut dengan perencanaan yang patut dicontoh oleh negara-negara lainnya.
Mari kita lihat beberapa pengelolaan menarik dari pulau-pulau kecil tersebut oleh Pemerintah Singapura.
ADVERTISEMENT
Pulau Jurong terletak di seberang pantai Kawasan Industri Jurong dan sebelah Barat Daya Singapura. Pulau ini tadinya adalah 7 pulau kecil terpisah yang kemudian disatukan melalui reklamasi tanah. Yang sangat menarik dari pulau ini adalah penggunaannya yang secara spesifik diperuntukan bagi kilang-kilang penyulingan minyak.
Ekspor produk-produk minyak merupakan salah satu pemasukan utama Singapura selain komputer dan produk-produk elektronik (di tahun 2016 saat saya masih tinggal di Singapura, ekspor produk minyak tersebut mencapai 11,8 persen dari total ekspor Singapura).
Minyak mentah tersebut didatangkan dari negara-negara lain dan kemudian disuling di pulau ini di mana raksasa-raksasa minyak dunia seperti Shell, BP, ExxonMobil, Chevron sampai perusahaan minyak lokal Singapura, SPC memiliki kilang-kilang minyak di pulau yang dijaga ketat oleh Tentara Singapura ini.
Pulau Jurong di waktu sore. Menara-menara kilang minyak terlihat dari kejauhan (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Di sebelah timur pulau Singapura terdapat pulau Ubin yang menawarkan pemandangan yang sangat kontras dengan Singapura, yang umumnya didominasi oleh gedung-gedung perkantoran modern, apartemen-apartemen menjulang, jalan-jalan yang dijejali oleh kendaraan bermotor, serta ramai orang-orang yang lalu lalang.
Pulau Ubin adalah tempat terakhir di Singapura di mana kita bisa merasakan keadaan Singapura seperti tahun 1960-an saat masih didominasi oleh kampung-kampung orang Melayu dan Tionghoa.
Setiap akhir pekan, ramai warga Singapura atau wisatawan asing yang menyeberang dengan kapal motor dari Changi, untuk kemudian menyewa sepeda atau jalan-jalan mengitari pulau yang masih dipenuhi hutan belukar dan danau-danau yang terbentuk dari bekas galian tambang granit yang sudah tidak terpakai.
Di pulau ini kita bisa dengan mudah berpapasan dengan elang, kakatua, burung rangkong, biawak, monyet, bahkan babi hutan. Pemerintah Singapura menjadikan pulau Ubin sebagai cagar alam yang tidak akan terkena rencana pembangunan apapun dalam 100 tahun ke depan.
Salah satu rumah kampung yang masih dapat ditemui di Pulau Ubin. Kalau anda melihat foto ini anda pasti tidak akan percaya kalau ini masih di Singapura (Foto: Dok. Pribadi)
Dengan menyewa sepeda kurang dari 10 Dolar Singapura (kurang lebih 100 ribu Rupiah) kita bisa berkeliling Pulau Ubin sepuasnya (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Singapura terkenal akan kebersihannya. Apabila kita berjalan di jalan-jalan utama seperti di Orchard atau sekitar Marina Bay, kita akan susah menemukan sampah.
Singapura menerapkan aturan yang ketat soal sampah, selain denda 300 dolar Singapura (sekitar Rp 3 juta) bagi pembuang sampah sembarangan, negara ini juga terkenal dengan larangan penjualan permen karet.
Namun di luar itu semua, pernahkan kita berpikir dengan lahan tanah yang sedemikian kecil ini di manakah sampah-sampah yang dikumpulkan dari seluruh pelosok Singapura berakhir?
Jawabannya, ada di pulau Semakau yang menjadi satu-satunya tempat pembuangan akhir di Singapura. Di pulau ini, sampah-sampah yang telah dibakar hingga menjadi butiran-butiran halus kemudian dikubur dan menyatu dengan pulau ini dan bahkan menambah luas lahan pulau ini.
ADVERTISEMENT
Efisien, bukan? Membuat kita berkhayal bagaimana kalau salah satu pulau di Kepulauan Seribu bisa menjadi TPA untuk kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya seperti Pulau Semakau.
Pulau Semakau (Foto: The New York Times/https://www.nytimes.com/2011/08/16/science/16landfill.html)
Semua pria Singapura yang sehat jasmani dan sudah berusia setidaknya 18 tahun wajib menjalani wajib militer selama 2 tahun.
Sebelum mereka ditempatkan di satuan masing-masing, mereka terlebih dahulu menjalani pelatihan militer dasar (BMT) selama 9 minggu di pulau Tekong tepat di sebelah timur pulau Ubin.
Menurut teman Singapura saya, masa-masa pelatihan di BMT merupakan masa-masa tidak terlupakan bagi semua pria Singapura. Di sana rasa bela negara, kebersamaan, dan nasionalisme Singapura yang melintasi batas etnis dan agama benar-benar ditumbuhkan.
ADVERTISEMENT
Pulau yang dikelola oleh Tentara Singapura ini dapat terlihat jelas apabila pesawat yang kita tumpangi hendak mendarat di Bandara Changi, Singapura dari arah timur.
Selain pulau Tekong ini, Tentara Singapura juga memiliki fasilitas dok dan landasan pesawat tempur di pulau lain yakni pulau Sudong, pulau kecil di Selat Singapura yang digunakan sebagai tempat latihan menembak.
Pulau Tekong nampak dari menara pengintai di Pulau Ubin. Hanya militer yang dapat pergi ke pulau tersebut dan harus melalui terminal ferry kecil di Changi (Foto: Dok. Pribadi)
Tidak ada resort wisata seperti di pulau Sentosa atau suasana kampung seperti di pulau Ubin di ketiga pulau ini namun ketiga pulau ini bisa didatangi dalam sekali perjalanan dengan ferry dari Pelabuhan Marina Bay.
Di pulau St. John yang terhubung dengan pulau Lazarus ini, kita bisa melihat gedung-gedung pencakar langit Singapura dari kejauhan sambil menikmati pasir putih dan suasana pantai yang tenang, berenang di laut, atau bahkan memancing ikan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pulau Kusu memiliki keunikan sendiri sebagai tempat yang dikeramatkan oleh semua kaum di Singapura (Tionghoa, Melayu, India, dan lainnya).
Banyak orang berziarah di makam keramat tiga orang Melayu di dekat kelenteng Tionghoa di pulau ini untuk berdoa meminta berkat, dikarunia anak, bahkan sampai nomor lotre (togel).
Pulau-pulau ini terletak tepat di antara pulau Singapura dan pulau Batam. Namun suasananya yang tenang dan tidak banyak orang menjadikannya tempat favorit bagi orang-orang yang ingin melepaskan diri sejenak dari kepenatan hidup Singapura.
Kelenteng Tua Pek Kong di Pulau Kusu. Menurut hikayat Singapura, pulau ini terbentuk dari kura-kura besar yang berubah menjadi pulau untuk menyelamatkan nelayan Tionghoa dan nelayan Melayu yang perahunya karam (Foto: Dok. Pribadi)
Payung dari gereja Katolik dengan tulisan ayat injil, dupa khas kepercayaan orang Tionghoa, dan coretan-coretan nomor togel. Semua ini ada di makam 3 orang Melayu Muslim yang dikeramatkan di Pulau Kusu (Foto: Dok. Pribadi)
Gedung pencakar langit di pusat kota Singapura terlihat dari pantai Pulau St. John (Foto: Dok. Pribadi)
Epilog: Managing Your “Destiny”
Jenderal besar Perancis, Napoleon Buonaparte, konon pernah berkata, “Geografi itu takdir”. Dalam hal ini ada negara yang takdirnya memang memiliki wilayah besar dan ada pula yang wilayahnya kecil.
ADVERTISEMENT
Singapura tidak pasrah begitu saja dengan takdirnya, melainkan memanfaatkan setiap jengkal wilayahnya untuk peruntukan-peruntukan yang jelas, efisien, dan terencana. Dari Singapura kita bisa belajar untuk mengelola sekecil apapun potensi yang diberikan Tuhan kepada kita dengan sebaik mungkin.

ADVERTISEMENT