Konten dari Pengguna

KPK dan Pram

Faisal Djabbar
Pegawai KPK 2005-2021 dan Pemerhati Kebijakan Publik
18 November 2021 14:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Djabbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pramoedya Ananta Toer semasa muda. Foto: Dok. Kementerian Pendidikan
zoom-in-whitePerbesar
Pramoedya Ananta Toer semasa muda. Foto: Dok. Kementerian Pendidikan
ADVERTISEMENT
“Nduk, kok kuburan digusur dan dibikin jalan? Kalau itu akan jadi bebanmu, lebih baik nanti papa dibakar saja”, kata Pram.
ADVERTISEMENT
“Kenapa harus dibakar? Kalau masih mampu menguburkan dan membayar kuburan, saya akan kubur”, balas Astuti Ananta Toer.
Pram menyeru: “bakar, bakar!”
Cuitan bincang antara Pramoedya Ananta Toer dan anaknya itu terjadi 35 tahun lalu. Tepatnya, April 1986. Obrolan itu dikutip dari buku berjudul 1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa, terbitan Lentera Dipantara, 2009.
Saat itu sedang ramai berita pemerintah menggusur tanah kuburan untuk dibangun jalan. Pram menolak upaya penguasa itu. Pram, di usianya yang berangkat menua, tetap semangat menentang penindasan. Hak rakyat tetap jadi fokusnya.
Pramoedya Ananta Toer adalah manusia merdeka. Dia tak mau dijajah oleh penguasa yang menindas. Beliau hidup dalam tiga era: orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Pram melalui tiga kepemimpinan presiden: Soekarno, Soeharto, dan para Presiden pasca-1998.
ADVERTISEMENT
Selama tiga zaman, Pram kerap kritis pada pemerintah. Dia pun sering kali mengalami dinginnya lantai penjara. Pada 1954, bukunya yang baru saja terbit, bertajuk Korupsi, mengakibatkan hubungannya dengan Soekarno memburuk. Kemudian, pada 1960 – 1961, Pram dijebloskan ke penjara Cipinang gara-gara bukunya yang lain, Hoakiau di Indonesia.
Pramoedya Ananta Toer Foto: AP Photo
Selama orde baru, total 14 tahun Pram mengalami pemenjaraan fisik. Penjara tanpa proses pengadilan. Periode pertama, antara 13 Oktober 1965 – Juli 1969, Pram dipenjara di Salemba dan Tangerang. Periode kedua, antara Juli – 16 Agustus 1969, ia dijebloskan ke penjara Pulau Nusa Kambangan. Lalu, periode ketiga, antara Agustus 1969 – 12 November 1979, Pram diasingkan di Pulau Buru. Menjelang pembebasannya, ia ditahan di Magelang pada November sampai 21 Desember 1979.
ADVERTISEMENT
Saat pelepasannya, pada 21 Desember 1979, Pram memperoleh surat pembebasan secara hukum, yang menyatakan dia tak bersalah dan tidak terbukti terlibat G30S/PKI. Meski begitu, beliau masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta sampai 1992. Lalu, tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999. Dia pun wajib lapor satu kali dalam seminggu ke Komando Distrik Militer (Kodim) Jakarta Timur selama sekitar dua tahun.
Akhirnya, pada 30 April 2006, pukul 08.55 wib, Pram wafat saat berumur 81 tahun. Pram percaya pada keadilan, integritas, dan kebenaran. Dalam karya-karyanya, baik itu novel, cerita pendek (cerpen), dan artikel, banyak mengungkapkan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
Pram percaya pada jalan lurus, kejujuran. Karenanya, dia punya integritas. “Pram menceritakan kenyataan dengan alunan kata yang begitu indah dan kuat. Pram seorang penulis yang sangat jujur, berani, dan sangat luar biasa dalam merangkai kata” (Lentera Dipantara, 2009).
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
Lebih jauh, ketika kita teringat KPK, bila melihat dari teropong nilai, para insan KPK sesungguhnya adalah sekumpulan Pramis. Kita mahfum, istilah Pramis merupakan paham yang mengambil sebutannya dari Pramoedya Ananta Toer. Pramis adalah paham yang percaya pada keadilan, integritas, dan kebenaran.
ADVERTISEMENT
Pernyataan bahwa “para insan KPK adalah sekumpulan Pramis” ada basis alasannya. Pertama, nilai-nilai dasar KPK mengedepankan pentingnya keadilan dan integritas. Lalu, dalam upaya penegakan hukum, KPK percaya pada kebenaran. Kemudian, salah satu slogan KPK (yang mungkin amat terkenal) adalah Berani Jujur Hebat.
Jadi, itulah, insan KPK sebenarnya adalah Pramis, karena entitas internalnya senyatanya sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang kukuh oleh Pramoedya.
Karenanya, amatlah dikehendaki, siapa pun mereka yang di dadanya tergantung Kartu Pengenal KPK, wajib mengaktualisasikan sikap dan perilaku yang berkeadilan, berintegritas, kebenaran, dan kejujuran. Sekali lagi: wajib, baik itu Pegawai maupun Komisioner KPK.
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Nilai-nilai KPK dan slogan Berani Jujur Hebat seyogianya bukan cuma basa-basi, bukan omong kosong. Nilai-nilai KPK mestinya bukan semata leaflet yang dipigura dan dipajang di tiap lantai dalam gedung KPK, tapi tanpa ruh aktualisasi.
ADVERTISEMENT
Slogan Berani Jujur Hebat jangan pula sekadar sekumpulan spanduk yang berisi tiga kata tersebut, namun tanpa makna konkrit. Nilai-nilai KPK dan semboyan berani jujur hebat harus menjelma dalam tugas sehari-hari insan KPK. Semoga ini bukan harapan mati.
KPK memasang spanduk bertuliskan Berani Jujur Hebat di jalan-jalan dan di situs KPK agar masyarakat menjalankannya. Sementara itu, apakah insan KPK sendiri sudah mempraktikkannya? Sudahkah mereka yang berada di dalam organisasi KPK mewujudkannya dalam pengelolaan kelembagaan KPK itu sendiri? Ayo jawab terus terang dan jujur.
Selama lebih 18 tahun berdirinya, KPK kerap disibukkan oleh sejumlah pelanggaran kode etik. Ada pegawai-pegawai KPK yang sembrono menabrak aturan kode etik KPK. Apakah dengan begitu KPK harus dibubarkan? Tentu tidak.
ADVERTISEMENT
Insan KPK masih memiliki kesempatan untuk membenahi internal organisasi KPK. Soliditas, karena itu, menjadi amat urgent. Individualitas, dalam pengertian mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok, haruslah dibuang jauh-jauh. Paling tidak itulah harapan yang masih tersisa dari masyarakat.
Ilustrasi Pramoedya Ananta Toer Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan
Sekali lagi, apakah KPK harus bubar? Lembaga ini memang, pada saatnya, harus dibubarkan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa Kepolisian dan Kejaksaan sudah bekerja dengan cara yang luar biasa dalam pemberantasan korupsi, sesuai harapan UU Antikorupsi. Juga, ketika birokrasi telah berfungsi sebagaimana selayaknya, dan tidak terpengaruh intervensi politik kekuasaan.
Tapi, kita tahu, kondisi tadi belum sepenuhnya tercapai. Lembaga penegak hukum lain masih terlihat kurang proaktif dalam upaya pemberangusan tindak pidana korupsi. Pada sisi lain, birokrasi pun belum bekerja sesuai harapan. Masih perlu pembenahan. Sebuah tantangan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Kita ketahui, selain laku kriminal, korupsi adalah pula kejahatan kemanusiaan. Indonesia sedang berada dalam situasi gawat-kecurangan. Pada situasi seperti ini KPK jelas masih dibutuhkan. Sekali lagi, setidaknya itulah asa yang masih muncul dari publik, walaupun mungkin lamat-lamat.
Selain itu, kita pun sudah tahu bahwa publik masih mengandalkan KPK. Institusi anti-rasuah ini barangkali tetap mempunyai dukungan publik yang relatif tinggi. Dukungan publik bagaikan tembok besar yang menghalangi masuknya serbuan-serbuan yang bertubi-tubi dari pihak-pihak yang benci KPK. Singkatnya, publik masih menghajatkan keberadaan KPK.
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
Statemen-statemen di atas merupakan argumentasi-argumentasi tambahan untuk mendukung bahwa KPK tetaplah diperlukan. Namun, memang, untuk tetap mempertahankan kinerja KPK, kita tidak bisa mengandalkan selamanya pada dukungan publik semata. Pembenahan pengelolaan internal organisasi KPK jelas sekali juga menjadi poin penting.
ADVERTISEMENT
Organisasi KPK wajib menjaga dan mempertahankan nilai-nilai integritas, keadilan, dan kejujuran insan KPK. Orang yang baik dapat dijatuhkan oleh sistem yang buruk. Sebab itu, KPK, secara organisasional, dituntut komitmennya membenahi kembali institusinya.
Sekadar mengulang, saya yakin insan KPK, sadar atau tidak sadar, adalah seorang Pramis. Hal ini karena dalam tiap kedirian orang-orang KPK seharusnya sudah tertanam nilai-nilai integritas, kejujuran, dan keadilan, seperti apa yang sudah dipraktikkan oleh sang penulis besar Pramoedya Ananta Toer.
Meskipun begitu, bila institusi KPK tidak lagi menegakkan nilai-nilai keadilan dan integritas, tidak membangun sistem yang kuat dalam pengelolaan SDM, dan tidak menjalankan slogannya sendiri, Jujur itu Hebat, suatu saat dalam waktu yang tidak terlalu lama, KPK akan menjelma organisasi yang sekadar eksis tapi tak bertaring. Ruh pemberantasan korupsi hilang dari KPK.
ADVERTISEMENT