Menanti Bakti Badan Pangan Nasional

Faisal Djabbar
Pegawai KPK 2005-2021 dan Pemerhati Kebijakan Publik
Konten dari Pengguna
19 Januari 2022 13:38 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Djabbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Jokowi meninjau lokasi tanam dan panen di desa Kanigoro, Kec Tumpang, Kab Malang. Kamis (29/4). Foto: Dok. Biro Pers Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi meninjau lokasi tanam dan panen di desa Kanigoro, Kec Tumpang, Kab Malang. Kamis (29/4). Foto: Dok. Biro Pers Setpres
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah akhir tentu berpangkal dari awal. Pada mulanya adalah visi negara melindungi produk pangannya, dengan cara mendirikan Lembaga Pangan. Dia diformalkan lewat mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Alhasil, sepanjang lebih dari delapan tahun bangsa ini menantikan terwujudnya kelembagaan pangan itu.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, setelah tertunda-tunda, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Sebutlah beleid itu dengan tema Perpres Badan Pangan Nasional. Regulasi ini disahkan tanggal 29 Juli 2021.
Pendek kata, UU Pangan yang disahkan tahun 2012 lalu itu dengan sangat tegas mendesak pemerintah untuk membentuk Lembaga Pangan. Barulah kita maklum bahwa pada pertengahan tahun 2021 silam, pemerintahan Jokowi mengeluarkan Perpres Badan Pangan Nasional.
Sebutan awalnya adalah Lembaga Pangan, sesuai UU Pangan. Tapi, kemudian Presiden menamainya Badan Pangan Nasional. Apakah Badan Pangan Nasional selaras dengan Lembaga Pangan?
Sebelum mengurai apa saja tujuan, tugas, dan fungsi Badan Pangan Nasional, akan lebih elok bila ditelaah terlebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan Lembaga Pangan berdasarkan UU Pangan. Dengan begitu, dapatlah nantinya dinilai apakah pembentukan Badan Pangan Nasional yang sekarang sesuai dengan apa yang diamanatkan UU Pangan yang dulu.
Presiden Jokowi meninjau lokasi tanam dan panen di desa Kanigoro, Kec Tumpang, Kab Malang. Kamis (29/4). Foto: Dok. Biro Pers Setpres
Pertimbangan penerbitan Perpres Badan Pangan Nasional adalah dalam rangka melaksanakan Pasal 129 UU Pangan yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 sampai Pasal 128 diatur dengan Peraturan Presiden.”
ADVERTISEMENT
Pasal 126 dalam UU Pangan itu sendiri mengamanatkan, “Dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.”

Lantas, apa itu kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan?

Ilustrasi pedagang sembako. Foto: ANTARA FOTO / Makna Zaezar
UU Pangan mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan, di mana kebijakan pangan ini akan dapat menjamin hak atas pangan bagi rakyat, serta akan bisa memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Kemudian, dalam UU Pangan, istilah kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri, di mana produksi ini dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
ADVERTISEMENT
Lalu, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau. Selain itu juga tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Berikutnya, dalam Pasal 127 UU Pangan tertulis bahwa “Lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan.”
Pasal 128 UU Pangan selanjutnya menyebutkan, “Lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.”
ADVERTISEMENT
Jika menilik kembali UU Pangan, Lembaga Pangan semestinya sudah harus berdiri pada tahun 2015. Atau, tiga tahun sejak disahkannya UU Pangan tersebut. Perintah ini tertuang kentara dalam Pasal 151, yang berbunyi “Lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 harus telah terbentuk paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Jadi, atas dasar tafsiran pasal-pasal dari UU Pangan di atas, Lembaga Pangan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, di mana lembaga ini bertugas menentukan kebijakan pangan dan melaksanakan kebijakan pangan guna menjamin kepastian produksi dan menjaga pemenuhan konsumsi pangan lokal.
Kemudian, sesuai Pasal 128 UU Pangan, Lembaga Pangan bisa meminta Presiden menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pangan untuk menyelenggarakan produksi, mencadangkan (menyimpan pasokan), dan mendistribusikan pangan.
ADVERTISEMENT
Maka, sekarang, bagaimana rupa Badan Pangan Nasional yang diatur dalam Perpres Nomor 66 Tahun 2021 ini? Apakah selaras dengan UU Pangan Nomor 18/2012?
Pasal 1 Perpres Badan Pangan Nasional menyebutkan, “Badan Pangan Nasional merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.”
Pasal 3 menuturkan sejumlah fungsi Badan Pangan Nasional. Ada setidaknya lima fungsi yang substansial dan strategis, yang terkait kepentingan masyarakat bangsa di bidang pangan.
Satu, Badan Pangan Nasional melakukan koordinasi, perumusan, penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan.
Dua, Badan Pangan Nasional melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah, melalui BUMN di bidang pangan.
ADVERTISEMENT
Tiga, Badan Pangan Nasional melangsungkan pengendalian kerawanan pangan dan pengawasan pemenuhan persyaratan gizi pangan.
Empat, Badan Pangan Nasional mengadakan pengembangan dan pemantapan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan, serta pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar.
Lima, Badan Pangan Nasional menjalankan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan di bidang pangan, serta mengembangkan Sistem Informasi Pangan.
Sejauh ini, terlihat bahwa tugas dan fungsi Lembaga Pangan dalam UU Pangan Tahun 2012 relatif serupa dengan tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional dalam Perpres Badan Pangan Nasional Tahun 2021.
Namun, lebih jauh, ada satu hal yang relatif berbeda antara Lembaga Pangan dalam amanat UU Pangan dengan Badan Pangan Nasional dalam Perpres 66/2021. Kontras tersebut adalah pada penyebutan jenis-jenis pangan. UU Pangan tidak menyebutkan dengan rinci rupa-rupa pangan. Sementara, dalam Perpres Badan Pangan Nasional, macam-macam pangan itu disebutkan dengan detail.
ADVERTISEMENT
Jenis-jenis pangan tersebut ialah beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia (seperti daging kerbau, sapi, dan kambing), daging unggas, dan cabai. Tanggung jawab Badan Pangan Nasional untuk mengawal berbagai genre pangan ini terlihat sangat ekstensif.
Yang juga menambah luas kewenangan Badan Pangan Nasional, yang tak diatur dalam otoritas Lembaga Pangan dulu, adalah apa yang tertulis di Pasal 29 Perpres 66/2021, yakni “Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara menguasakan kepada Kepala Badan Pangan Nasional untuk memutuskan penugasan Perusahaan Umum BULOG (Badan Urusan Logistik) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pangan nasional.” Ringkasnya, Badan Pangan Nasional dapat menugaskan BULOG untuk melaksanakan kebijakan Kepala Badan Pangan Nasional.
Bawang putih jenis kating asal Tiongkok yang dijual pedagang di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur. Foto: Antara/Devi Nindy
Walhasil, Perpres 66/2021 relatif menyeluruh mengatur kewenangan kelembagaan pangan yang bernama Badan Pangan Nasional. Kewenangan yang solid dan independen untuk sebuah kelembagaan pangan tentunya sangat dibutuhkan oleh negeri dengan jumlah penduduk yang banyak seperti Indonesia, di mana konsumsi pangan amatlah besar. Kuasa Badan Pangan Nasional relatif luas dan besar.
ADVERTISEMENT
Namun, kuasa yang besar ini haruslah dijaga secermat-cermatnya. Potensi korupsi atau kecurangan dalam menjalankan Badan Pangan Nasional tentu saja amat besar. Harapan masyarakat, tentu saja, adalah organisasi ini akan membawa kesentosaan pangan, mulai hulu sampai hilir, sejak petani hingga konsumen. Karenanya, cengkeraman politik kekuasaan harus dijauhkan dari Badan Pangan Nasional.
Sisi lain, tepatlah apa yang pernah ditulis Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa (Agrimedia, Volume 20, Nomor 1, Juni 2015). Menurutnya, kelembagaan pangan perlu memiliki tugas dan kewenangan yang jauh melewati BULOG, serta mempunyai kedudukan institusional yang setara dengan Kementerian. Kita tahu, Perpres 66/2021 telah mengatur bahwa Badan Pangan Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pengalaman negara-negara dengan penduduk besar, tulis Profesor Dwi Andreas, menunjukkan bahwa mereka membutuhkan kelembagaan pangan yang kuat. Pengelolaan pangan di negara-negara berpenduduk banyak tersebut perlu diintervensi dengan kukuh oleh pemerintahnya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, lanjutnya, kebijakan pangan pemerintah harusnya tidak diintegrasikan secara masif ke rezim pangan internasional, sehingga isu liberalisasi sektor pangan bisa dikendalikan secara ketat. Pemerintah semestinya melindungi pangan lokal.
“Sudah saatnya Indonesia memiliki suatu Lembaga Pangan yang kuat, independen, dan pejal dari berbagai kepentingan kementerian-kementerian, lembaga legislatif dan lembaga lainnya, serta swasta. Undang Undang tentang pangan telah mengamatkan hal tersebut,” tambah Profesor Dwi Andreas (2015).
Selain itu, tegasnya, pembenahan kelembagaan pangan takkan berdampak positif bila sisi produksi tidak dibenahi. Kebijakan yang cuma berkonsentrasi ke peningkatan produksi pangan terbukti gagal. Kebijakan harus difokuskan ke peningkatan kesejahteraan petani. Dengan menaiknya kesejahteraan petani, produksi pangan secara otomatis meningkat, cadangan pangan pemerintah meningkat, dan harga pangan bisa distabilkan.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, tulisan ini ingin mengakhiri dengan semacam peringatan. Sebuah peraturan yang baik dan elok hanya akan menjadi indah di atas kertas apabila tiada penegakan aturan yang tegas dan konsisten di lapangan. Semoga Badan Pangan Nasional sanggup diimplementasikan dengan tepat dan lurus-hati demi kesejahteraan petani dan masyarakat.