Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Untuk KPK: Sekadar Catatan Pengingat
28 Desember 2021 18:15 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Faisal Djabbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
KPK berulang tahun ke-18 pada 29 Desember 2021. Di bawah ini adalah catatan kecil sekadar menilik ulang lintasan memori KPK selama hampir dua dasawarsa terakhir.
ADVERTISEMENT
Pada mulanya adalah 29 Desember 2003. Lima pimpinan terpilih KPK baru selesai bersumpah. Sebuah sumpah di depan rakyat Indonesia. Sebuah kaul di hadapan jutaan mata, juga hati.
Pimpinan KPK ketika itu berjanji sungguh-sungguh melaksanakan tugas. Tak menerima janji atau pemberian siapa pun. Berjanji menjalankannya secara objektif, jujur, berani, adil. Tak membedakan jabatan, suku, agama, ras, dan gender. Bernazar pula tak terpengaruh campur tangan siapa pun. Seiring janji, tugas berat menunggu.
Pimpinan awal KPK datang dari latar berbeda: pensiunan polisi, akuntan senior, mantan deputi BPKP, jaksa, dan mantan direktur utama satu BUMN. Kelimanya tentu sadar sepenuhnya keanekaragaman itu. Karenanya, yang pertama dilakukan adalah saling memahami, menyamakan persepsi, dan membangun kebersamaan. Hal ini mesti dilalui mengingat KPK mesti beranjak dari titik nol. Memulai dari awal. Termasuk soal pendanaan.
ADVERTISEMENT
KPK awal mendapat gelontoran dana dari APBN. Tapi, pencairan dana APBN memang melahap masa, butuh waktu. Karena itu, kantor masih belum ada. Walhasil, mereka tak punya tempat kerja tetap. Kantor dengan sarana dan staf pendukung masih angan. Sementara, desakan publik untuk cepat menindak koruptor kian sulit terbendung.
Kerja pun berlangsung nomaden. Berpindah-pindah. Dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu bangku restoran ke bangku restoran lain. Menurut seorang wakil ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, janji-janji pertemuan dibuat lewat telepon genggam dan layanan pesan singkat (short message service). Setelah sepakat bertemu di satu tempat, dibincangkanlah rancangan organisasi KPK.
Akhirnya, tawaran datang untuk meminjam-pakai separuh gedung di Jalan Veteran III Jakarta Pusat. Di sanalah kelimanya menggelar diskusi-diskusi panjang. Menggodok strategi pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Tempat telah tersedia. Masalah lain menghampiri: mengisinya dengan peralatan kantor dan pegawai. Tak dinyana, KPK mendapat pegawai bantuan sementara dari instansi pemerintah. Ditambah juga dengan para mantan pegawai KPKPN yang berintegrasi ke KPK. KPKPN adalah Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, yang saat itu, baru saja dibubarkan. Selanjutnya, Pimpinan merekrut empat deputi dan 12 direktur demi memperlancar tugas KPK ke depan.
Pimpinan saat itu kemudian membentuk dasar, membangun organisasi, dan menentukan strategi pemberantasan korupsi. Di masa kepemimpinan KPK dulu, strategi pemberantasan korupsi KPK termaktub dalam empat ranah utama, yaitu pembenahan kelembagaan KPK, upaya penindakan, pencegahan korupsi, dan menggalang peran masyarakat memberantas korupsi.
Empat strategi tersebut masih dilanjutkan oleh Pimpinan-Pimpinan KPK era selanjutnya, setidaknya sampai periode 2011-2015. Oleh karenanya, KPK, sebagai sebuah organisasi, harus meneruskan usaha pembenahan kelembagaan KPK, penguatan upaya penindakan, peningkatan pola pencegahan korupsi, dan melanjutkan penggalangan peran masyarakat memberantas korupsi.
ADVERTISEMENT
Pertama, pembenahan kelembagaan KPK. Penguatan lembaga merupakan proses yang berkelanjutan. Sebagai sebuah proses, ia mesti harus terus dikembangkan. Dalam konteks tersebut, kualitas pengelolaan SDM menjadi sebuah ukuran paling mudah untuk menilai sejauh mana komitmen KPK melakukan proses penguatan lembaga.
Kedua, memerangi pelaku korupsi. Menindak perkara korupsi berskala besar. Sasaran pada aparat penegak hukum dan penyelenggara negara yang menggasak keuangan negara dalam jumlah bombastis. Diharapkan strategi ini menimbulkan dampak luas dalam membangun citra penegakan hukum di Indonesia.
Ketiga, pencegahan korupsi. Hal ini guna mendukung upaya penindakan. Tentu, mencegah korupsi dimulai dari memotong keinginan korupsi. Caranya, menggalang sejumlah kerjasama dengan institusi pendidikan dan lembaga lain, menggalakkan pendidikan antikorupsi. Termasuk mendorong pemerintah mewujudkan reformasi birokrasi.
ADVERTISEMENT
Keempat, menggalang keikutsertaan masyarakat. Sadar atau tidak, membebaskan bangsa yang korup dari korupsi adalah pekerjaan maha besar. Mustahil KPK jalan sendiri, soliter dalam membasmi korupsi. Karena itu, butuh peran serta publik, dukungan masyarakat. Dengan begitu akan timbul upaya masif segenap rakyat nusantara melawan kanker korupsi.
Lalu, setelah berjuang sekian tahun membangun kelembagaan KPK, menindak dan mencegah korupsi, serta membina dukungan publik, bagaimana dengan KPK muta-akhir sekarang?
Kondisi yang terjadi saat ini sangatlah jelas, yakni rivalitas antara kekuatan upaya pemberantasan korupsi dengan para koruptor (dan, para pendukung koruptor). Pertarungan pegawai KPK dengan sistem yang korup dan bandit, serta dengan mereka yang sedia memanggul koruptor.
Idealisme versus realita
Lantas, setelah sekian belas tahun, berikutnya adalah pertanyaan: mungkinkah idealisme pegawai KPK telah luntur? Mungkin saja. Tapi, saya adalah orang yang tetap optimis dan yakin bahwa pegawai KPK masih memiliki idealisme tinggi. Saya selalu berharap nilai-nilai integritas, profesionalitas, dan kepemimpinan belum sirna dari organisasi ini.
ADVERTISEMENT
Namun, pada sisi lain, saya kerap kuatir nilai-nilai itu pada akhirnya akan terkikis. Kerja tanpa ruh idealisme bagaikan mayat: tanpa visi, tanpa arah.
Ideologi “bekerja sekadar bekerja” berpotensi tumbuh dalam organisasi ini. Hal ini disebabkan mulai munculnya rasa ketidakpuasan pegawai pada pola pengelolaan organisasi. KPK. Manajemen KPK dianggap kurang berpihak pada penguatan pegawai. Secara paralel, hal ini disebabkan pula oleh miskinnya komunikasi yang partisipatif dan reseptif antara manajemen KPK dengan pegawainya.
Menurut saya, ketika pegawai KPK mengalami kondisi organisasi yang relatif semerawut, hanya ada dua pilihan yang mungkin. Pertama, pegawai secara aktif ikut mengambil tanggung jawab membenahi organisasi. Dengan begitu, pegawai berperan aktif dalam usaha perbaikan atas sejumlah persoalan internal KPK. Kedua, pegawai bersikap masa bodoh. Apatis. Tidak mau ikut campur. Selama hak dan kewajiban sebagai pegawai sudah terpenuhi, sang pegawai sudah puas. Persetan dengan suasana semerawut dalam pengelolaan keorganisasian KPK.
ADVERTISEMENT
Saya amat memprihatinkan kondisi di atas, yakni ketika pegawai mulai pragmatis pada organisasinya sendiri.
Dalam konteks itu, saya sebenarnya masih amat yakin sebagian besar pegawai KPK masih cenderung pada pilihan pertama: merasa wajib bertanggung jawab atas jalan-tidaknya organisasi. Bagaimanapun, KPK adalah organisasi di mana para pegawai berjuang dan hidup bersama. Lemahnya KPK, lemahnya pegawai. Kuatnya KPK, kuatnya pegawai juga.
Oleh karenanya, KPK perlu memberi ruang besar pada pegawai untuk berpendapat secara kritis. Kritisisme dalam berpendapat adalah syarat utama bagi sebuah organisasi ideologis seperti KPK. Membungkam, membatasi, atau menutup pintu berpendapat malah akan mendorong organisasi ini ke jurang kehancuran.
KPK, sesuai yang saya alami, sesungguhnya bukanlah organisasi feodal. KPK ialah institusi yang egaliter. Artinya, egaliter yang saya maksud adalah adanya keterbukaan psikologis-struktural untuk menyampaikan gagasan. Tiap insan KPK berhak berpendapat. Pintu diskusi selalu tersedia.
ADVERTISEMENT
Sikap egaliter selalu akan paralel dengan loyalitas. Loyalitas seorang pegawai akan tinggi ketika ada rasa longgar dalam memberikan pendapatnya, tanpa ketakutan pada otoritas yang ada di atas dia.
Loyalitas janganlah dimengerti loyal pada atasan atau pejabat tertentu. Loyalitas adalah loyal atau kepatuhan pada ideologi organisasi. KPK adalah organisasi yang memiliki ideologi yang jelas: pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, loyalitas pegawai sesungguhnya adalah loyalitas pada upaya pemberantasan korupsi, sehingga ketika ada potensi atau sikap-sikap dalam KPK yang bertentangan dengan ideologi KPK (apakah itu dilakukan oleh pegawai, struktural, atau pimpinan KPK) pegawai KPK wajib “berteriak”.
Jalan pemberantasan korupsi adalah jalan kebenaran. Namun, jalan kebenaran sesungguhnya adalah jalan sunyi, jalan senyap. Dia bukanlah pesta pora, yang penuh orang riang gembira. Jalan ini terjal dan, mungkin, gersang. Orang-orang yang akan melewatinya mesti menyediakan bekal keberanian dan kewarasan. Keberanian “berteriak” dan kewarasan “sikap”.
ADVERTISEMENT
Dalam relasi antaranggota dalam sebuah organisasi, sikap rendah hati, kesediaan mendengar, dan menghargai tiap persona adalah aspek psikologis-internal diri yang amat berguna bagi penciptaan harmonisasi organisasi. Bila tiap warga organisasi memahami pentingnya keselarasan, tentu tak akan ada arogansi personal atau keangkuhan kelompok (unit kerja), yang berpotensi menimbulkan konflik tak perlu. Keharmonisan dan keselarasan bukan berarti membungkam kebebasan berpendapat, melainkan kesatuan dan kesadaran perlunya penghargaan atas pola pikir dan mekanisme sikap insan organisasi, yang barangkali saja berbeda dengan pendapat kami.
Dengan rendah hati haruslah diakui bahwa KPK mempunyai banyak masalah. Problem-problem ini bukan saja berasal dari luar KPK. Persoalan yang juga butuh perhatian tinggi adalah yang berasal dari internal KPK sendiri: pengembangan pegawai, komunikasi internal, kejelasan visi KPK, sosialisasi kode etik, manajemen risiko.
ADVERTISEMENT
Demi penguatan KPK, situasi-situasi yang melemahkan KPK wajib dibenahi. Banyak persoalan di dalam organisasi ini yang memerlukan penanganan segera. Menundanya berarti membiarkan KPK hancur dengan sendirinya, bukan oleh “musuh” dari luar, melainkan oleh kelalaian sendiri.
Oleh karenanya, amatlah diharapkan, siapa pun pegawai yang di dadanya tergantung Kartu Pegawai KPK, wajib mengaktualisasikan sikap dan perilaku yang berkeadilan, berintegritas, kebenaran, dan kejujuran. Sekali lagi: wajib.
Nilai-nilai KPK dan slogan “Berani Jujur Hebat” seyogianya bukan basa-basi, bukan omong kosong. Nilai-nilai KPK mustinya bukan semata leaflet yang difigura dan dipajang di tiap lantai dalam gedung KPK, tapi tanpa ruh aktualisasi. Slogan “Berani Jujur Hebat” pun jangan pula sekadar sekumpulan spanduk yang berisi tiga kata tersebut, tapi tanpa makna konkret. Nilai-nilai KPK dan semboyan berani jujur hebat harus menjelma dalam tugas sehari-hari insan KPK. Semoga ini bukan harapan mati.
ADVERTISEMENT
Selama 18 tahun berdirinya, KPK kerap disibukkan oleh sejumlah pelanggaran kode etik. Ada pegawai-pegawai KPK yang sembrono menabrak aturan kode etik KPK. Lalu, ada pula pejabat struktural yang diduga melanggar kode etik KPK. Kejujuran, integritas, dan keadilan masih terus diperjuangkan.
Apakah dengan begitu KPK harus dibubarkan? Tentu tidak. Insan KPK masih memiliki kesempatan untuk membenahi internal organisasi KPK. Soliditas, karena itu, menjadi amat sangat urgen.
Sekali lagi, apakah KPK harus bubar? Lembaga ini memang, pada saatnya, mesti dibubarkan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa Kepolisian dan Kejaksaan sudah bekerja dengan cara yang luar biasa dalam pemberantasan korupsi, sesuai UU Antikorupsi. Selain itu, birokrasi juga telah bekerja sebagaimana seharusnya, dan tidak terpengaruh intervensi politik.
ADVERTISEMENT
Tapi, kita tahu, kondisi tadi belum sepenuhnya tercapai. Lembaga penegak hukum lain masih perlu menguatkan sikap proaktifnya dalam upaya pemberangusan tindak pidana korupsi. Pada sisi lain, birokrasi pun masih perlu dikencangkan dan dibenahi untuk sanggup bekerja sesuai harapan.
Korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Indonesia sedang berada dalam situasi gawat. Pada situasi seperti ini KPK jelas masih dibutuhkan. Kalau perlu, kewenangannya malah harus diperkuat: mengangkat penyidik dan penuntut sendiri, pembuktian terbalik, dukungan pemerintah.
Selain itu, pada dasarnya sebagian besar publik masih mengandalkan KPK. KPK masih mempunyai dukungan publik. Dukungan publik bagaikan tembok besar yang menghalangi masuknya serbuan-serbuan yang bertubi-tubi dari pihak-pihak yang benci KPK. Singkatnya, KPK masih dibutuhkan.
Statemen-statemen di atas merupakan argumentasi-argumentasi tambahan untuk mendukung bahwa KPK tetaplah diperlukan. Namun, memang, untuk tetap mempertahankan kinerja KPK, tak semata mengandalkan pada dukungan publik. Pembenahan pengelolaan internal organisasi KPK jelas sekali juga menjadi penting.
ADVERTISEMENT
Organisasi wajib menjaga dan mempertahankan nilai-nilai integritas, keadilan, dan kejujuran insan KPK. Orang yang baik dapat dijatuhkan oleh sistem yang buruk. Sebab itu, KPK, secara organisasional, dituntut komitmennya membangun kembali organisasi KPK.
Walaupun begitu, bila institusi KPK sendiri tidak menegakkan nilai-nilai keadilan dan integritas, tidak membangun sistem yang kuat dalam pengelolaan SDM, dan tidak menjalankan slogan “Berani Jujur Hebat” bagi dirinya sendiri, suatu saat dalam waktu yang tidak terlalu lama, KPK akan menjelma menjadi organisasi yang sekadar “eksis tapi tak bertaring”.
Mohon maaf seluas-luasnya.