Konten dari Pengguna

Serangan 9/11: Pemicu Radikalisasi dan Perkembangan Terorisme Global

Fairuz Mumtaz
Mahasiswa Hubungan Internasional Telkom University
23 September 2024 12:51 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fairuz Mumtaz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendahuluan
Spencer Platt/Getty Images FILE
Pada pagi hari 11 September 2001, dunia menyaksikan serangkaian serangan teror yang akan mengubah lanskap geopolitik global secara drastis. Empat pesawat komersial yang dibajak oleh 19 anggota Al-Qaeda menargetkan ikon-ikon Amerika Serikat—dua menabrak Menara Kembar World Trade Center di New York, satu menghantam Pentagon di Washington D.C., dan satu lagi jatuh di sebuah lapangan di Pennsylvania setelah para penumpang berusaha merebut kembali kendali pesawat. Serangan ini menewaskan hampir 3.000 orang dan menyebabkan guncangan besar secara psikologis, sosial, dan politik di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar tragedi kemanusiaan, serangan 9/11 menandai sebuah era baru dalam politik internasional yang didominasi oleh ancaman terorisme global. Amerika Serikat merespon dengan meluncurkan "Perang Melawan Teror", yang menyebabkan konflik berkepanjangan di Afghanistan dan Irak. Di sisi lain, peristiwa ini juga memicu kebangkitan ideologi radikalisme, terutama radikalisme Islam, yang memanfaatkan serangan ini sebagai simbol perjuangan melawan Barat dan globalisasi.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana peristiwa 9/11 mempengaruhi perkembangan radikalisme dan terorisme global, serta respons dunia terhadap ancaman yang semakin kompleks ini.
Radikalisme dan Terorisme Sebelum 9/11
Sebelum 9/11, terorisme sudah menjadi masalah serius, namun cakupannya jauh lebih lokal dan terbatas. Terorisme internasional mulai menjadi perhatian dunia setelah berakhirnya Perang Dingin, terutama dengan munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim membela Islam melalui kekerasan, seperti Al-Qaeda. Perang Soviet-Afghanistan (1979-1989) merupakan katalis penting bagi munculnya gerakan-gerakan jihad global. Selama konflik ini, ribuan mujahidin dari berbagai negara Muslim berperang melawan pasukan Soviet, dengan dukungan logistik dan keuangan dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Setelah Soviet mundur, banyak dari para pejuang ini—yang terinspirasi oleh ideologi jihad global—tidak kembali ke kehidupan normal. Mereka membentuk jaringan-jaringan militan lintas negara yang terhubung oleh visi yang sama: membebaskan dunia Islam dari pengaruh Barat dan pendukungnya melalui jihad bersenjata. Al-Qaeda, yang didirikan oleh Osama bin Laden, menjadi organisasi teroris yang paling menonjol, berkomitmen pada perang global melawan Amerika Serikat dan sekutunya.
Namun, sebelum 9/11, sebagian besar serangan teror yang dilakukan kelompok-kelompok ini lebih bersifat regional, seperti pemboman kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania pada 1998, atau serangan USS Cole pada tahun 2000 di Yaman. Serangan-serangan ini, meskipun mematikan, belum menciptakan respon global yang setara dengan reaksi terhadap 9/11.
ADVERTISEMENT
Serangan 9/11: Titik Balik dalam Terorisme Global
Doug Mills/AP
Serangan 9/11 menandai perubahan besar dalam pola serangan teroris. Untuk pertama kalinya, serangan skala besar yang terkoordinasi dilakukan di jantung ekonomi dan militer Amerika Serikat, yang merupakan kekuatan dominan dunia saat itu. Tindakan ini merupakan pernyataan politik dan ideologis yang kuat, di mana Al-Qaeda menunjukkan bahwa bahkan negara adidaya seperti AS tidak kebal terhadap serangan mematikan. Dengan menggunakan pesawat komersial sebagai senjata penghancur massal, Al-Qaeda berhasil memanfaatkan teknologi modern untuk mencapai tujuannya, sekaligus menebarkan teror di seluruh dunia.
Dampak dari serangan ini langsung dan luas. Selain kerugian jiwa yang sangat besar, Amerika Serikat segera merespons dengan invasi ke Afghanistan, dengan tujuan menggulingkan pemerintahan Taliban yang memberikan perlindungan kepada Al-Qaeda. Serangan ini juga memicu perombakan besar-besaran dalam kebijakan luar negeri AS, dengan fokus utama pada perang melawan terorisme. Kebijakan tersebut kemudian meluas ke invasi Irak pada tahun 2003, dengan dalih bahwa rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal dan mendukung terorisme.
ADVERTISEMENT
Namun, invasi ini tidak hanya memperlemah jaringan teroris seperti Al-Qaeda. Justru sebaliknya, ketidakstabilan politik di kawasan Timur Tengah, terutama di Irak dan Afghanistan, menciptakan ruang bagi lahirnya kelompok-kelompok teroris baru, seperti ISIS, yang kelak akan menjadi ancaman global yang bahkan lebih besar.
Radikalisasi Pasca 9/11: Peningkatan Global Terorisme
Porter Gifford/Corbis via Getty Images, FILE
Salah satu dampak besar dari peristiwa 9/11 adalah peningkatan signifikan dalam fenomena radikalisasi di seluruh dunia. Serangan ini dianggap sebagai kemenangan simbolis oleh kelompok-kelompok radikal, yang melihatnya sebagai bukti bahwa kekuatan Barat dapat dikalahkan. Sebagai hasilnya, banyak individu yang terinspirasi untuk bergabung dengan kelompok-kelompok jihad atau melakukan aksi-aksi teror secara mandiri.
Internet dan media sosial berperan penting dalam penyebaran ideologi radikal ini. Setelah 9/11, kelompok-kelompok teroris mulai menggunakan internet secara lebih luas untuk merekrut anggota baru, menyebarkan propaganda, dan mengkoordinasikan serangan. Al-Qaeda, misalnya, sering kali merilis video dan pesan audio dari para pemimpinnya, termasuk Osama bin Laden, untuk memotivasi pendukung mereka dan membangun narasi jihad global.
ADVERTISEMENT
Radikalisasi juga terjadi di negara-negara Barat, di mana sebagian kecil dari komunitas Muslim terpengaruh oleh narasi jihad yang disebarkan secara online. Fenomena "lone wolf" atau serigala tunggal, di mana individu-individu melakukan serangan teroris tanpa keterlibatan langsung dari organisasi teroris, semakin sering terjadi di berbagai negara. Serangan seperti pemboman di London (2005), serangan Paris (2015), hingga penembakan di San Bernardino (2015) adalah contoh nyata bagaimana radikalisasi pasca-9/11 mempengaruhi dunia Barat.
Respon Dunia Terhadap Terorisme: Perang Melawan Teror
Setelah 9/11, respons global terhadap terorisme menjadi semakin kompleks dan beragam. Amerika Serikat, sebagai target utama serangan, memimpin upaya global untuk memerangi terorisme melalui "Perang Melawan Teror." Ini melibatkan kombinasi dari aksi militer, peningkatan keamanan domestik, dan kerjasama internasional.
ADVERTISEMENT
Di dalam negeri, AS memperketat keamanan dengan membentuk Departemen Keamanan Dalam Negeri dan meloloskan Undang-Undang Patriot, yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada lembaga pemerintah untuk memantau dan menangkap individu yang dicurigai terlibat dalam terorisme. Di tingkat internasional, AS memperluas kerjasama dengan negara-negara sekutu untuk melacak, menangkap, atau membunuh tokoh-tokoh teroris terkemuka melalui operasi militer dan intelijen.
Namun, kebijakan ini juga tidak lepas dari kontroversi. Operasi-operasi militer di Afghanistan dan Irak, serta penggunaan penjara seperti Guantanamo Bay dan penyiksaan untuk mendapatkan informasi dari tersangka teroris, menuai kritik luas dari komunitas internasional. Banyak yang berpendapat bahwa taktik semacam ini justru memperburuk situasi, dengan menciptakan lebih banyak musuh daripada menghancurkan jaringan teroris. Kekacauan di Timur Tengah setelah invasi Irak juga menjadi lahan subur bagi munculnya kelompok-kelompok baru seperti ISIS.
ADVERTISEMENT
Upaya Deradikalisasi: Mengatasi Akar Radikalisme
Meskipun operasi militer dan intelijen penting dalam memerangi terorisme, semakin banyak negara yang menyadari bahwa strategi ini saja tidak cukup. Salah satu pelajaran penting dari peristiwa 9/11 adalah bahwa radikalisme tidak dapat diberantas hanya dengan kekuatan militer; diperlukan pendekatan yang lebih holistik yang juga mengatasi akar penyebab dari radikalisme itu sendiri.
Banyak negara kini menerapkan program deradikalisasi yang bertujuan untuk mengubah pola pikir ekstremis dan mengintegrasikan mereka kembali ke masyarakat. Program-program ini melibatkan pendidikan, pelatihan kerja, serta dukungan psikologis dan sosial bagi mantan anggota kelompok teroris. Salah satu contoh sukses adalah program deradikalisasi di Indonesia, di mana mantan ekstremis diberikan peluang ekonomi dan sosial untuk kembali ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Jose Jimenez/Primera Hora/Getty Images
Serangan 9/11 adalah peristiwa yang mengubah arah sejarah, tidak hanya bagi Amerika Serikat tetapi juga bagi seluruh dunia. Selain dampak langsungnya yang menghancurkan, peristiwa ini memicu peningkatan radikalisme dan terorisme global yang masih kita rasakan hingga hari ini. Respons terhadap ancaman terorisme, meskipun agresif dan seringkali berhasil dalam jangka pendek, telah menunjukkan bahwa hanya tindakan militer tidak cukup untuk mengatasi masalah ini.
Untuk menghadapi tantangan terorisme di masa depan, masyarakat internasional perlu mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif, yang tidak hanya fokus pada keamanan tetapi juga mengatasi akar-akar sosial, ekonomi, dan politik dari radikalisasi. Melalui pendidikan, dialog, dan upaya bersama, dunia bisa berharap untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan damai
ADVERTISEMENT