Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Tersalip Oleh Vietnam, Benarkah Kebijakan EBT di Indonesia Belum Maksimal?
18 Februari 2024 10:30 WIB
Tulisan dari Faiz Ardana Sani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengembangan energi bersih telah menjadi prioritas mendesak di seluruh dunia. Sama seperti darah dalam tubuh manusia, energi memiliki peran yang krusial bagi keberlanjutan lingkungan dan bumi. Pemahaman ini membawa kita pada kesadaran bahwa proses transisi ke energi baru terbarukan dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada sumber energi yang terbatas dan berpotensi membahayakan. Berdasarkan data terkini, Vietnam telah melampaui Indonesia dalam bauran energi EBT. Pada tahun 2023, Vietnam mencapai 20,8%, sedangkan Indonesia tertinggal di angka 11,2%. Keberhasilan ini tentu menjadi pertanyaan besar, benarkah kebijakan EBT di Indonesia belum maksimal?
ADVERTISEMENT
Tersalipnya Indonesia oleh Vietnam dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) melibatkan sejumlah faktor kompleks yang mencakup kebijakan, investasi, dan implementasi. Visi jangka panjang Vietnam yang menekankan pentingnya energi bersih dan terbarukan, membantu Vietnam menyadari perlunya mengambil resiko dengan berinvestasi secara besar-besaran dalam proyek-proyek EBT. Vietnam telah menjadi sorotan internasional berkat investasi besar-besaran dalam farm surya PLTS, proyek pembangkit listrik tenaga angin, dan pengembangan teknologi hijau. Namun keberhasilan tersebut tidak dibarengi dengan penyusunan dan pengembangan kebijakan yang tepat, Vietnam menghadapi tantangan dalam penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap akibat regulasi yang diberlakukannya sendiri, Vietnam sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang gencar memakai PLTS atap akhirnya terpuruk karena kebijakannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, negara dengan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang besar, kini tengah gencar memacu pengembangannya. Potensi EBT yang mencapai 417,8 GW, bersumber dari matahari, air, bioenergi, angin, panas bumi, dan laut, menjadi modal utama untuk mewujudkan kemandirian energi dan transisi energi yang berkelanjutan menuju Net Zero Emission (NZE) 2060. Seiring komitmen pemerintah yang terus meningkat, perkembangan EBT di Indonesia menunjukkan kemajuan yang positif. Bauran energi EBT pada tahun 2023 telah mencapai 13%, meskipun belum mencapai target yaitu 23%. Masalah pada kebijakan yang dinilai kurang “peka” terhadap para investor, menyebabkan minat investor untuk berinvestasi di EBT masih rendah. Selain itu, ketidakpastian dalam regulasi dan kebijakan juga menjadi salah satu faktor hambatan pengembangan EBT di Indonesia. Kebijakan yang sering berubah, kurangnya kepastian mengenai insentif dan mekanisme pendanaan, serta proses perizinan yang kompleks dapat membuat para investor enggan untuk berinvestasi dalam proyek EBT.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, dengan merefleksikan permasalahan kebijakan di Vietnam dan pemberitaan permasalahan kebijakan dalam negeri membuat pemerintah Indonesia sudah mulai berbenah. Berbagai program dan kebijakan telah dilakukan untuk mendorong percepatan EBT, seperti Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), Feed-in Tariff (FIT), dan regulasi terkait Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik. Tidak hanya itu, proyek EBT skala besar, seperti PLTS, PLTB, dan PLTP, mulai dibangun di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kemampuan mengatasi permasalah kebijakan terkait Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mencapai target bauran energi EBT sebesar 23% pada tahun 2025, pemerintah telah menyusun sejumlah kebijakan yaitu dengan meningkatkan tarif feed-in untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pemerintah juga menawarkan pajak penghasilan (PPh) 0% untuk badan usaha yang bergerak di bidang EBT. Terkait perizinan, pemerintah telah berhasil mengimplemtasikan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan menyederhanakan proses perizinan proyek EBT. Selain itu, terdapat beberapa perubahan terkait kebijakan dan regulasi seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tarif Feed-in untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap, Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Harga Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2023 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. Tentu saja perubahan ini dilakukan untuk memastikan efisiensi dan pemaksimalan kebijakan terkait proses transisi energi baru terbarukan (EBT). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi pada sektor EBT.
ADVERTISEMENT
Tak hanya memaksimalkan kebijakan, Pemerintah Indonesia juga terus mennjalin kemitraan jangka panjangnya dengan berbagai mitra, salah satunya dengan Pemerintah Amerika Serikat. Dimana melalui United States Agency International Development Sustainable Energy for Indonesia’s Advancing Resilience (USAID SINAR) akan membantu Indonesia mencapai target dan efisiensi di bidang energi baru terbarukan. USAID SINAR telah membantu mendukung pembangunan 98,4 megawatt kapasitas energi panas bumi baru dan tyang terpenting, USAID SINAR telah membantu pemerintah dalam melakukan advokasi peningkatan kesadaran masyarakat terkait pentingnya transisi energi bersih menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 .
Melalui upaya optimalisasi kebijakan dan kemitraan, Pemerintah Indonesia telah berhasil meningkatkan angka investasi di sektor EBT pada 2023 mencapai 127,8 triliun, mengalami peningkatan dari 108,2 triliun pada tahun 2022. Tidak hanya itu, angka bauran energi EBT juga mengalami peningkatan dari 11,2% pada tahun 2022 menjadi 13% pada tahun 2023. Hal ini tentunya menunjukan semakin besarnya minat investor untuk berinvestasi pada sektor EBT di Indonesia dan juga didorong oleh penambahan kapasitas pembangkit EBT, seperti PLTS, PLTB, dan PLTP oleh Pemerintah Indonesia. Keberhasilan seperti ini pastinya
memberikan dampak yang sangat positif dalam keberhasilan Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Indonesia telah berhasil memaksimalkan dan menyelesaikan permasalahan kebijakan pada sektor EBT di Indonesia. Namun, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi pemerintah dalam meningkatkan presentase pengembangan EBT di Indonesia. Sebagai solusi penyelesaian permasalahan EBT berkelanjutan, pemerintah harus membuat kebijakan EBT yang jelas, konsisten, dan berkelanjutan, memberikan perhatian yang cukup terhadap riset dan inovasi di bidang EBT, dan juga memperkuat koordinasi antar lembaga terkait. Dengan langkah-langkah progresif ini, diharapkan bahwa Indonesia dapat terus memacu pengembangan EBT, mengatasi hambatan kebijakan, dan mencapai target untuk menciptakan lingkungan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sehingga Indonesia dapat
menjadi pemimpin regional dalam pemanfaatan Energi Baru Terbarukan.