Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Media Sosial dan Pengaruhnya Terhadap Kesetaraan Gender
11 Agustus 2020 5:27 WIB
Tulisan dari faiz azmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi telah mengubah pola hidup dalam masyarakat. Dalam buku New Media, Culturaal Studies, and Critical theory after postmodernism disebutkan bahwa saat ini kita masuk pada kondisi paradox kombinasi otomatisasi sosial dan otonomi individu, hal tersebut dikarenakan banyaknya penemuan media-media baru yang memiliki dampak pada “Automodernity”.
ADVERTISEMENT
Keterbukaan akses internet membawa angin segar pada perempuan untuk membentuk kelompok sosial budaya, ekonomi maupun politik. Dalam kondisi ini perempuan akan terbebaskan dari belenggu patriarki yang selama ini menekan mereka.namun, terjadi pergeseran perubahan sosial dimana perempuan yang selama ini masih mengalami ketertinggalan dibandingkan laki-laki.
Penelitian Martin Hilbert yang berjudul Digital gender divide or technologically empowered women in developing countries? Menunjukkan bahwa persentase laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang menggunakan internet di negara-negara maju seperti Australia, Singapura, Inggris, sedangkan di Swedia lebih berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Konsep Cyberfeminis
Feminisme merupakan gerakan pembebasan kaum perempuan yang berupaya untuk melawan subordinasi Gagasan mengenai cyberfeminism dicetuskan oleh Donna Haraway yang menyatakan bahwa pengaburan batas-batas antara manusia dan mesin akan menghasilkan kategori antara laki-laki dan perempuan tidak terpakai.
ADVERTISEMENT
Cyberfeminis menunjukkan bahwa teknologi internet dapat berfungsi sebagai great equalizers dan dapat digunakan untuk pemberdayaan kelompok terpinggirkan diseluruh dunia. Lebih lanjut lagi new media mampu menyamarkan perbedaan karena gender maupun perbedaan status ekonomi, karena kita tau internet merupakan teknologi dengan biaya relatf rendah.
Dalam konteks ini cyberfeminis berupaya untuk melawan berbagai diskursus yang didominasi oleh laki-laki yang mengelilingi penggunaan teknologi. Cyberfeminis mencoba melawan segala macam konstruksi yang di dominasi oleh gender dengan memanfaatkan new media, selain itu memberdayakan perempuan di seluruh dunia untuk mengambil alih new media dalam upaya untuk memberdayakan diri mereka sendiri.
Perempuan dan teknologi haruslah menjadi pemahaman yang baru bagi perempuan. Rekonstruksi pemahaman ini haruslah dijadikan sebagai peluang untuk memberdayakan dan mensejahterakan perempuan dalam kehidupan sosialnya. Selain itu cyberfeminisme lebih menekankan pendekatan teknologi dalam mendukung kinerja perempuan dalam membangun komunitasnya,
ADVERTISEMENT
Dengan adanya new media, perempuan harusnya lebih cepat menyesuaikan diri dengan jaringan tersebut. Perempuan haruslah memanfaatkanya dengan membentuk jejaring elektronik yang berfungsi untuk membentuk sebuah virtual sisterhood. Selain itu, melalui budaya menulis sebagai gerakan politisnya maka gerakan perempuan akan lebih meluas,
Cyberfeminis menjadi gerakan yang relevan untuk membantu perempuan mewujudkan kebijajakan yang menghargai keberadan perempuan. Dalam konsep ini perempuan meyakini bahwasanya teknologi informasi mampu mengubah perempuan lebih setara dengan laki-laki. Konsep ini pun juga diyakini mampu mengatasi kompleksitas kondisi sosial yang ada
Media Sosial dan Kekuatan #Hastag
Media sosial merupakan alat yang digunakan untuk membuka peluang bagi kebebasan berpendapat, berbagi informasi tanpa terbatas ruang dan waktu. Saat ini media sosial menjadi sangat populer, karena media sosial dianggap sebagai media yang mudah, dan cepat sehingga sangat efektif dalam menyebarkan informasi secara masif. Penggunaan media sosial bagi perempuan menjadi wadah dimana suara perempuan dapat didengar.
ADVERTISEMENT
Menurut riset yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa remaja perempuan tidak memiliki ruang sendiri untuk mengekspresikan dirinya, dan suara mereka tidak di dengar diranah politik. sedangkan dunia maya atau media sosial menjadi salah satu tempat bagi perempuan untuk lebih bebas menyuarakan aspirasi mereka dalam dunia politik tanpa perlu merasa termarginalkan.
Riset yang dilakukan perusahaan media digital dari inggris “We are Social” yang bekerjasama dengan perusahaan manajemen media sosial Hootsuite mengenai konsumsi internet oleh masyarakat. Hasilnya menunjukkan media sosial yang sering di akses adalah Youtube di Indonesia. Kemudian disusul oleh facebook dengan 41%, kemudian diikuti oleh WhatsApp, Instagram, Twitter dan Line.
Media sosial memberikan kesempatan untuk mempertegas arah kesetaraan gender. Dalam media digital terdapat ruang yang interaktif antara penyedia media dan audiens dan memiliki posisi kuasa yang setara. Media sosial mampu memberikan pemahaman kesetaraan gender dengan cara yang sederhana dan melekat dengan kehidupan sehari-hari.
Aksi langsung dalam membela kesetaraan gender lebih banyak dilakukan di media sosial. Dengan penggunaan hastag (#) mampu membuat perubahan yang cukup signifikan untuk menyuarakan suatu hal. Beberapa tagar mengenai aksi perjuangan hak asasi manusia maupun pejuang kesetaraan menjadi viral di internet, tidak hanya di twitter namun juga di platform yang lain dan diikuti oleh banyak kalangan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh hastag #womensmarch merupakan hastag yang viral dan sampai sekarang gerakanya sangat masif dilakukan. Hastag ini merupakan seruan untuk melakukan adanya long march atau pawai. Ide pawai ini dimulai sejak Januari 2017 lalu dilanjutkan 8 maret tahun 2018 dan di berbagai negara bersamaan diperingati sebagai hari perempuan internasional.
Dalam berita yang dimuat CNN Indonesia, media sosial menjadi mayoritas tujuan utama sesorang ketika menggunakan internet. Namun, di dalam media sosial konten negative dan berita hoax juga mudah ditemui dan sangat cepat menyebar.
mengutip survey yang dilakukan oleh Centre for International Governance Innovation (CIGI) memberi keterangan bahwa literasi digital di Indonesia sangatlah diperlukan mengingat banyaknya masyarakat yang menggunakan media sosial dan untuk mencegah penyebaran konten-konten negatif.
ADVERTISEMENT