Konten dari Pengguna

Penggambaran Ketimpangan Gender Abad Ke 19 dalam series Anne with an E

faiz azmi
Gender Study Enthusiast Peneliti Surabaya Academia Forum
15 Februari 2024 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari faiz azmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto : Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Serial Anne With An E adalah adaptasi dari novel Anne of Green Gables karya Lucy Maud Montgomery. Saya selalu suka film atau serial adaptasi, karena bisa membaca dan membandingkannya dari dua arah. Serial 3 seasons atau 28 episode ini, berlatar di Pulau Prince Edward, Kanada pada tahun 1890. alur ceritanya sangat relevan sampai hari ini,
ADVERTISEMENT
Series ‘Anne With an E’ menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Anne Shirley, seorang anak yatim piatu yang diadopsi oleh sepasang kakak beradik, Matthew dan Marilla Cuthbert. Setelah diadopsi, Anne mengalami beragam pengalaman baru selama ia tinggal di Avonlea — desa tempat ia diadopsi. Isu mengenai kesetaraan gender dan perjuangan kebebasan perempuan di abad ke-19 menjadi highlight yang harus digarisbawahi pada series ini. Di dalam series ini, menampilkan beragam pengalaman berharga Anne dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan menunjukkan bahwa sangat sulit memperjuangkan hak-hak perempuan di masa itu.
Pada tahun 1890 di Avonlea, banyak kejadian yang saya pikir sama dengan hal-hal yang terjadi saat ini. Perempuan seperti Ny. Stachy dianggap berbeda dan tidak sesuai dengan tradisi yang ada. Ini menyalahi kodrat perempuan.
ADVERTISEMENT
Stigmatisasi perempuan begitu kental di sini. Tidak hanya itu, Marilla, ibu angkat Anne juga mengalami hal yang sama. Ia tidak menikah dan hidup bersama kakaknya Matthew. Marilla dianggap tidak menjalani sebenar-benarnya hidup karena ia tidak menikah.
Dalam series tersebut, kodrat perempuan masih dianggap berada di bawah laki-laki. Perempuan tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Seperti di salah satu scene, ketika rumah Ruby–teman sekolah Anne–mengalami kebakaran. Para laki-laki, baik anak-anak remaja maupun bapak-bapak, bekerja sama membantu untuk merenovasi rumah Ruby. Anne dan Ruby datang membawakan kue untuk mereka yang bekerja. Namun, sambutan yang diterima justru membuat geram.
Billy–salah satu tokoh yang membantu renovasi–menertawai kedatangan mereka dan mengatakan sesuatu yang buruk kepada Anne dan Ruby. Ia mengatakan bahwa perempuan dianggap tidak berguna dan seharusnya hanya diam saja di dapur. Hal itu kemudian dibalas ungkapan marah Anne dan berkata pada Billy mengapa ia tidak memberikan palu itu saja dan Anne yang akan menyelesaikan pekerjaannya, daripada Billy terlalu sibuk menjadi pem-bully.
ADVERTISEMENT
Series ‘Anne With an E’ mengajarkan kita bahwa perempuan itu sudah mengalami diskriminasi gender sejak dahulu. Konstruksi gender pada beratus-ratus abad yang lalu mirisnya masih dapat ditemui dalam beberapa kasus di masa kini. Yang juga menjadi keprihatinan lebih lanjut adalah bahwa beberapa isu diskriminasi gender di dalam series tersebut, masih menimpa perempuan masa kini. Salah satunya, misalnya mengenai anggapan bahwa laki-laki adalah pemegang kendali dalam kehidupan perempuan. Belum lagi fakta menyakitkan lainnya bahwa perempuan kodratnya hanya berada di dapur dan mengurus pekerjaan domestik lainnya. Perempuan seakan masih dikekang oleh rantai sosial dan patriarki yang membuatnya berada pada posisi kedua setelah laki-laki.