Guratan Coretan di Kotagede: Memelihara Sejarah di Tengah Ancaman Vandalisme

Faiza Rahma Athalia
A tourism student at Universitas Gadjah Mada who loves to sing!
Konten dari Pengguna
16 April 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiza Rahma Athalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bangunan-bangunan kuno di Kotagede, Yogyakarta Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Bangunan-bangunan kuno di Kotagede, Yogyakarta Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kalau kita berkunjung ke Kotagede, sudah pasti kita membayangkan keasrian, sejarah, dan keunikan bangunan peninggalan Mataram Islam ini. Pengaruh Belanda pada arsitektur di daerah yang terletak diantara Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul ini juga sangat kuat, menambah kekhasan yang sulit ditemukan di tempat lain.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya bernilai sejarah, keindahan Kotagede juga diliputi dengan nilai seni karena dihiasi dengan mural di berbagai penjuru. Akan tetapi, keindahan ini menjadi terancam dengan adanya vandalisme yang turut “mewarnai” Kotagede.

Vandalisme di Kotagede

Vandalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah "perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya)" atau "perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas".
Perilaku vandalisme di Kotagede salah satunya adalah dengan mencorat-coret bangunan dan situs bersejarah, seperti yang ditemukan di kompleks Masjid Gede Mataram Kotagede, termasuk di kawasan Sendang Seliran.
Tampak tulisan-tulisan yang dibuat dengan pilox merusak keindahan dan nilai dari situs-situs ini. Selain itu, berbagai kawasan lain juga dirusak dengan tulisan-tulisan ini, seperti di salah satu mural, dan kawasan Between Two Gates atau Lawang Pethuk.
Vandalisme di salah satu mural di Kotagede, Yogyakarta. Foto: dok. pribadi
Vandalisme tidak terbatas dengan hanya mencorat-coret, tetapi juga merusak bangunan secara sengaja dengan merusak atau mengambil bagian dari arsitekturnya, seperti yang terjadi di Sendang Seliran. Di situs ini, terdapat tulisan yang diukir pada salah satu batu di tembok situs.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penjaga situs ini, Pak Seno mengatakan bahwa seringkali wisatawan yang berkunjung ke Sendang Seliran tidak memperhatikan kondisi arsitektur dari sendang sehingga menggeser maupun merusak bagian sendang.
Perusakan tembok Sendang Seliran. Foto: dok. pribadi
Hal ini tidak saja merusak keindahan, tetapi juga merusak cagar budaya Indonesia. Sementara itu, di halaman Masjid Gede sudah tertulis jelas pidana yang didapat jika seseorang merusak cagar budaya seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Pihak kompleks masjid juga sudah pernah menangkap pelaku pencoretan di kawasan masjid. Pembersihan situs-situs ini dari coretan juga bukan menjadi solusi efektif. Penggunaan paint remover atau penghilang cat akan memperparah kerusakan situs karena sifatnya yang korosif, berpotensi menyebabkan pencemaran air dan lingkungan, serta berpotensi menyebabkan masalah kesehatan seperti masalah pernapasan, penyakit kulit, dan kerusakan organ dalam.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan Kotagede sebagai cagar budaya harus dioptimalkan agar situs-situs ini terhindar dari segala bentuk kerusakan. Selain itu, perlu ada kesadaran untuk warga dan masyarakat luas agar turut menjaga cagar budaya agar tetap terjaga dan tidak hanya tinggal nama.