Konten dari Pengguna

Mental Health Crisis Gen Z: Dampak Media Sosial dan Ekspetasi yang tak terpenuhi

Faiza Firnanda
Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Negara di Universitas Negeri Surabaya
7 November 2024 14:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiza Firnanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Krisis kesehatan mental di kalangan Generasi Z di Indonesia saat ini menjadi topik pemberitaan dan perbincangan yang hangat di masyarakat. Isu ini menarik perhatian banyak orang karena dampaknya yang signifikan terhadap kehidupan sehari-hari generasi muda. Namun, di balik perhatian yang meningkat, krisis ini juga menimbulkan rasa kekhawatiran dan kepedulian yang mendalam. Generasi Z yang disebut dengan e-generation, seorang yang lahir tahun 1990 an sampai 2010 an, generasi pertama yang tumbuh era teknologi digital dan informasi di usia muda. Sebagai generasi pertama, akan rentan berpengaruh pada gaya hidup, kesehatan mental, psikologi dan aspek lainnya yang ada pada setiap generasi.
ADVERTISEMENT
Krisis kesehatan mental dapat terjadi akibat dari dampak media sosial. Penggunaan media sosial yang berlebihan sering kali mengarah pada perbandingan sosial yang tidak sehat, di mana individu merasa tertekan untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kecemasan, dan depresi, terutama di kalangan remaja dan generasi muda. Akan tetapi, Ekspektasi yang tak terpenuhi sering kali menjadi sumber stres dan kekecewaan, terutama di kalangan Generasi Z yang tumbuh dalam era digital yang penuh dengan tekanan. Banyak individu dari generasi ini memiliki harapan tinggi terhadap diri mereka sendiri, baik dalam hal akademik, karier, maupun hubungan sosial. Namun, ketika realitas tidak sesuai dengan harapan tersebut, perasaan frustrasi dan ketidakpuasan dapat muncul. Lalu, bagaimana seorang Generasi Z dapat mengatasinya?
ilustrasi kesehatan mental https://www.djkn.kemenkeu.go.id/files/images/2022/12/kesehatan_mental.jpg
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi kesehatan mental https://www.djkn.kemenkeu.go.id/files/images/2022/12/kesehatan_mental.jpg
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa kesehatan mental “lebih dari sekedar tidak adanya gangguan atau kesehatan mental”. Bukan hanya tentang mengelola kondisi aktif tetapi juga menjaga kebahagiaan yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan berita-berita yang sering kita dengar dan pengalaman nyata yang terjadi, banyak remaja di Generasi Z menghadapi situasi di mana harapan mereka untuk mendapatkan dukungan dan interaksi positif di media sosial justru berbalik menjadi pengalaman yang menyakitkan. Misalnya, banyak remaja yang berharap media sosial bisa menjadi tempat untuk berbagi momen bahagia, terhubung dengan teman, dan mendapatkan validasi positif. Namun, kenyataannya sering kali berbeda.
Salah satu contoh studi kasus yang nyata dalam lingkungan kampus di Surabaya adalah fenomena "Instagram vs. Reality," di mana banyak pengguna media sosial, terutama di platform seperti Instagram, membandingkan kehidupan mereka dengan citra ideal yang ditampilkan oleh orang lain. Banyak dari gen Z, terutama yang sering main Instagram, sering kali merasa insecure dengan hidupnya karena terus-menerus membandingkan diri dengan gambar-gambar ideal yang diposting orang lain. Seorang remaja yang aktif di media sosial dan berharap untuk mendapatkan dukungan dari teman-temannya setelah mengalami masa sulit. Berharap mendapatkan dukungan, dia justru menjadi sasaran komentar negatif dan ejekan. Harapan untuk mendapatkan penguatan positif berubah menjadi pengalaman yang menyakitkan, di mana dia merasa terasing dan tidak dihargai.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kasus nyata lainnya adalah meningkatnya laporan tentang cyberbullying di kalangan Gen Z. Banyak remaja sekarang yang mengalami intimidasi atau penilaian negatif secara online, dan ini bisa sangat berdampak pada kesehatan mental mereka. Misalnya, ada banyak cerita tentang remaja yang menjadi sasaran komentar jahat di media sosial, baik itu di Instagram, TikTok, atau platform lainnya. Mereka sering kali mendapatkan pesan-pesan yang merendahkan, atau bahkan di-bully di kolom komentar, yang membuat mereka merasa tertekan dan tidak berharga. Banyak dari mereka yang mengalami kecemasan, depresi, atau bahkan mereka berharap untuk terhubung dengan orang lain justru berujung pada rasa sakit dan isolasi.
Dampak media sosial terhadap pengguna, terutama di kalangan Generasi Z, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sering kali menciptakan ekspetasi yang tak terpenuhi. Salah satu faktor utama adalah perbandingan sosial, di mana pengguna cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain berdasarkan konten yang mereka lihat, yang sering kali disunting dan tidak realistis. Harapan untuk merasa lebih baik tentang diri sendiri sering kali berujung pada perasaan rendah diri ketika melihat kehidupan orang lain yang tampak lebih bahagia atau sukses. Kecanduan media sosial juga berperan, di mana pengguna berharap untuk bersosialisasi tetapi justru merasa terjebak dalam siklus penggunaan yang berlebihan, yang mengurangi interaksi tatap muka dan meningkatkan perasaan kesepian. Tekanan sosial dari lingkungan sekitar, baik dari teman sebaya maupun masyarakat, menambah beban ketika remaja merasa harus memenuhi ekspektasi yang tidak realistis. Terakhir, kurangnya keterampilan sosial dalam berkomunikasi secara online dapat menyebabkan kesalahpahaman dan isolasi, sehingga harapan untuk terhubung secara emosional dengan orang lain sering kali tidak terpenuhi.
ilustrasi krisis kesehatan mental https://memox.co.id/wp-content/uploads/2023/11/cbdc4dd659b87bc99480404401b3789e.jpg
Tindak lanjut Pemerintah
ADVERTISEMENT
Terjadinya kasus ini tentu saja membuat kampus melakukan Langkah selanjutnya agar tidak ada kejadian seperti ini lagi. Pemerintah telah mengambil beberapa langkah konkret untuk mencegah terulangnya kasus seperti "Instagram vs. Reality" dan cyberbullying di lingkungan kampus, yaitu Pemerintah telah memberikan dukungan dana untuk meningkatkan layanan konseling di kampus untuk menangani masalah kesehatan mental yang berkaitan dengan penggunaan media sosial dan cyberbullying, Pemerintah telah menjalin kerja sama dengan platform media sosial untuk meningkatkan fitur keamanan, seperti alat pelaporan yang lebih efektif dan prosedur yang dapat mendeteksi konten berbahaya, Pemerintah juga meluncurkan kampanye kesadaran publik yang mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif dari cyberbullying dan pentingnya menciptakan lingkungan online yang positif dan beberapa kampus sekarang juga telah membentuk tim respons cepat yang bertugas menangani laporan cyberbullying dan memberikan dukungan kepada korban.
ADVERTISEMENT