Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Amankan Dirimu dari Self-Diagnosis Kesehatan Mental
31 Januari 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Faizah Mufiddina Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Self-diagnosis adalah kata-kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dikatakan self-diagnose pada saat seseorang mendiagnosis dan mengeklaim bahwa dirinya mengidap gangguan kejiwaan dengan mencocokkan pengetahuan terbatas seseorang yang di dapat dari sumber tidak resmi seperti teman, keluarga, dan atau internet serta tidak mengecek benar-tidaknya kondisi mental kepada tenaga professional (psikolog/psikiater).
ADVERTISEMENT
Saat ini tak jarang banyak orang yang melakukan self-diagnose hanya untuk mencari perhatian bahkan popularitas dari khalayak umum terutama pengguna media sosial salah satunya Instagram ataupun TikTok. Mereka saat ini, menganggap gangguan kejiwaan adalah hal yang “keren” dan juga menganggap hal tersebut bagian dari “tren” masa kini.
Seseorang yang keliru dalam melakukan self-diagnose, berpotensi menimbulkan permasalahan baru seperti overthinking (berpikir yang berlebihan), kecemasan berlebih, yang berakibat pada tidak produktifnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Seseorang yang mengalami kecemasan berlebih akibat sering mendiagnosis dirinya sendiri disebut cyberchondia.
Bila seseorang yang mengalami kecemasan berlebih, tak jarang akan mengalami stres dan adanya peningkatan sensitivitas emosional salah satunya mudah tersinggung. Hal inilah perlu diwaspadai karena bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan mental seseorang. Maka dari itu, seseorang harus melatih dirinya mengelola emosi dan stres yang dirasakan. Seseorang yang dapat mengelola emosi dan stres yang dirasakan, akan membuat dirinya terjaga kondisi kesehatan mental tetap sehat dan aman.
ADVERTISEMENT
Bahaya dari self-diagnose antara lain sebagai berikut:
Apa saja penyebab seseorang melakukan self-diagnose?
1. Seseorang mempunyai pemahaman mengenai kesehatan mental terbatas.
2. Seseorang merasa dirinya tidak perlu mengecek kebenaran secara langsung tentang kondisi mentalnya kepada psikolog maupun psikiater.
3. Orang tersebut menganggap kondisi yang dialami seseorang sama dengan informasi tentang gejala gangguan kejiwaan yang bisa jadi itu keliru.
ADVERTISEMENT
4. Kurangnya literasi dari sumber yang resmi, valid, dan tepercaya.
Mengapa saat ini banyak orang yang melakukan self-diagnose? Kemungkinan yang pertama, karena rasa penasaran mengenai gejala yang dirasakan. Kedua, karena mereka takut untuk mengkonsultasikan dan mengecek terkait kondisi mentalnya ke psikolog maupun psikiater, disebabkan merasa tidak “separah” itu yang harus memerlukan bantuan psikolog/psikiater.
Perlu diketahui bahwa psikolog maupun psikiater untuk menegakkan diagnosis gangguan kejiwaan seseorang tidak hanya berasal dari satu faktor seperti mencocokkan gejala yang dirasakan, melainkan juga psikolog/psikiater juga harus melakukan asesmen atau serangkaian proses tes kejiwaan lain untuk mengetahui kondisi kejiwaan seseorang yang sebenarnya.
Gangguan masalah kejiwaan muncul bukanlah disebabkan pada satu faktor saja dan juga bukan hal yang tiba-tiba ada. Melainkan campuran dari berbagai faktor yang sangat kompleks sehingga mengakibatkan masalah kejiwaan itu ada. Tentu saja dari berbagai faktor semuanya saling berperan dan mempengaruhi satu sama lain. Jadi, karena hal itulah gangguan masalah kejiwaan tidak bisa dikatakan dari satu faktor penyebab saja.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana caranya agar tidak self-diagnose?
1. Tidak perlu menelusuri informasi yang berkaitan penyakit mental dari internet.
2. Alangkah baiknya tidak melakukan ataupun mengikuti tes-tes di situs web mengenai kesehatan mental apalagi yang gratis.
3. Jangan langsung percaya dari orang lain jika kamu mengalami suatu gangguan kejiwaan.
4. Tidak menjadikan public figure ataupun selebgram yang mengalami gangguan kejiwaan sebagai pedoman.
5. Jika kamu merasa punya gangguan kejiwaan, segera konsultasikan ke psikolog atau psikiater ya.