Moral Pemuda dan Perkembangannya

Faiz Aqiel
Mahasiswa Aktif Fakultas Hukum Program Studi S1 Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
21 Desember 2020 18:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiz Aqiel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
diambil dari Google Image
zoom-in-whitePerbesar
diambil dari Google Image
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemuda merupakan satu fase dalam kehidupan. Dimana dalam masa ini manusia dikategorikan sebagai manusia yang matang secara psikologis. Namun bukan berarti pemuda bisa lepas dari permasalahan-permasalahan sosial. H.A.R Tilaar menjelaskan bahwa pemuda dianggap sebagai suatu kelompok yang terbuang dari kawanan manusia yang “normal” dengan suatu subkultur sendiri (Budiman, 1995).
ADVERTISEMENT
Pemuda adalah para penerus bangsa yang dikemudian hari akan memegang kendali roda pemerintahan Indonesia. Pemuda juga merupakan harapan bangsa yang dapat mewujudkan segenap mimpi dan cita-cita bangsa. Mengutip ucapan penuh semangat dari Sang Proklamator yaitu Bung Karno “Beri aku 1000 orang tua maka akan aku cabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda maka akan aku guncang dunia”. Kalimat tersebut terdengar sederhana namun memiliki pengaruh dan makna yang sangat mendalam mengenai betapa dahsyatnya peran pemuda. Pemuda memiliki andil besar dalam perkembangan bangsa. Cita-cita, mimpi, harapan dan masa depan bangsa ada di tangan pemuda. Pemudalah yang kelak akan memegang kendali penuh roda pemerintahan Indonesisa serta berperan aktif dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini tidak sedikit dari kalangan pemuda mengalami kemerosotan moral baik itu terlibat dalam kasus seks bebas, narkoba sampai dengan gaya hidup yang tidak mencerminkan budaya Indonesia. Moralitas sebagai bentuk kesepakatan masyarakat mengenai apa yang layak dan apa yang tidak layak dilakukan, mempunyai sistem hukum sendiri. Hampir semua lapisan masyarakat mempunyai suatu tatanan masing-masing, bahkan komunitas terkecil masyarakat kadang mempunyai moral/etika tersendiri dengan sistemnya sendiri. Tidak jarang hukuman bagi mereka yang melanggar moralitas, lebih kejam daripada hukuman yang dijatuhkan oleh institusi formal. Hukuman terberat dari seorang yang melanggar moralitas adalah beban psikologis yang terus menghantui, pengucilan dan pembatasan dari kehidupan yang ‘normal’ (Shofa, 2013).
Menurut Ahmad Muslid dkk (2015), demoralisasi adalah merosotnya atau menurunnya moral/akhlak seseorang yang tercermin pada perilaku yang bertentangan dengan norma dan nilai di dalam masyarakat. Contoh demoralisasi adalah pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas, dan lain sebagainya. Demoralisasi perlahan-lahan meningkatkan kriminalitas di dalam suatu masyarakat. Pengaruh dari demoralisasi adalah meningkatnya pelanggaran nilai dan moral yang terjadi disebabkan karena masyarakat mulai acuh tak acuh dan tidak mempedulikan sistem nilai dan moral yang selama ini dijunjung tinggi. Selanjutnya masyarakat beralih kearah standarisasi nilai dan moralitas baru yang dianggap memenuhi kepentingan mereka, yang serba individualis, pragmatis, dan materialis.
ADVERTISEMENT
Demoralisasi pemuda Indonesia meningkat tiap tahunnya, mulai dari penyalahgunaan narkoba, pencurian, seks bebas, tawuran antar pelajar dan lain-lain. Berdasar data yang penulis dapatkan dari Pusat data Badan Koordinasi Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) tahun 2007 memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti untuk disertasinya pada Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia menunjukkan bahwa dari 100 orang siswa, 5 diantaranya pernah melakukan hungan seks pranikah. 119 sekolah di lima daerah di Jakarta dan 8941 siswa sekolah menengah atas ikut ambil bagian dalam research ini. Selanjutnya survey yang dilakukan oleh BKKBN di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 63 % dari remaja terlibat dalam hubungan seks pranikah dan 21 % remaja putri melakukan aborsi (Ismail, 2019).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2019, pencurian (79,50 persen) merupakan jenis kejahatan yang paling banyak dialami oleh pemuda di tahun 2019. Sekitar 2,52 persen pemuda di Indonesia melakukan perkawinan dibawah umur 16 tahun. Dari 100 pemuda perempuan, sekitar 6 di antaranya pernah melahirkan ketika umurnya belum mencapai 20 tahun. Untuk proses persalinan, ternyata masih ada sekitar 5,21 persen pemuda perempuan berusia 16-19 tahun yang melahirkan dibantu oleh bukan tenaga kesehatan dan 13,93 persen yang melahirkan di bukan fasilitas Kesehatan (Badan Pusat Statistik, 2019).