Perlunya Regulasi Hukum dalam Praktik Prostitusi di Indonesia

Faiz Aqiel
Mahasiswa Aktif Fakultas Hukum Program Studi S1 Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
21 Desember 2020 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiz Aqiel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prostitusi adalah masalah struktural, permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat adalah masih memahami masalah prostitusi sebagai masalah moral. Tidak menyadari persepsi moral ini akan mengakibatkan sikap "menyalahkan korban" yang ujungnya menjadikan korban semakin tertindas. Dilihat dari aspek pendidikan, prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi. Dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita. Dari aspek ekonomi, prostitusi dalam praktiknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja. Dari aspek kesehatan, praktik prostitusi merupakan media yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya. Dari aspek kamtibmas praktik prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan kriminal. Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika lingkungan perkotaan.
diambil dari Google Image
Prostitusi atau pelacuran merupakan masalah klasik namum tetap terasa baru dan hangat untuk dibicarakan. Prostitusi merupakan masalah sosial yang sebab keberadaannya di tengah-tengah masyarakat sering membuat keresahan dan mengganggu ketentraman kehidupan sosial masyarakat dan juga menjadi sebab degradasari moral masyarakat. Setiap masyarakat atau bangsa tentu memiliki pandangan hidup yang berisi nilai-nilai moral atau etika yang dianggap sebagai suatu kebenaran.
ADVERTISEMENT
Nilai yang dianggap suatu kebenaran oleh suatu masyarakat atau bangsa sudah tentu harus dijadikan jiwa, pandangan hidup dan cita-cita yang akan dijadikan dasar dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan suatu kebenaran tersebut tentunya akan dijunjung tinggi serta akan dilaksanakan dengan kesadaran dan tanpa paksaan (Yopi, 2015). Praktik prostitusi merupakan suatu hal yang bisa merusak sendi-sendi tatanan moral masyarakat. Karena dengan adanya praktik prostitusi yang terjadi di Indonesia maka akan menimbulkan banyak kerugian terutama meningkatkan krisis demoralisasi dalam masyarakat tanpa memperdulikan nilai moral, etika dan hukum yang berlaku (Gunawan, 2016).
Berkaitan dengan prostitusi, KUHP mengaturnya dalam dua pasal, yaitu Pasal 296 dan Pasal 506. Pasal 296 menyatakan “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Sedangkan Pasal 506 menyatakan: “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seseorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal tersebut hanya menegaskan mengenai seseorang sebagai mucikari saja yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipidana, sedangkan bagi para PSK itu sendiri tidak adanya pengaturan yang jelas dalam KUHP karena tidak adanya pasal yang mengatur kriminalisasi terhadap perbuatan PSK.
Ketidakjelasan pengaturan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh PSK ini tentu saja telah menimbulkan kekosongan norma dalam KUHP yang hal ini akan berpengaruh di dalam penegakan hukumnya, artinya secara nasional aparat penegak hukum yaitu kepolisian tidak dapat menindak perbuatan para PSK tersebut karena KUHP tidak memberikan ketentuan untuk itu, yang akibatnya tentu saja para PSK semakin bebas untuk melakukan praktik prostitusi.
Pemidanaan hanya terhadap mucikari saja tidak mencerminkan rasa keadilan, karena dalam perbuatan pelacuran terdapat subyek-subyek yang berkaitan yakni mucikari, PSK dan pengguna jasa prostitusi. Praktik prostitusi bagian dari perbuatan zina dikategorikan sebagai (crime without victim) bahwa PSK dan pengguna termasuk korban tetapi juga sebagai pelaku dalam perbuatannya sehingga hukum pidana positif Indonesia saar ini masih belum memberikan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28D (Lucky, 2016).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hal-hal di atas, untuk dapat ditindaknya para pelaku dalam praktik prostitusi, maka harus memiliki regulasi atau payung hukum yang jelas dengan mengeluarkan kebijakan pembuatan regulasi mengenai praktik prostitusi yang di dalamnya memuat aturan hukum yang dapat menjerat semua pihak yang terlibat dalam praktik prostitusi salah satunya adalah PSK serta pengguna jasa prostitusi. Dibutuhkan pembaharuan sistem hukum pidana untuk mengatasi permasalahan praktik prostitusi di Indonesia.