Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Kebijakan Cukai Plastik Dihapuskan dari Nota Keuangan
27 November 2024 13:35 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Faiza Batrisyia Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah negara dengan masalah sampah plastik yang sangat serius. Ton demi ton plastik dibuang ke lingkungan setiap tahun, mengancam lingkungan termasuk lautan yang menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati. Masalah ini tidak hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga berimbas pada kesehatan manusia dan perekonomian, terutama sektor pariwisata dan perikanan.
ADVERTISEMENT
Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini, pemerintah pernah merancang kebijakan penerapan cukai plastik. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai melalui mekanisme peningkatan biaya, sehingga masyarakat dan pelaku usaha terdorong untuk beralih ke bahan yang lebih ramah lingkungan. Kebijakan ini dianggap sebagai salah satu upaya nyata untuk mengurangi beban lingkungan akibat sampah plastik.
Namun, dalam Nota Keuangan terbaru, kebijakan cukai plastik secara resmi dihapuskan. Keputusan ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang prioritas pemerintah terhadap isu lingkungan dan ekonomi.
Wacana pengenaan cukai plastik telah digadang-gadang sejak tahun 2016. Namun, usulan penerapan cukai plastik baru disampaikan pada tahun 2020. Tidak hanya plastik, tetapi juga minuman berpemanis dan barang-barang yang menghasilkan emisi karbondioksida direncanakan akan dikenakan tarif cukai. Penerapan tarif cukai terhadap sektor industri ini dilakukan dengan harapan untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan mendorong masyarakat Indonesia agar dapat menjalani hidup sehat. Pemerintah mengusulkan penerapan cukai pada kantong plastik sebagai respons terhadap masalah sampah plastik yang semakin mendesak.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan utama diusulkannya cukai adalah dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah plastik di laut, yang tidak hanya merusak ekosistem laut tetapi juga membahayakan biota laut. Indonesia menempati posisi kedua sebagai penghasil sampah plastik terbesar yang masuk ke laut, setelah China. Statistik menunjukkan Indonesia merupakan penyumbang terbesar kedua sampah plastik ke laut, dengan China berada di urutan pertama.
Selain itu, dari segi kimiawi, plastik memerlukan waktu hingga 500 tahun untuk terurai sepenuhnya, meskipun ada beberapa jenis plastik yang dapat terurai dalam waktu 2-3 tahun. Proses penguraian yang sangat lambat ini dapat merusak tanah dan mengganggu kesuburan lahan. Sampai saat ini, Indonesia masih menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia akibat pengelolaan sampah yang belum optimal. Hanya sekitar 20% dari total sampah plastik yang dihasilkan diolah dengan baik, sementara sisanya berakhir mencemari lautan. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka seluruh permukaan laut akan tertutup oleh sampah plastik dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Sri Mulyani meminta izin untuk menerapkan cukai ini dengan harapan dapat mengurangi konsumsi plastik. Cukai tersebut direncanakan sebesar Rp 30.000 per kilogram untuk kantong plastik dengan ketebalan di bawah 75 mikron, yang diharapkan dapat meningkatkan harga dan mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik. Dengan langkah ini, pemerintah juga memperkirakan potensi penerimaan pajak mencapai Rp 1,605 triliun, sekaligus memberikan dampak inflasi yang minimal.
Keputusan untuk menghapus cukai plastik diambil setelah pemerintah melakukan evaluasi terhadap dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan tersebut. Dalam RAPBN 2025, hanya cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang akan diterapkan, sementara cukai plastik dihilangkan sepenuhnya. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa penghapusan ini akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Keputusan pemerintah untuk menghapus kebijakan cukai plastik dari Nota Keuangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertimbangan ekonomi menjadi alasan utama, mengingat kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya stabil. Pemerintah sebelumnya menargetkan penerimaan sebesar Rp 1,84 triliun dari cukai plastik, tetapi realisasinya tidak optimal. Dengan daya beli masyarakat yang masih rendah, kebijakan ini dinilai berpotensi membebani konsumen dan pelaku usaha, sehingga fokus dialihkan pada langkah-langkah yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Tantangan implementasi juga turut menjadi perhatian, terutama kekhawatiran dari pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terkait potensi kenaikan biaya produksi dan harga barang. Ketidakpastian terkait ketersediaan produk substitusi ramah lingkungan menambah kompleksitas masalah ini. Selain itu, tekanan dari industri dan masyarakat turut mempengaruhi keputusan. Banyak pelaku usaha meminta agar penerapan cukai tidak dilakukan secara tergesa-gesa tanpa solusi alternatif yang jelas. Hal ini dapat melemahkan daya saing produk lokal. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menunda kebijakan ini hingga kondisi lebih mendukung.
ADVERTISEMENT
Dihilangkannya kebijakan penerapan cukai plastik dalam nota keuangan tahun 2025 tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dapat ditimbulkan adalah kemudahan bagi industri plastik, terutama bagi produsen dan distributor. Tanpa adanya beban cukai, biaya produksi dan distribusi dapat berkurang, sehingga memungkinkan perusahaan untuk menawarkan produk dengan harga yang lebih kompetitif. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan sektor industri plastik dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar domestik maupun internasional. Kemudian, dengan penghapusan cukai, sektor-sektor yang bergantung pada bahan plastik, seperti kemasan, konstruksi, dan otomotif, dapat mengalami stabilitas yang lebih besar. Hal ini karena pengurangan biaya operasional dapat meningkatkan margin keuntungan dan mendorong investasi lebih lanjut dalam inovasi dan produksi. Stabilitas ini juga bisa berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor terkait.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dampak negatif yang signifikan dari penghapusan kebijakan cukai plastik adalah potensi peningkatan jumlah sampah plastik. Tanpa adanya pajak yang mendorong konsumen untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, perilaku konsumen mungkin tidak berubah. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan limbah plastik yang sulit terurai dan menambah beban pada sistem pengelolaan sampah. Penghapusan cukai plastik juga dapat menghambat upaya pemerintah dalam mencapai target keberlanjutan lingkungan. Kebijakan cukai sering kali digunakan sebagai alat untuk mengurangi penggunaan barang-barang yang merusak lingkungan, termasuk plastik. Dengan hilangnya insentif untuk mengurangi penggunaan plastik, tantangan terhadap komitmen lingkungan akan semakin besar, dan hal ini dapat merugikan upaya-upaya konservasi serta pengurangan emisi karbon dioksida.
Pemerintah perlu segera memperkuat program pengelolaan sampah plastik sebagai alternatif penghapusan cukai. Langkah ini memerlukan kolaborasi erat dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk membangun infrastruktur pengelolaan sampah yang lebih baik, seperti pusat daur ulang berbasis komunitas atau fasilitas pengolahan limbah terpadu. Selain itu, pemberian insentif dapat mendorong industri untuk berinovasi menggunakan material ramah lingkungan, seperti bioplastik atau kemasan berbahan organik.
ADVERTISEMENT
Upaya ini juga harus didukung dengan kampanye edukasi yang masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengurangi penggunaan plastik. Program seperti pelatihan daur ulang, gaya hidup minim sampah, dan pelarangan plastik sekali pakai di ruang publik dapat membangun kesadaran kolektif yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Kombinasi kebijakan ini dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi penggunaan plastik tanpa bergantung pada cukai.
Penghapusan kebijakan cukai plastik dapat memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap lingkungan dan kebijakan di Indonesia. Dalam konteks lingkungan, peningkatan penggunaan plastik dapat memperburuk masalah pencemaran dan mengancam ekosistem. Di sisi lain, keputusan ini mencerminkan tantangan dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan. Kebijakan yang lebih holistik diperlukan untuk memastikan bahwa pertumbuhan industri tidak mengorbankan kesehatan lingkungan. Semua pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat, perlu berkolaborasi untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Beberapa langkah yang bisa diambil meliputi penerapan kebijakan alternatif dengan mempertimbangkan kebijakan lain seperti pengenalan pajak atau insentif untuk produk ramah lingkungan, edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengurangan penggunaan plastik melalui kampanye edukasi, dan inovasi dalam pengelolaan sampah dengan mendorong inovasi dalam teknologi daur ulang dan pengelolaan sampah plastik agar dampaknya dapat diminimalkan.
ADVERTISEMENT
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan untuk masa depan yang lebih baik.
Faiza Batrisyia Nisrina dan Tarisa Azyati, Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN