Konten dari Pengguna

Kawruh Begjo: Filsafat Kebahagiaan Ala Ki Ageng Suryomentaram

Faizuddin Ahmad
Librarian at National Library of the Republic of Indonesia
14 Juni 2022 15:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faizuddin Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source : Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Source : Pexels
ADVERTISEMENT
Ketika berbicara tentang filsafat kebahagiaan pasti tak asing dengan tokoh- tokoh seperti Marcus Aurelius, Senecca, Epitectus dan Cicero dengan ajaran stoikismenya. Stoic merupakan sebuah ajaran yang mengajarkan tentang bagaimana menciptakan kehidupan penuh kebahagiaan atau sekarang sering disebut falsafah anti kecemasan. Filsafat ini menekankan pada dikotomi kontrol tentang bagaimana kita menyikapi peristiwa yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Filsafat Stoa atau Stoic dikenal masyarakat Indonesia secara luas pada tahun 2019 melalui bukunya Henry Manampiring dengan judul filosofi teras. Buku ini terjual lebih dari 25 ribu eksemplar dalam waktu 10 bulan pada tahun 2019 yang kemudian bukunya terpilih sebagai Book of the Year International Book Fair (IIBF) pada tahun itu juga. Pada beberapa bulan lalu ajaraan stoikisme menjadi viral lagi berkat Podcast Deddy Corbuzier dengan Ferry Irwandi
Fakta tersebut mengasumsikan bahwa generasi sekarang ini menjadi generasi yang mudah rapuh, tak kuat mental. Prof Rhenald Kasali dalam sebuah kuliah umunya menyebutkan bahwa generasi muda sekarang ini mempunyai gagasan yang kreatif dan inovatif, tetapi mempunyai kekurangan yaitu mudah menyerah dan gampang sakit hati. Hal ini digambarkan dengan banyaknya curhatan-curhatan yang berseliweran di media sosial. Istilah healing atau self reward menjadi senjata untuk menutupi seberapa rapuhnya generasi sekarang. Padahal kalau dibandingkan nenek moyang kita yang dijajah belanda ratusan tahun mereka masih tetap tegar dan tidak stress. Nyatanya negara kita merdeka berkat ketangguhan mereka melawan para penjajah.
ADVERTISEMENT
Namun, sebenarnya kita tak perlu jauh-jauh menjelajah ke barat atau dunia timur untuk mencari kebajikan hidup. Di Indonesia sendiri banyak filsuf-filsuf lokal yang populer pada zamannya, salah satunya Ki Ageng Suryomentaram. Beliau merupakan seorang pangeran putra dari Sri Sultan Hamenku Buwono VII, raja Jogja.
Kegelisahan Sang Pangeran
Dalam perjalanan singkat sang Pangeran dari Yogyakarta ke Surakarta mengubah jalan hidup Ki Ageng Suryomentaram. Pada saat itu sang pangeran melihat para petani yang sedang bekerja di sawah. Beliau merasa kehidupan mereka berbeda jauh dengan kehidupannya di istana selama ini. Sekembalinya di Keraton, Suryomentaram semakin gelisah. Beberapa kali beliau pergi menenangkan diri dengan melakukan uzlah di gua-gua atau pantai selatan.
Hingga pada suatu hari, gejolak hati Ki Ageng Suryomentaram semakin menjadi sehingga pada akhirnya beliau memutuskan untuk pergi meninggalkan istana melepaskan jabatannya sebagai seorang pangeran. Suryomentaram kabur ke sekitar daerah Cilacap menjadi pedagang batik berbaur dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ajaran Ki Ageng Suryamentaram
Ajaran ki Ageng Suryamentaram yang paling fenomenal adalah ilmu Kawruh Begjo. Konsep dasar dari pemikiran Suryamentaram adalah rasa, Kawruh Begjo proses pengenalan diri yang merupakan hasil kontempasinya selama puluhan tahun. Proses ini dikenal juga sebagai filosofi rasa. Orang yang sudah mempelajari kawruh begjo akan mengerti bahwa hakikat hidup itu sesuai takaranya. Dalam Kawruh Begjo, hidup itu stabil tidak kekurangana atau kelebihan sak butuhe, sak perlune, sak cukupe ,sak benere, sak mestine, sak penake. Kawhruh begjo melihat manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh aku dan karep. Ketika manusia di kendalikan oleh pikirannya akan membuat manusia banyak keinginan yang ingin dicapai. Semakin banyak keinginan atau karep hanya akan membuat manusia semakin menderita. Ibaratnya ketika kita berkeinginan untuk mempunyai mobil maka kita akan mati-matian untuk mencari uang untuk beli mobil, namun setelah mendapatkan mobil kita akan berkeinginan lagi untuk beli rumah maka kita akan mati-matian lagi bekerja untuk membeli rumah dan seterusnya tidak akan ada habisanya. Kawhruh jiwa atau begjo mengajarkan manusia melalui pangawikan pribadi yang tidak berpusat pada pemuasan kebutuhan-kebutuhan material, melainkan bersumber dari jiwa yang tenang dan damai. Hidup akan bahagia kalau segala sesuatunya cukup, cukup beli rumah, cukup beli mobil, cukup beli pesawat dan itu pun kalau uangnya cukup.
ADVERTISEMENT
Mengenai kesedihan dan kebahagiaan, Suryamentaram dalam kawruh begjonya menganalisisi bahwa kebahagiaan dan kesedihan itu silih berganti. Tidak ada orang yang seneng terus dan tidak ada yang orang yang sumpek terus. Maka dari itu Suryamentaram mengatakan bahwa ketika kita mendapatkan sesuatu yang membuat kita senang maka luapkanlah dengan biasa saja, karena pada hakikatkanya semua rasa itu semu. Jangan terlalu meluapkan secara berlebihan karena setelah kebahagiaan pasti akan ada moment dimana kita akan sedih, begitu juga dengan kesedihan suatu saat kita akan menemukan kebahagiaan setelah mengalami kesulitan.
“Di kolong langit ini anakum tak ada suatupun yang pantas diratapi atau ditakuti”