Kisah Saya Menjadi Pustakawan, Awalnya Hanya Diupah Rp 700 Ribu per Bulan

Faizuddin Ahmad
Librarian at National Library of the Republic of Indonesia
Konten dari Pengguna
27 April 2021 8:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faizuddin Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Perpustakaan (Pexels).
zoom-in-whitePerbesar
Foto Perpustakaan (Pexels).
ADVERTISEMENT
Bermimpi menjadi pustakawan memang bukan impian saya sejak kecil. Waktu kecil tidak ada kamus dalam pikiran saya untuk menjadi seorang pustakawan. Ketika ditanya oleh guru TK. Seperti kebanyakan anak-anak jika sudah besar mau jadi apa. Sontak satu persatu anak-anak menyebutkan profesi yang mainstream seperti guru, dokter, tentara, pilot. Tidak ada yang menyebutkan ingin menjadi pustakawan.
ADVERTISEMENT
Ketika mendaftar kuliah jurusan ilmu perpustakaan itu pun saya ambil di pilihan terakhir. Karena pikir saya jurusan ini tidak ada peminatnya sehingga saingannya sedikit. Saya dulu ingin sekali masuk kuliah jurusan PGSD namun selalu gagal dan gagal. dua tahun saya mencoba daftar PGSD namun keberuntungan tidak selalu memihak dan akhirnya saya putuskan tetap ambil jurusan ini.
Memasuki semester 2-3 saya merasa ragu dengan jalan yang saya ambil. Saya selalu memikirkan masa depan saya ketika saya sudah lulus kuliah mau jadi apa. Ragu-ragu saya diperkuat dengan omongan-omongan orang tentang jurusan ini. Ketika saya pulang naik bus dari Jogjakarta ke Purworejo saya duduk bersebelahan dengan seorang bapak-bapak paruh baya.
Kami pun mengobrol ringan.
ADVERTISEMENT
“Mas kuliah di mana?”
Saya jawab dengan lantang “UIN Sunan Kalijaga Pak.”
"Oh jurusan apa?"
Saya jawab dengan agak getir dan mulai tidak semangat. “Ilmu Perpustakaan Pak?”
"Owh memang ada ya jurusan perpustakaan? Kalau lulus berarti jaga buku ya?"
Aku pun tidak bisa menjawab pertanyaan bapak-bapak paruh baya tadi dan saya memang dalam posisi gelap tentang masa depan saya.
Setelah lulus saya mengabdikan diri di salah satu sekolah favorit di Kota Magelang. Meskipun di bilang favorit dan siswa-siswanya merupakan anak-anak orang menengah ke atas.
Masalah kesejahteraan pegawainya yang non PNS sangat mengkhawatirkan saya hanya menerima upah Rp 700.000. Hanya cukup untuk transport dan makan tidak bisa menabung atau menyisahkan hasil untuk orang tua. Hal itu sebenarnya lebih bersyukur dibandingkan teman-teman saya. Rata-rata mereka hanya mendapatkan Rp 200-300 ribu per bulan dan sudah mengabdi berpuluh-puluh tahun.
ADVERTISEMENT
Dari rata-rata 20 perpustakaan sekolah di daerah saya, 10% pustakawan dari jurusan ilmu perpustakaan sisanya adalah para Guru yang menyambi menjadi seorang pustakawan. Jika dilihat fenomenanya rata-rata teman-teman dan kakak kelas saya membelot dari pekerjaan semestinya yaitu pustakawan. Mereka lebih memilih profesi lain atau menjadi pengusaha yang lebih besar pendapatannya demi kesejahteraan hidupnya.
Eureka Menjadi Pustakawan
Di tengah-tengah putus asa yang membara pada tahun 2018, ada eureka dimana saya merasa bangga menjadi pustakawan. Dengan gejolak perasaan yang tidak menentu saya putuskan keluar dari sekolah saya mengabdi. 1 Bulan kemudian saya mendapatkan surat untuk mengikuti lomba pustakawan berprestasi se-kota Magelang. Tak disangka saya masuk 4 besar menjadi salah satu pustakawan berprestasi se kota Magelang. kemudian saya mencoba mendaftar CPNS di Perpustakaan Nasional. Dengan perasaan pasrah dengan segala keputusannya. Tepatnya bulan Desember 2019 pengumuman penerimaan CPNS pun dipublikasikan. Sujud syukur saya curahkan kepada Allah. Tertera nama saya di situ.
Pengunjung membaca buku di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Rabu (5/8/2020). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO

Kesejehteraan menjadi Pustakawan PNS

Menjadi PNS seperti menjadi tujuan utama para calon pustakawan. Di samping segi finansial yang lebih sejahtera, juga ada jenjang karier yang jelas dengan ditekennya Permenpan nomor 9 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
ADVERTISEMENT
Karier menjadi fungsional pustakawan mencapai usia 60 tahun dan 65 tahun jika menduduki jabatan pustakawan utama. Jenjang karier pangkat pustakawan bisa ditempuh 3-4 tahun maksimal dengan mengumpulkan poin angka kredit. Tentunya Semakin tinggi pangkat dan jabatan maka juga meningkatkan koin pada gaji.

Perjuangan menjadi Pustakawan Sejahtera

Bagaimana dengan nasib pustakawan yang non PNS? Tentu saja setiap instansi berbeda-beda tergantung kemampuan finansial instansi tersebut. Pustakawan sekolah rata-rata bergaji Rp 200.000- 1.500.000, sedangkan untuk perpustakaan perguruan tinggi dan umum bisa lebih tinggi sesuai UMR daerah tersebut sekitaran 1.500.000-3.000.000.
Berdasarkan sumber dari data.perpusnas.go.id Indonesia memiliki jumlah perpustakaan terbanyak di dunia urutan nomor 2 berjumlah 164.610 kalah dengan india sebanyak 323.605
Dari jumlah 164.619 tersebut terdiri dari 42.460 perpustakaan umum, 6.552 perpustakaan sekolah, 113.541 perpustakaan sekolah, 2.057 perpustakaan khusus.
ADVERTISEMENT
Dengan jumlah tersebut tentunya sangat menggembirakan sebagai ujung tombak pendukung Pendidikan di Indonesia. Dengan adanya Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007, Perpustakaan merupakan urusan wajib perlu dilaksanakan di Pemerintah Daerah, karena itu merupakan urusan wajib pengadaan tenaga perpustakaan dan pendanaan/anggaran perpustakaan perlu diperhatikan. Namun, kesejahteraan bagi pustakawan non PNS masih jauh dari kesejahteraan maka dari itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk para garda terdepan pendidikan.