Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pendidikan Sebagai Pembangun Kesadaran Nasional
19 Februari 2022 17:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Faizunal Adhmi Abdillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pendidikan saat ini dianggap sebagai salah satu indikator kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa. Tetapi pada awalnya pendidikan di Indonesia bersifat eksklusif dan terbatas, hanya kalangan tertentu yang dapat menikmati pendidikan tanpa keterbatasan. Latar belakang pendidikan di Indonesia sendiri tidak terlepas dari pengaruh Kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan karena sebelum merdeka Bangsa Indonesia dijajah selama kurang lebih 350 tahun oleh Bangsa Belanda. Namun, dalam proses pemberian pendidikan kepada masyarakat Indonesia melalui kebijakan Politik Etis (pengairan, transmigrasi, dan pendidikan) justru menjadi tahap awal titik balik bagi Bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari rantai penjajahan.
Lantas, apa dampak yang ditimbulkan akibat lahirnya kaum intelektual yang memperoleh pendidikan? Mari bersama kita simak tulisan ini.
Lahirnya Tokoh-Tokoh Intelektual
Kemunculan kebijakan Politik Etis berawal dari situasi politik di parlemen Kerajaan Belanda yang di dominasi oleh partai sosialis, mereka merasa bahwa pemerintah kolonial Belanda harus memberikan imbalan atas keuntungan yang selama ini diperoleh akibat menjajah dan mengeksploitasi sumber daya maupun kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Politik Etis berisi tiga bidang yaitu pengairan, transmigrasi, dan pendidikan. Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat melalui kebijakan Politik Etis yang dicetuskan oleh Van Deventer dan tokoh Sosialis lainnya, awalnya merupakan sebuah upaya untuk mendidik pribumi yang diorientasikan untuk meningkatkan kemakmuran Bangsa Belanda di tanah jajahan.
Menurut sejarawan Riklefs, dalam penyelenggaraan kebijakan Politik Etis pemerintah Belanda memiliki motif-motif politik dan ekonomi yang tersembunyi. Pada awalnya, penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah kolonial Belanda memang timpang, hanya kalangan warga Belanda, Bangsawan dan kaum priyayi yang dapat merasakan manisnya pendidikan.
Seiring berjalannya waktu, kebijakan Politik Etis menjadi bumerang bagi eksistensi pemerintah kolonial Belanda. Melalui pemberian pendidikan kaum-kaum priyayi rendahan banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang berjiwa nasionalisme tinggi.
ADVERTISEMENT
Mereka sadar bahwa kedatangan Bangsa Belanda merupakan sebuah penindasan yang menyengsarakan rakyat, mereka bangkit dan bersatu melawan penjajahan. Kelahiran tokoh-tokoh intelektual inilah yang mengubah arah bangsa serta melahirkan semangat untuk merdeka.
Tidak hanya di dalam negeri, banyak kaum bumiputra yang mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan di luar negeri seperti di Belanda, mereka pun juga tersadarkan dengan kesadaran nasionalisme mulai terbentuk melihat bangsanya yang ditindas dan dijajah begitu lama oleh Belanda.
Tokoh-tokoh yang lahir berkat penyelenggaraan kebijakan ini antara lain Soetomo, Radjiman Wedyodiningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soerjaningrat, Tjokroaminoto, dan masih banyak lagi.
Munculnya Partai Politik Pergerakan
Peran para tokoh-tokoh intelektual tidak hanya berhenti ketika muncul kesadaran nasionalisme. Mereka mengimplementasikan dengan mendirikan berbagai partai politik. Partai politik ini digunakan sebagai wadah penyalur wawasan dan pengetahuan mereka agar secara kolektif dapat membangun pemikiran dan gagasan untuk masa depan bangsa.
ADVERTISEMENT
Tidak lagi menggunakan fisik, di periode pergerakan nasional ini perjuangan dilakukan menggunakan wawasan dan gagasan. Meskipun konsep atau gagasan yang beragam mengenai nasionalisme, tetapi berlatar belakang persamaan yang kuat yaitu akibat penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) yang diubah menjadi Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) merupakan salah satu institusi pendidikan yang berperan utama dalam melahirkan tokoh-tokoh intelektual. Eksistensi STOVIA dan OSVIA dalam menjalankan pendidikan melalui Politik Etis dinilai sangat signifikan.
Banyak tokoh maupun kaum muda lulusan sekolah ini menggabungkan wawasan pengetahuannya dengan membentuk partai maupun organisasi yang menjadi wadah mereka untuk saling bertukar pikiran, karena dahulu mereka tidak saling mengenal secara individu karena keterbatasan dan kelas sosial yang diterapkan dalam pendidikan.
ADVERTISEMENT
Kelahiran organisasi seperti Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Sarekat Islam, Insulinde, ISDV, Indische Partij, Taman Siswa, dan organisasi-organisasi lain yang terbentuk di Yogyakarta pada awal abad ke-20 merupakan model baru perlawanan bangsa terhadap penjajah.
Setiap organisasi yang dibentuk memiliki karakteristik masing-masing seperti Boedi Oetomo yang anggotanya berasal dari berbagai suku bangsa dan agama, Muhammadiyah yang bergagasan Islam, Sarekat Islam yang anggotanya yang berasal dari perkumpulan pengusaha batik di Kampung Laweyan (Surakarta).
Organisasi-organisasi inilah yang melanjutkan peperangan mengusir penjajah dengan melakukan pendekatan-pendekatan politik bukan fisik. Pendekatan politik ini memiliki arti luas yaitu berusaha mempengaruhi dan menyadarkan kaum bumiputra agar memiliki rasa simpati dan empati terhadap arah tujuan masa depan bangsanya.
Tujuannya ialah mempersatukan elemen-elemen masyarakat yang selama ini telah terhalang oleh kebijakan dan diskriminasi kelas sosial yang di gencarkan oleh pemerintah kolinialisme Belanda.
ADVERTISEMENT
Dari tulisan diatas, dapat kita simpulkan pendidikan merupakan salah satu hak dan kewajiban yang wajib didapat oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali. Pendidikan menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan suatu tujuan baik itu pribadi maupun yang menyangkut kepentingan bersama.
Siapa yang menyangka bahwa tujuan awal penyelenggaraan Politik Etis menjadi bumerang bagi pemerintah kolonial Belanda yang akhirnya menuntun arah Bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Oleh karena itu, kita sebagai sesama pelajar yang masih dapat menikmati pendidikan secara merdeka tanpa adanya gangguan, intimidasi, intervensi, dan invasi dari negara lain. Selain itu harus berusaha secara maksimal dan jangan menyepelekan apalagi sampai menyia-nyiakan pendidikan.
Karena kita merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi harapan untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan di masa kini dan masa depan.
ADVERTISEMENT
Terima kasih atas perhatiannya teman-teman, VIVA HISTORIA.