Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Basket Kursi Roda, Kami yang Pertama dan Siap Jadi Juara
6 Oktober 2018 18:25 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Fajar Brilianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Basket adalah dunia saya. Sebelum meramu Timnas Basket Kursi Roda, saya sudah melatih tim basket di salah satu universitas di Solo, Jawa Tengah. Tak pernah terpikirkan melatih tim basket difabel sebelumnya, sampai kala itu, saya berbincang dengan salah satu dosen di tempat saya melatih.
ADVERTISEMENT
Tak ada yang menarik dari perbincangan kami, termasuk saat sang dosen menanyakan, sudikah saya melatih tim basket difabel untuk event tingkat Asia. Ya, awalnya saya memang tidak tertarik, bahkan langsung menolak.
Di kesempatan yang lain saya dipanggil perwakilan National Paralympic Committee (NPC), bujukan itu datang lagi kepada saya dan semakin jelas, “bersediakah Anda melatih Timnas Basket Difabel untuk Asian Para Games 2018?”
Jawaban yang sama kembali terucap: “saya tidak mau.” Pertama, merasa ini hal baru bagi saya dan ini tim basket kursi roda pertama Indonesia. Kedua, ini event besar dan banyak orang yang menginginkan posisi tersebut, sementara saya merasa mungkin di luar sana masih banyak pelatih yang lebih hebat.
ADVERTISEMENT
“Kenapa harus saya?” kata saya dalam hati, sambil membuang napas panjang.
Saya benar-benar dirundung kebingungan dan merasa tidak percaya diri kala itu. Hingga menjelang akhir 2017, bujukan itu terus datang. Saya diselimuti kabut keraguan, dan merasa harus menceritakan ini kepada orang di sekitar: keluarga dan teman.
Keyakinan saya mulai bangkit kala keluarga yang akhirnya ikut mendukung. Orang tua saya bilang, “kamu harus percaya diri, kalau kamu belum mencoba, kamu nggak akan tahu kemampuanmu.”
Ditambah, teman-teman dari NPC bilang kalau saya orang yang tepat dan bisa memahami karakter tim ini nantinya. Sontak, tawaran itu jadi tantangan bagi saya.
Saya pun akhirnya tidak punya alasan untuk tidak mau berlatih dan tidak mau melatih tim yang bisa dikatakan masih “hijau” kala itu. Setelah dibujuk-bujuk sampai jalan 2 bulan, akhirnya dengan keyakinan bahwa ini waktu yang tepat untuk berbuat lebih dan menularkan skill untuk tim ini, saya putuskan menyanggupi.
ADVERTISEMENT
Berpacu dengan Waktu
November 2017, saya langsung dipertemukan dengan perwakilan dari Bidang Pembinaan dan Prestasi NPC. Dengan yakin saya bilang, “Saya mau.” Tak butuh waktu lama, Desember 2017 saya langsung ditugaskan memimpin seleksi pemain.
Seolah berpacu dengan waktu, di minggu pertama Desember seleksi pun dimulai. Kala itu calon pemain dipanggil dari semua cabang olahraga paralimpik di Indonesia, dari 40 atlet yang dipanggil, ada sekitar 30 yang datang.
Saya sangat terkejut, karena dari semua yang datang tak satupun yang bisa bermain basket secara profesional. Peluh berderai, saya harus berpikir cepat. Saya putuskan memilih pemain sesuai dengan prinsip basket: kecepatan dan daya tahan. Dari proses itu, saya pilih 11 pemain.
Dalam kurun waktu 9 bulan, kami latih tim ini dari teknik dasar, mulai dari passing, lay up, hingga shooting. Saya langsung pikirkan bagaimana caranya di tengah waktu yang sangat terbatas, tim ini bisa nyaman sehingga cepat menguasai teknik permainan.
ADVERTISEMENT
Jadi, hal pertama yang saya harus lakukan yaitu mencari vendor untuk kebutuhan kursi roda pemain. Saya dahulukan kenyamanan mereka dengan kursi rodanya, sehingga fundamental permainan basket kursi roda ini nantinya lebih mudah tercipta.
Tertatih, lalu Bangkit
Awalnya memang sulit meyakinkan teman-teman di tim. Kebanyakan mereka tidak yakin, karena menganggap susah, apalagi mereka bisanya duduk. Beruntungnya, kebanyakan anggota tim berasal dari cabang yang sifatnya lebih kompetitif, seperti bulu tangkis, renang, dan tenis meja, sehingga progresnya bisa lebih bagus.
Butuh waktu hingga 3 sampai 4 bulan waktu itu. Fokus saya melatih koordinasi tim di lapangan. Sebab, kebanyakan dari anggota tim belum pernah bermain olahraga secara tim. Kondisi anggota tim juga di atas kursi roda yang terbatas, jadi harus saling memanggil agar cepat koordinasinya.
ADVERTISEMENT
Hal yang menarik waktu itu, kami siapkan hadiah bagi mereka yang bisa koordinasi dengan baik dan teriak paling kencang di lapangan. Saya kasih treatment-treatment seperti itu di tiap awal-awal latihan, supaya mereka termotivasi.
Dalam waktu sekitar 9 bulan ini, saya rasakan semangat tim luar biasa. Kalau dibandingkan, orang normal berlatih basket selama 9 bulan bisa apa saja? Teman-teman di tim ini saya rasakan dalam waktu singkat mampu menguasai teknik dengan baik. Dari trible, passing, lay up, shooting, sekarang mereka jagonya.
Meski jatuh, cedera, dan sakit, mereka cepat bangkit lagi. Keterbatasan nyatanya tak menghalangi mereka untuk latihan dengan sungguh-sungguh. Militansi dan loyalitas tim ini sangat tinggi, saya rasakan sendiri. Ibaratnya, “mau dikasih menu apapun, akan mereka lahap habis.”
ADVERTISEMENT
Saya sangat bersyukur, sesuatu yang awalnya membuat saya ragu, ternyata bisa menjadi semangat yang begitu menggebu. Kami memang yang pertama, tapi tidak ada alasan untuk tak jadi juara.
Target dan Peluang
Untuk tim yang masih seumur jagung ini, tidak ada target medali di Asian Para Games nanti, termasuk dari Kemenpora. Sebisa mungkin saya dan tim lakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara.
Hasil medali perak di laga uji coba bulan Juli 2018 jadi motivasi tersendiri bagi kami. Meskipun kualitas masih kalah jauh dari Thailand, tapi mampu menaklukkan Malaysia waktu itu sungguh di luar espektasi. Sekejap motivasi tim terangkat, kami masih punya peluang dan akan kami buktikan.
Biarkan lawan kami nanti bukan pemain basket yang baru setahun bermain seperti kami. Thailand, China, Iran, Jepang, pasti kami lawan.
ADVERTISEMENT
Kami mau berusaha semaksimal mungkin, karena kami adalah embrio basket kursi roda Indonesia. Saya sangat berharap bisa dilanjutkan ke depan.