Melihat Budaya Bersepeda di Jepang

Konten dari Pengguna
31 Agustus 2020 21:28 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampak atas parkiran sepeda di salah satu mal di Jepang (FotoDokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak atas parkiran sepeda di salah satu mal di Jepang (FotoDokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Meningkatnya lalu lalang sepeda di jalan, pesan ajakan dari teman atau saudara untuk bersepeda, dan media sosial yang diwarnai foto-foto sepeda. Kira-kira itulah yang kita temui akhir-akhir ini di masa pandemi COVID-19. Kita semua menyaksikan keranjingan bersepeda terus tumbuh di Indonesia. Sebagian orang melakukannya untuk berolahraga dan sebagian lainnya ingin menghilangkan penat akibat terlalu lama berdiam di rumah selama pandemi.
ADVERTISEMENT
Kita juga lihat fasilitas dan peraturan bersepeda tampak terus dibenahi. Ini dapat menjadi momentum yang pas dalam membangun budaya bersepeda. Mungkin dalam hal ini Jepang bisa dijadikan salah satu contoh, mengingat negara ini salah satu yang memiliki budaya bersepeda yang mengakar. Mari kita simak sekilas budaya bersepeda beserta peraturan dan fasilitas penunjangnya di Jepang, setidaknya dari lensa saya yang pernah tinggal di negara sakura itu.

Alat Transportasi Andalan

Sepeda merupakan salah satu alat transportasi andalan masyarakat Jepang, di samping transportasi umum seperti kereta dan bus. Jumlah sepeda di Jepang mencapai 72 juta, atau lebih dari setengah populasinya yang berkisar 120 juta jiwa. Angka ini menempatkan Jepang di urutan ketiga setelah RRT dan Amerika Serikat.
Anak-anak bersepeda di Jepang (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Sepeda digunakan beragam kalangan dari pekerja konstruksi hingga kantoran, dan dari anak-anak sampai orang tua. Orang-orang berpakaian santai maupun laki-laki berjas dan perempuan bergaun berpergian dengan sepeda. Mereka bersepeda dalam aktivitas sehari-hari seperti pergi bekerja, bersekolah, berbelanja dan berjalan-jalan, ataupun untuk tujuan olah raga dan hobi
Orang tua di Jepang juga banyak yang mengendarai sepeda (Foto: Unsplash)
Tapi jangan heran ya, kebanyakan orang di sana menggunakan sepeda mamachari (sepeda ibu-ibu). Jenis ini populer karena kepraktisannya yang dilengkapi keranjang di bagian muka atau belakang untuk menyimpan barang. Mamachari juga bisa menampung tempat duduk anak lho. Di Jepang banyak pasangan muda suami istri yang bekerja sehingga harus mereka menitipkan anak ke daycare. Oleh karenanya, mamachari menjadi andalan mereka untuk antar jemput anak.
Seorang Ibu mengantar anaknya ke penitipan anak (Foto: Pixabay)
Bagian depan mamachari bisa untuk menyimpan barang atau tempat duduk anak (Foto: Dokumentasi pribadi)

Registrasi Sepeda

Saat membeli sepeda di Jepang, saya harus mendaftarkannya ke kantor Polisi tingkat Prefektur (Provinsi) melalui toko penjual. Nomor rangka dicatat dan sepeda ditempelkan stiker tanda registrasi. Saya juga diharuskan mengisi formulir berisi data diri termasuk nama, alamat dan nomor telepon. Registrasi ini berbiaya sebesar 500 Yen atau sekitar Rp 70.000,-.
ADVERTISEMENT
Dalam hati saya berujar, “Wah di Jepang sepeda diperlakukan seperti kendaraan bermotor, ya.” Tujuan utama registrasi ternyata untuk pendataan kepemilikan sepeda. Kalau kita kehilangan sepeda, catatan registrasi dapat memudahkan Polisi untuk melakukan pencarian. Polisi di Jepang sewaktu-waktu melakukan pemeriksaan acak terhadap sepeda-sepeda di jalan. Jadi kita bisa sedikit tenang, kalau sepeda kita hilang tetap ada kemungkinan untuk ditemukan.
Polisi Jepang sedang berpatroli dengan sepeda (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Aturan Berlalu Lintas bagi Sepeda

Peraturan berlalu lintas bagi pesepeda di Jepang cukup ketat. Pesepeda wajib berada di jalur paling kiri jalan dan tidak diperbolehkan melaju berdampingan. Lampu dan rambu lalu lintas juga harus dipatuhi sepeda selayaknya kendaraan bermotor. Bersepeda berboncengan, berganti arah tiba-tiba dan menggunakan payung merupakan pelanggaran. Meskipun cenderung banyak batasan, pesepeda dapat memasuki area trotoar, tapi hanya yang bertanda khusus.
ADVERTISEMENT
Bagi yang melanggar harus bersiap-siap kena denda yang tidak sedikit lho, yaitu berkisar 20,000-50,000 Yen atau sekitar Rp 2,8 juta – Rp 7 juta! Tapi tunggu dulu, masih ada jenis hukuman yang lebih berat yaitu penjara (maksimal 3 bulan). Jenis hukuman ini berlaku bagi pesepeda yang melanggar lampu dan rambu lalu lintas atau melaju di sisi kanan jalan. Jadi, kita harus betul-betul pelajari aturan yang ada dan menerapkannya di jalanan kalau tidak ingin kena hukuman.
Pesepeda menunggu lampu penyeberangan untuk berganti arah (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Saat mempelajari peraturan bersepeda di Jepang, timbul berbagai pertanyaan di benak saya. Salah satunya adalah bagaimana caranya berbelok atau berputar balik ke arah kanan kalau sepeda dilarang berada di jalur kanan? Ternyata jawabannya sepeda harus memanfaatkan zebra cross dan berbaur dengan para pejalan kaki. Meskipun terdengar merepotkan, pada praktiknya cukup mudah dengan adanya fasilitas penyeberangan jalan yang memadai di sana.
ADVERTISEMENT

Fasilitas bagi Sepeda

Parkiran sepeda di Apartemen (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Dengan banyaknya sepeda di Jepang, ada satu fasilitas yang sangat penting dan banyak ditemui: parkiran. Gedung-gedung menyediakan fasilitas ini bagi para pegawai dan tamunya. Parkiran juga disediakan di stasiun, pusat perbelanjaan, taman, sekolah dan apartemen. Di sepanjang trotoar di sekitar titik keramaian biasanya juga tersedia parkiran. Jangan parkir sepeda di area bertanda larangan ya, kalau tidak ingin sepedamu diangkut petugas Biro Pekerjaan Umum Kota!
Petugas Pemerintah Kota Osaka mengangkut sepeda yang parkir tidak pada tempatnya (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Di sejumlah ruas jalan banyak ditemukan lajur khusus sepeda. Di sepanjang lajur ini biasanya terdapat larangan parkir bagi kendaraan bermotor. Untuk tujuan olah raga dan hobi, tersedia jalur dan rute tur sepeda yang biasanya ditemui di pinggiran kota. Rute ini melintasi berbagai area dan tempat menarik yang menawarkan keindahan alam serta nilai sejarah dan budaya setempat.
Lajur khusus sepeda di jalan raya (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Jalur tur sepeda menyusuri sungai dengan pemandangan pedesaan dan pegunungan (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Jadi, selain untuk aktivitas olah raga dan menghilangkan penat, semoga budaya bersepeda di Indonesia juga menjalar ke aktivitas sehari-hari. Mudah-mudahan seiring peningkatan jumlah pesepeda di Indonesia, fasilitas dan peraturan penunjang juga semakin membaik. Pada waktunya, bukan tidak mungkin Indonesia memiliki budaya bersepeda yang tertib, aman dan nyaman seperti di Jepang. Kita pasti bisa!
Aktivitas akhir pekan bersepeda bersama keluarga ke tempat-tempat menarik di Jepang (Foto: Dokumentasi Pribadi)