Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ceritaku Berkunjung ke LDII
12 Juli 2023 19:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Fajar Hidayatulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya dan rekan saya mendapatkan tugas dari dosen. Untuk melakukan praktik Ilmu Etnografi yang diajarkan beliau untuk diterapkan pada lingkungan sekitar atau lembaga yang dituju, kami berdua mengambil judul studi kebudayaan di ruang lingkup LDII. Hal ini kami ambil karena latar belakang teman saya yang ingin sekali tahu tentang kebudayaan apa saja yang berada pada lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Sehingga itu menjadi alasan teman saya maupun saya juga untuk melakukan riset itu. Hal selanjutnya setelah menentukan judul, kami berdua mencari tempat lembaga tersebut dengan menggunakan aplikasi Google Maps. Ditemukan tempatnya berada di Jl. Jetis Kulon Gg. VII No. 10, Wonokromo, Kec. Wonokromo, Surabaya.
Tempat pada lembaga LDII itu kebetulan dekat juga dengan campus UINSA yang berada di ahmad yani, dan secara sengaja teman saya merekomendasikan itu. Kemudian tak lama setelah menentukan tempat, saya dan teman saya menentukan hari untuk datang ke sana, tepat pada hari yang sudah ditentukan kita pun datang ke sana kami bertemu dengan Ketua Santri LDII.
Kami disambut dengan cukup baik, untuk masuk ke dalam masjid LDII tersebut untuk dilakukannya wawancara. Perlu diketahui juga bahwa beliau ini merupakan seorang mahasiswa UNESA yang sedang mengajukan daftar sidang skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
ADVERTISEMENT
Saya dan teman saya kemudian melakukan wawancara secara sederhana dengan duduk bersila dan berhadap-hadapan layaknya orang yang sedang ngobrol. Begini kira-kira obrolan kami.
Apa kebudayaan yang menarik pada lembaga ini?
Pada waktu tertentu terdapat event atau acara tingkat DPW LDII yang bernama Silahturahmi Syawal, yang diikuti oleh bukan hanya agama Islam saja, tapi juga ada agama Hindu, Kristen, dan juga lintas lembaga Seperti NU maupun Muhammadiyah, beliau melanjutkan bahwa LDII terbuka terhadap lembaga yang lain, bahkan sampai perbedaan agama sekalipun.
Apakah ada budaya khusus dalam lembaga LDII Surabaya ini yang membedakan dari lembaga LDII yang lain? Bagaimana sikap warga sekitar?
Bahwasanya lembaga LDII ini tidak memiliki perbedaan dengan lembaga LDII yang lain, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa lembaga LDII yang lain tertutup, beliau melanjutkan bahwa LDII pada lembaga ini sangat terbuka pada masyarakat bahkan beberapa kegiatan warga Lembaga ini ikut serta membantu, artinya sangat terbuka terhadap masyarakat meskipun itu bukan acara ataupun kegiatan LDII.
ADVERTISEMENT
Apa yang membedakan kebudayaan lembaga ini dengan lembaga Islam yang lain misal NU atau Muhammadiyah. Contoh di NU ada sholawatan atau tahlilan, apakah di LDII ada kebudayaan yang seperti itu?
Di LDII tidak ada sholawatan, meskipun demikian kalaupun ada tetangga diluar LDII yang mengadakan kegiatan tersebut LDII tetap akan membantu dibidang lain, misalnya konsumsi acara tersebut.
Apakah setiap orang di luar LDII yang salat di dalam masjid LDII harus dipel?
Meskipun ini masjid LDII tidak dituliskan label di depan masjid bahwa ini menunjukkan LDII, sehingga itu kemudian menjadikan orang diluar LDII datang ke masjid ini. Konteks harus dipel dan tidak itu dilihat bagaimana orang itu ketika datang ke masjid ini. Ketika orang itu datang ke masjid semisal habis menginjak kotoran di pinggir jalan yang kemudian masuk ke dalam masjid, nah itukan perlu di bersihkan.
ADVERTISEMENT
Di atas masjid ini merupakan Pondok Mahasiswa. Sementara di dalam lembaga LDII ini terdapat koperasi, toko sembako dan semacamnya. Apakah ada filosofisnya atau latar belakang terbentuknya itu?
Di sini adalah tempatnya pondok Mahasiswa dan Pelajar dan tentu untuk kebutuhan sehari-hari itu dibutuhkan. Sebetulnya toko-toko itu bukan milik pondok tapi milik masjid ini dan tentu yang di prioritaskan untuk anak-anak pondok. Meskipun demikian orang-orang di luar LDII juga banyak yang membeli di toko tersebut. Toko itu juga untuk membantu masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhannya juga. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai. Lantai pertama dan kedua merupakan masjid, sedangkan lantai ketiga merupakan pondok yang biasa digunakan tempat pengajian dan khataman. Memang saat ini terkendala tempat. Dan alhamdulilahnya di belakang masjid ini ada rumah yang dijual, kemudian kita beli untuk dijadikan pondok putra ketika selesai dibangun nanti.
ADVERTISEMENT
Apakah ada perbedaan kebudayaan LDII di kota maupun di desa menurut sepengetahuan Anda?
LDII di kota maupun di desa tidak memiliki perbedaan.
Jadi itulah wawancara kami dengan beliau selaku ketua santri LDII di tempat tersebut. Selesai dari wawancara saya dan teman saya melakukan observasi atau pengamatan kami melihat bahwa tidak ada papan nama di depan masjid bertuliskan LDII, kemudian tempat masjidnya di lantai 3 diisi oleh pondok putra. Posisi lembaga ini berada pada gang yang bisa hanya dilalui oleh satu mobil. Di depan masjid merupakan tempat koperasi, sedangkan di sebelah koperasi ialah toko sembako.