Konten dari Pengguna

Gaduh Wacana Penundaan Pemilu 2024

Fajar Maulana Uce
Mahasiswa Universitas Sriwijaya
11 Maret 2022 18:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Maulana Uce tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wacana penundaan pemilu 2024 yang sempat diperbincangkan pada 2021 kini mencuat kembali usai cnnindonesia.com merilis berita pada 2 Maret lalu. Dilansir dari cnnindonesia.com, bahwa ada empat pejabat teras Partai Amanat Nasional (PAN) datang ke rumah dinas Zulkifli Hasan untuk membicarakan wacana penundaan pemilu 2024 atas arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan. PAN diminta untuk memberikan dukungan terhadap penundaan Pemilu 2024 dan menyampaikan dukungan tersebut kepada publik oleh ketua umum partai.
ADVERTISEMENT
Alasan dari penundaan pemilu 2024 adalah kondisi negara yang masih dilanda oleh COVID-19, kondisi perekonomian yang masih memburuk dan banyak program kerja dari pemerintah yang tertunda termasuk pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Jika dilihat dari kacamata awam hal tersebut merupakan alasan yang masuk akal untuk melakukan penundaan pemilu 2024 karena kita tidak tahu apakah saat pemilu 2024 nanti, situasi negara ini sudah terbebas dari COVID-19 atau justru makin memburuk seperti saat varian Delta masuk ke Indonesia. Tetapi, jika kita melihat wacana tersebut melalui kacamata konstitusi dan peraturan perundang-undangan maka wacana tersebut tidak dapat dibenarkan ataupun dijalankan.
Dalam prosedur pengajuan perubahan pasal UUD 1945 yang tercantum dalam Pasal 37 ayat (1) yang berbunyi “Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Jika mengacu pada Pasal 37 ayat (1) tersebut maka proses untuk mengajukan pun tidak akan bisa karena hanya dua partai yang menyetujui penundaan pemilu 2024 sedangkan prosedurnya adalah sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga tidak sejalan dengan hasil dari rapat kerja komisi II DPR RI bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP yang menyepakati bahwa pemilu dilaksanakan serentak pada 14 Februari 2024. Yang membuat publik bingung adalah bahwa partai yang menyuarakan dan menyetujui penundaan pemilu adalah partai yang menjadi anggota fraksi dari Komisi II DPR. Sepatutnya jika partai tersebut menginginkan adanya penundaan pemilu 2024 mengapa tidak disampaikan saat rapat kerja Komisi II DPR bersama KPU tersebut. KPU juga melalui Komisionernya Arief Budiman menyatakan bahwa KPU sudah sangat siap melaksanakan pemilu 2024 karena sudah melewati proses yang cukup panjang dalam menghasilkan kesepakatan pelaksanaan pemilu 2024. Dan untuk masalah kekhawatiran COVID-19 masih tetap ada sampai pemilu 2024 nanti, pastinya hal ini pun sudah dipikirkan oleh anggota komisi II DPR saat melakukan rapat kerja dengan KPU, karena tidak mungkin mereka menetapkan tanggal pemilu tanpa memikirkan berbagai macam kemungkinan terburuk.
ADVERTISEMENT
Dalam portal berita yang tadi sudah dijelaskan di atas, pertemuan tersebut bisa saja menandakan bahwa presiden yang menginginkan perpanjangan masa jabatan dan kemudian memberikan perintah kepada Luhut untuk melakukan pertemuan dengan petinggi partai, karena tidak mungkin menteri melakukan sesuatu tanpa ada persetujuan dari presiden atau tanpa ada perintah dari presiden. Hal ini juga diperkuat dengan survei kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden mencapai 73,9 persen yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada akhir Januari 2022.
Dalam diskusi dengan para pengamat politik dan pejabat partai, Stafsus Mensesneg, Faldo Maldini membantah dugaan tersebut. Menurutnya, presiden bukan merupakan dalang dari wacana ini dan jangan di seret-seret ke dalam wacana ini karena presiden sedang fokus melaksakan tugasnya mulai dari melakukan pembangunan, memperbaiki ekonomi dan sebagainya. Dan sampai saat ini atau sampai hari ini presiden tetap menjalankan konsitusi, pemerintah tetap memantau isu ini dan akan menjawab apa yang ditanyakan dengan catatan pertanyaan tersebut dapat diuji validitasnya.
ADVERTISEMENT
Lantas jika alasan terkuat penundaan pemilu 2024 adalah COVID-19 maka hal tersebut sangat tidak relevan karena ada negara yang pada Maret 2022 ini memulai pemilihan presiden yaitu Korea Selatan. Korea Selatan yang kasus positif hariannya masih berada pada angka seratus ribu tetap melakukan pemilihan presiden dan tidak melakukan penundaan. Dan tentu saja hal tersebut sudah diperhitungkan dengan sangat hati-hati oleh Korea Selatan. Jadi, sangat tidak relevan jika COVID-19 menjadi alasan penundaan pemilu.
Partai politik merupakan wadah untuk membantu rakyat dalam menentukan pemimpin atau presiden selanjutnya, maka seyogianya para partai politik tidak membuat kegaduhan dengan membuat isu politik seperti ini terlebih lagi dengan apa yang disampaikan oleh Stafsus Kemenseg bahwa presiden tidak pernah membahas hal seperti itu dan jangan menyeret presiden kedalam isu yang tidak pernah dibahas atau dengan kata lain presiden tidak menginginkan penundaan pemilu 2024. Dan jika apa yang dikatakan oleh Stafsus Kemenseg benar, maka sudah sepatutnya presiden melakukan penegasan bahwa tidak akan ada penundaan pemilu agar masyarakat tidak terus-menerus menyimpan kecurigaan bahwa nantinya akan ada penundaan pemilu 2024 dengan mengubah (amendemen) atau tidak mengubah konstitusi.
ADVERTISEMENT
Argumen ini juga diperkuat oleh survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang resmi diterbitkan pada hari kamis 3 Maret 2022, yaitu survei sikap publik terhadap penundaan pemilu dan masa jabatan presiden. Survei tersebut menyatakan bahwa mayoritas warga menolak perpanjangan masa jabatan presiden sehingga presiden harus mengakhiri jabatannya pada 2024 sesuai konstitusi dengan tingkat persentase berkisar 68-71 persen. Mayoritas warga juga lebih setuju bahwa pergantian kepemimpinan nasional melalui pemilu 2024 harus tetap diselenggarakan meski masih dalam kondisi pandemi COVID-19 dengan persentase 64 persen dibandingkan harus ditunda karena alasan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 dengan tingkat persentase 26,9 persen.