Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melihat Cultural Appropriation dari Aspek Hukum
26 April 2022 17:17 WIB
Diperbarui 2 Juli 2023 19:07 WIB
Tulisan dari Fajar Maulana Uce tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konflik antara Korea Selatan dengan Cina terkait cultural appropriation bukan baru-baru ini terjadi, yang mana sebelumnya konflik juga terjadi saat Cina mengklaim kimchi yakni makanan tradisional Korea Selatan sebagai makanan tradisional miliknya yang disebut pao cai. Konflik selanjutnya yang terjadi antara Korea Selatan dengan Cina adalah bahwa Cina dengan sengaja mengklaim hanbok. Dilansir dari cnbcindonesia.com, Cina mengklaim hanbok yakni pakaian tradisional Korea Selatan sebagai pakaian tradisional miliknya yang disebut hanfu. Konflik ini bermula saat seorang aktris Korea Selatan yakni Kim So Hyun memposting foto dirinya di akun media sosial miliknya dengan mengenakan pakaian hanbok saat perayaan tahun baru imlek. Sontak, postingan tersebut dibanjiri komentar warga Cina yang mengatakan bahwa hanbok merupakan pakaian tradisional Cina. Warga Korea Selatan pun tidak tinggal diam melihat pakaian tradisional nya diklaim oleh Cina, mereka kemudian memberikan komentar bahwa hanbok merupakan pakaian tradisional Korea Selatan dan bukan merupakan pakaian tradisional Cina.
ADVERTISEMENT
Konflik kemudian menjadi semakin panas usai Pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing di Cina, yang mana saat upacara pembukaan ditampilkan perwakilan suku-suku di Cina dengan mengenakan pakaian tradisionalnya dan terlihat salah satu suku nya mengenakan pakaian hanbok yang mana merupakan pakaian tradisional Korea Selatan. Konflik ini pun semakin panas karena kedua negara sama-sama mengakui bahwa pakaian tersebut merupakan pakaian tradisional negaranya berdasarkan sejarah panjang negaranya.
Berbicara mengenai cultural appropriation yang dalam hal ini adalah kasus antara Korea Selatan dengan Cina, maka hal ini dapat ditinjau dari segi hukum. Jika kita melihat kasus ini melalui sudut pandang hukum, maka terdapat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat melindungi negara yang budayanya diakui oleh negara lain (cultural appropriation).
ADVERTISEMENT
Konsep HKI berkembang di dunia internasional dengan berbagai konvensi, yang salah satunya ialah TRIPs-WTO Agreement. Dalam perkembangannya, TRIPs-WTO Agreement dinilai sebagai perjanjian internasional di bidang Kekayaan Intelektual yang paling komprehensif. Perjanjian TRIPs secara tegas mengatur bahwa seluruh negara anggota wajib mentaati dan melaksanakan standar-standar universal TRIPs secara full compliance dalam melindungi KI. TRIPs adalah rangkuman dari kesepakatan perjanjian sebelumnya dalam mengatur pengelolaan hak kekayaan intelektual.
Jika suatu negara sudah meratifikasi aturan-aturan dari konvensi TRIPs maka negara yang bersengketa dapat menyelesaikannya menggunakan hukum nasional nya atau dengan beberapa cara lain. Upaya lain yang dapat dilakukan ialah melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan cara negosiasi baik itu yang bersifat langsung maupun mediasi yaitu menyertakan pihak ketiga, penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, dan penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase baik yang bersifat ad-hoc maupun terlembaga. Apabila upaya tersebut sudah dilakukan namun belum menemukan titik tengah, maka dapat menggunakan forum penyelesaian sengketa pada lembaga internasional sebagai alternatif selanjutnya, yakni World Intellectual Property Organization (WIPO) Mediation and Arbitration, dan Dispute Settlement Body World Trade Organization (DSB-WTO).
ADVERTISEMENT
World Intelectual Property Organization (WIPO) merupakan suatu badan khusus PBB yang dibentuk pada 14 Juli 1967 dengan didasarkan atas Convention Establishing the World Intellectual Property Organization. Tujuan utama dari WIPO ialah untuk melindungi hak cipta dan kebudayaan yang dimiliki oleh negara-negara anggota PBB. Sedangkan Dispute Settlement Body (DSB) merupakan badan penyelesaian sengketa dagang internasional di bawah forum WTO. Semua anggota WTO wajib menyelesaikan sengketa dagang melalui badan ini dan negara yang bersengketa tidak diperkenankan mengambil tindakan secara sepihak yang akan menimbulkan persoalan baru secara bilateral maupun multilateral.
Dengan demikian, Korea Selatan sebagai negara yang mengalami cultural appropriation memiliki beberapa upaya hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konfliknya dengan Cina, yakni dengan menggunakan hukum nasional Korea Selatan jika Korea Selatan sudah meratifikasi aturan-aturan yang terdapat di dalam Konvensi TRIPs, melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan metode negosiasi, litigasi dan arbitrase, atau cara terakhir jka antara Korea Selatan dan Cina belum menemukan kesepakatan yaitu melalui forum penyelesaian sengketa lembaga internasional yang memiliki dua badan yakni WIPO Mediation and Arbitration atau Dispute Settlement Body (DSB) yang berada di bawah naungan WTO.
ADVERTISEMENT