Konten dari Pengguna

Polemik Sistem Proporsional Tertutup Pada Pemilu 2024

Fajar Maulana Uce
Mahasiswa Universitas Sriwijaya
2 Juli 2023 13:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Maulana Uce tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.canva.com/design/DAFmPj9SYTE/j4WreJ2brRKZMv2hmicVVg/edit?utm_content=DAFmPj9SYTE&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.canva.com/design/DAFmPj9SYTE/j4WreJ2brRKZMv2hmicVVg/edit?utm_content=DAFmPj9SYTE&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai negara demokrasi, tentu representasi dari Indonesia sebagai negara demokrasi harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan bernegara, yang mana sejalan juga dengan tugas untuk mengamalkan apa yang tercantum dalam Konsitusi, yakni Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa rakyat memegang kedaulatan tertinggi yang kemudian dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, negara mewujudkannya dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Pemilihan umum (pemilu) merupakan ajang untuk melibatkan partisipasi rakyat dalam memilih siapa yang harus mewakili mereka untuk duduk di parlemen. Karena para legislator dipilih secara langsung oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, tentunya para legislator harus sepenuhnya mendengarkan aspirasi dari rakyat yang kemudian dituangkan dalam produk hukum serta kebijakan-kebijakan yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa produk hukum dan kebijakan yang lahir sepenuhnya mementingkan kepentingan umum.
Dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, dikenal adanya sistem proposional atau perwakilan yang kemudian terbagi atas proporsional tertutup dan proporsional terbuka. Secara sederhana sistem proporsional tertutup dapat dipahami bahwa rakyat hanya memilih partai politik saja dan siapa yang akan duduk di kursi perlemen sepenuhnya menjadi keputusan partai politik. Sedangkan sistem proporsional terbuka dapat dipahami bahwa rakyat tidak hanya memilih partai politik, tetapi secara langsung memilih siapa yang akan duduk di parlemen. Maka mudah untuk melihat bahwa dalam sistem proporsional terbuka, rakyat dapat berpartisipasi langsung dalam menentukan siapa yang akan duduk di parlemen. Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan diubahnya sistem pada Pemilu di Indonesia yang sebelumnya memakai sistem proporsional tertutup, kemudian pada 2009 pertama kali digunakan sistem proporsional terbuka.
ADVERTISEMENT
Pemilu 2019 menjadi penanda bahwa sudah satu dekade negara kita menggunakan sistem proporsional terbuka, yang mana Pemilu selanjutnya yakni pada 2024 seharusnya tetap memakai sistem proporsional terbuka, tetapi kemudian timbul isu bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengeluarkan putusan bahwa Pemilu 2024 akan memakai sistem proporsional tertutup. Tentu hal tersebut bukan pertimbangan yang mudah karena kedua sistem tersebut pada dasarnya memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diperhatikan.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa kelebihan dari sistem proporsional terbuka ialah rakyat dapat secara langsung melihat dan memilih siapa yang akan duduk di parlemen mewakili mereka, tetapi ternyata dalam praktiknya juga memunculkan kelemahan, yakni maraknya kegiatan money politic serta mahalnya anggaran yang dikeluarkan oleh negara karena membutuhkan kertas suara yang ukurannya lebih besar. Praktik money politic ini membuat siapapun bisa mencalonkan diri asalkan memiliki dana untuk melakukan kampanye agar mendapatkan banyak suara, sehingga orang yang tidak memiliki dana untuk kampanye tidak akan mencalonkan diri atau di sisi lain akan muncul “pebisnis-pebisnis” yang akan mensponsori caleg untuk melakukan kampanye dengan syarat saat ia terpilih harus membuat kebijakan yang menguntungkan pebisnis. Selain itu, partai politik akan cenderung melirik artis-artis yang memiliki popularitas dan bersedia untuk menjadi caleg karena akan memudahkan dalam kampanye. Padahal partai politik tersebut memiliki kader-kader dengan kredibilitas tinggi tetapi karena tidak memiliki popularitas dan dana untuk menjadi caleg maka akan tersingkirkan oleh artis-artis. Hal demikianlah yang memungkinkan pemilu 2024 kembali memakai sistem proporsional tertutup.
ADVERTISEMENT
Munculnya wacana untuk kembali memakai sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 juga bukan berarti sistem ini benar-benar baik karena sistem ini juga memiliki kekurangan. Memang dalam hal anggaran yang dikeluarkan negara tidak sebesar pada proporsional terbuka karena dalam surat suara tidak perlu mencantumkan nama caleg tetapi cukup gambar atau logo partai saja, yang mana dapat menutup celah praktik money politic. Tetapi pada kenyataanya dalam sistem ini praktik money politik tetap terjadi, yakni pada internal parpol para Caleg berlomba-lomba untuk memberikan dana kepada partai agar nama mereka berada pada nomor urut teratas, yang mana mengakibatkan caleg yang diusung partai bukan merupakan caleg yang memiliki kredibilitas tetapi caleg yang memiliki modal besar.
ADVERTISEMENT
Jika melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem, maka masih lebih efektif untuk memakai proporsional terbuka karena caleg dipilih secara langsung oleh rakyat dan rakyat mengetahui siapa yang mereka pilih sehingga secara langsung legislator tersebut mendapatkan legitimasi dari rakyat. Tetapi, jika pemilu 2024 tetap akan memakai sistem proporsional tertutup maka perlu beberapa hal yang harus disiapkan, agar tidak terjadi lagi praktik-praktik yang merugikan rakyat. Misalnya, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) disediakan papan yang berisi nama atau foto caleg dari masing-masing parpol agar tidak seperti memilih kucing dalam karung, atau dapat juga dilakukan survei terbuka atau uji publik pada setiap caleg agar rakyat dapat menentukan siapa yang akan mereka pilih dan juga dapat menutup celah praktik money politic. Terkait nomor urut nama caleg dalam setiap parpol juga perlu diatur lebih lanjut agar menutup celah caleg yang memiliki kedekatan internal dengan petinggi parpol, misalnya dengan membuat pemeringkatan mengenai rekam jejak integritas caleg.
ADVERTISEMENT