Toxic Family: Ketika Rumah Bukan Lagi Tempat Paling Nyaman

Fajar Maulana Zaky
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, fakultas syariah dan hukum jurusan hukum keluarga.
Konten dari Pengguna
1 Desember 2021 10:38 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Maulana Zaky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi toxic family, photo from Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi toxic family, photo from Unsplash
ADVERTISEMENT
Keluarga yang saling menghargai, menghormati dan saling support adalah dambaan kita semua. Dan rumah merupakan tempat yang begitu aman dan nyaman untuk menjadi tempat tinggal kita bersama anggota keluarga. Namun enggak semua dari kita beruntung bisa mendapat hal-hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejak masa anak-anak, remaja atau sudah berumah tangga, sebagian dari kita berada dalam keluarga yang malah membuatnya terhambat berkembang. Terjebak dalam lingkungan pasif yang menuntut begitu banyak hal untuk dijalani.
Namun ya namanya kehidupan memang tidak selalu berjalan mulus seperti keinginan kita. Ada saja masalah yang terjadi, ada saja hambatan yang harus kita atasi. Apalagi dengan orang-orang yang paling dekat dengan kita, yaitu keluarga. Mulai dari masalah yang wajar, hingga yang tidak sehat.
Dalam keluarga itu, berbagai macam masalah pasti akan terjadi, mulai dari pasangan suami istri, anak dengan orang tua, dan dengan saudara. Namun jika masalah yang terjadi terus menerus tanpa adanya solusi, yang membuat kita cemas, sedih, dan marah setiap memikirkannya. Bahkan membuat kita merasa harus mengurangi interaksi dan komunikasi dengan keluarga. Sehingga berada di luar rumah adalah pilihan yang tepat, untuk mencari kenyamanan di luar rumah. Hal tersebut menandakan bahwa kita sedang berada dalam keluarga yang beracun, atau biasa disebut toxic family.
ADVERTISEMENT
Pengertian Toxic Family
Toxic family adalah perilaku anggota keluarga yang membuat kita tidak nyaman atau saling menyakiti anggota lainnya baik secara verbal maupun non verbal. Masalahnya pun terjadi terus menerus tanpa mencoba menemukan solusi, namun justru membuat permasalahan makin rumit. Ciri yang paling menonjol yaitu mementingkan ego masing-masing, sehingga sering terjadi keributan antar anggota keluarga.
Berbagai konflik mulai dari hal biasa hingga yang cukup besar, merupakan hal yang wajar dalam hubungan keluarga. Selagi kita dan mereka bisa saling memahami dan saling memperbaiki, maka semua konflik pasti bisa diatasi.
Perilaku Toxic Family
1. Mengontrol atau Mengekang Kehidupan Kita
Banyak remaja yang merasa dirinya selalu dikendalikan orang tuanya, padahal ada perbedaan antara pola asuh anak normal dan pola asuh yang mengekang. Bedanya ketika perilaku mereka membuat kita merasa takut dan mengontrol segala bentuk perilaku kita, itu merupakan pola asuh mengekang. Pasti tidak enak kan jika kita tidak bebas mengekspresikan diri sendiri, padahal masa remaja merupakan masa di mana kita mencari jati diri masing-masing.
ADVERTISEMENT
2. Hanya Melihat kesalahan kita
Pelaku toxic family sangat jeli melihat kesalahan kita, tetapi mereka buta dalam melihat kesalahan diri sendiri. Meskipun hanya masalah biasa, pasti akan mereka singgung, walaupun sebenarnya hanya perbedaan pandangan saja. Jelas sangat berbeda pemikiran orang dewasa dan anak remaja. Mereka hanya menilai seseorang menurut pandangannya sendiri, tanpa melihat perasaan yang lain.
3. Meremehkan Kita
Keluarga seharusnya merupakan orang-orang yang akan mendukung kita, mengarahkan jika kita melakukan kesalahan, mendukung kita saat berada pada masa-masa sulit, dan tempat mengungkapkan perasaan kita. Anggota keluarga yang toxic malah sebaliknya, mereka sedikit bahkan sama sekali enggak melihat perasaan kita. Mereka akan lebih sering tidak setuju dengan pendapat kita, walaupun itu adalah hal yang benar. Bukannya mencari solusi, mereka justru akan meyakinkan kita bahwa pendapat atau perkataan kita itu hal yang salah.
ADVERTISEMENT
4. Membuat Insecure
Karena banyaknya kekangan dan kurangnya apresiasi, selalu disalahkan dan diremehkan. Anggota keluarga toxic bisa merasa kurang kasih sayang dan perhatian, sehingga menimbulkan rasa tidak percaya pada dirinya. Hal itu bisa mengakibatkan insecurity yang merugikan diri sendiri dan kehidupan sosial. Karena selalu disalahkan dan diremehkan, anggota keluarga toxic akan takut untuk mengambil keputusan dalam hidupnya.
5. Melakukan Kekerasan Verbal dan Non verbal
Anggota keluarga yang toxic tidak pernah merasa melakukan perbuatan yang tidak baik. Jika apa yang mereka lakukan tidak mempan, mereka bisa melakukan kekerasan verbal dan non verbal seperti memukul dan membentak. Jika ini terus dilakukan, bisa mengakibatkan seseorang mengalami trauma, dan ketika dewasa berpotensi melakukan hal yang sama saat membina rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Solusi dan Healing yang Tepat
Pasti tidak nyaman kan jika kita harus tinggal bersama keluarga yang toxic. Karena kita semua dapat berkembang dengan baik di lingkungan yang tepat, dan hal yang paling penting adalah menikmati hidupmu, menjadi bahagia, apa pun yang terjadi (Audrey Hepburn).
Rumah yang seharusnya jadi tempat paling nyaman malah jadi seperti tempat kita terdampar. Banyak dari kita bingung dalam menyikapi keluarga yang toxic, karena kalau marah nanti malah jadi masalah, mau diam dan membiarkan malah bikin kita sakit hati. Menyikapi keluarga yang toxic memang susah susah gampang, apalagi jika tinggal satu rumah dengan mereka. Beberapa cara bisa kita lakukan untuk menyikapi keluarga yang toxic.
1. Tentukan Keinginan
ADVERTISEMENT
Kita bisa terlebih dahulu menentukan hubungan yang tepat dengan mereka, ini bisa membuat kita menetapkan batasan yang jelas. Misalnya kamu suka saat mengajak saudara laki-laki mu bersantai, tetapi tidak saat dia menanyakan kehidupan asmaramu, maka hindarilah topik tersebut.
2. Jauhi Sumber Masalah
Lebih baik kita menjauh saja dari sumber permasalahan yang bukan urusan kita, apalagi yang berhubungan dengan anggota keluarga toxic. Begitu pula sebaliknya, tidak perlu melibatkan mereka untuk mengurusi urusan kita, apalagi yang enggak ada kaitannya dengan mereka. Beberapa cara bisa kita lakukan, kita tidak perlu ikut campur saat situasi sedang tidak terkendali, jangan bahas topik yang bisa memicu pertengkaran dengan mereka, berbicara yang santai dan ringan-ringan saja, berhenti mengobrol dengan mereka jika sudah memancing emosi kita.
ADVERTISEMENT
3. Daripada Ekspektasi Kita Bisa Mulai Beradaptasi
Untuk menyikapi anggota keluarga yang toxic, kita jangan lagi berharap pelaku meminta maaf dan menyadari kesalahannya, karena kecil kemungkinan itu terjadi. Kita lah yang harus mulai beradaptasi dengan perilaku mereka. Kita boleh saja mengingatkan si pelaku kalau yang dilakukannya sudah keliru atau membuat kita tidak nyaman, tetapi kita harus pintar mengendalikan situasi jika si pelaku sudah di luar kendali. Yakinlah pasti ada alasan atau masalah yang membuat pelaku menjadi toxic, kita tidak perlu merasa kecewa dengan hal yang harusnya bukan menjadi beban pikiran kita.
4. Mulailah Memaafkan untuk Kesehatan Mental Kita
Memaafkan memang bukan hal yang gampang, tetapi membiarkan diri kita terbawa emosi juga enggak baik, bukannya jadi lebih tenang justru kita malah terus mengingat perlakuan toxic mereka. Memaafkan itu bisa menurunkan efek tidak baik dari emosi yang berlebihan. Ini bisa menjadi sarana kita untuk menghilangkan stres. Jadi daripada makin terbawa emosi dan merusak mental, mulailah memaafkan mereka, agar hati kita juga terasa lebih tenang.
ADVERTISEMENT
5. Bila Terasa Sulit Jangan Ragu Menghubungi Tenaga Profesional
Jelas enggak mudah untuk menyikapi keluarga yang toxic, tetapi jelas tidak nyaman jika ini terjadi terus menerus. Kalau kamu menemukan kesulitan dan butuh untuk konsultasi langsung dengan psikolog atau psikiater, maka jangan ragu untuk menghubunginya, untuk mendapatkan pencerahan yang lebih positif.