Konten dari Pengguna

Otak Pecandu Judi Online

Fajar Ruddin
Mengajar di Fakultas Psikologi UMS
19 November 2024 19:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Ruddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi judi online. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi judi online. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Geliat judi online (judol) semakin tidak terkendali. Promosinya sudah tidak lagi sembunyi-sembunyi, tapi terpampang nyata di berbagai media. Media arus utama seperti Instagram, X, TikTok, dan YouTube menjadi sasaran empuk mereka. Artis, selebgram, hingga influencer direkrut untuk membantu promosi. Website-website resmi pemerintah dan akademik disusupi. Bahkan media yang paling privat seperti WhatsApp dan SMS pun mereka jajaki.
ADVERTISEMENT
Dengan promosi yang semasif ini, para bandar judol berhasil menggaet 4 juta WNI dengan usia yang bervariasi, dari bocah belum genap 10 tahun sampai kalangan sepuh di atas 50 tahun. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan bahwa perputaran uang judol yang terjadi sepanjang 2023 menembus angka 327 triliun. Sebuah angka yang amat fantastis!
Mirisnya, mayoritas pemain judol (sekitar 2,19 juta orang menurut data PPATK) berasal dari golongan miskin. Dan ingat, golongan miskin menurut BPS adalah mereka yang pendapatan per kapitanya sekitar 500 ribu/bulan. Bayangkan ada 2 juta orang rela secara rutin menyisihkan pendapatannya yang di bawah 500 ribu/bulan itu untuk judi! Bagi anda yang masih waras, tentu hal ini terasa tidak masuk akal. Akan tetapi, ini sangat mungkin terjadi dan bisa dijelaskan dari perspektif psikologi.
ADVERTISEMENT
Begini, salah satu daya tarik terbesar judi adalah iming-iming kemenangan besar dengan usaha yang relatif kecil. Banyak orang melihat judi sebagai cara mudah untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar tanpa harus bekerja keras. Terlebih iklan promosi judol selalu menawarkan kemudahan dalam mendapatkan kemenangan. Bagi yang tidak kuat iman, maka jalan pintas seperti ini sangat mungkin dijadikan pelarian.
Berita buruknya, ketika seseorang sudah tercebur di situ, sangat sulit bagi dia untuk kembali. Salah satu faktor yang membuat banyak pemain bertahan di dunia judol adalah adanya persepsi keberhasilan yang salah. Mereka kerap kali meyakini bahwa kemenangan besar hanya tinggal menunggu waktu, seolah-olah setiap kekalahan adalah “modal” untuk meraih kemenangan besar di putaran berikutnya.
Ilustrasi judi online. Foto: Syawal Darisman/kumparan
Pemain kerap merasa bahwa upaya yang telah dikeluarkan—baik dalam bentuk waktu maupun uang—akan segera berbuah manis, padahal secara statistik peluang menang tetaplah rendah. Ini adalah bentuk harapan palsu yang membuat pemain terus kembali bermain, bahkan setelah kekalahan berturut-turut. Harapan ini bisa begitu kuat hingga mereka merasa akan rugi besar jika berhenti bermain, menciptakan ketergantungan emosional yang sulit dilepaskan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemain judol juga kerap terjerat gambler’s fallacy, yaitu anggapan keliru bahwa hasil dari permainan yang benar-benar acak bisa diprediksi. Mereka cenderung mempercayai bahwa jika mereka mengalami kekalahan beruntun, maka “giliran” mereka untuk menang semakin dekat. Misalnya, setelah lima kekalahan berturut-turut, pemain bisa meyakini bahwa kemenangan akan datang di putaran keenam. Mereka salah menganggap bahwa permainan judi memiliki "keadilan tersembunyi" yang akan memunculkan kemenangan secara bergiliran, padahal setiap putaran adalah hasil kerja algoritma yang selalu menguntungkan bandar.
Faktor lain yang memperkuat daya tarik judol adalah adanya near-miss effect atau “efek nyaris menang.” Efek ini terjadi ketika pemain mengalami kekalahan yang sangat dekat dengan kemenangan, misalnya tiga dari empat simbol di layar hampir cocok. Secara psikologis, otak manusia merespon pengalaman “nyaris menang” ini dengan cara yang sangat mirip dengan respon terhadap kemenangan yang sesungguhnya. Sistem penghargaan (reward system) di otak pun aktif dan melepaskan dopamin, neurotransmitter yang berperan dalam perasaan puas dan senang, walaupun hasilnya adalah kekalahan.
ADVERTISEMENT
Pengalaman nyaris menang ini membangun ilusi bahwa kemenangan besar hanya tinggal “sedikit lagi,” sehingga pemain terdorong untuk mencoba sekali lagi dengan keyakinan bahwa kali ini, keberuntungan pasti berpihak. Dalam judol, desain permainan sering kali sengaja disusun untuk menciptakan pengalaman nyaris menang ini lebih sering daripada seharusnya. Misalnya, tampilan simbol atau angka yang nyaris cocok dan muncul berulang kali bukanlah kebetulan; hal ini sengaja dirancang agar pemain merasa mereka sudah “dekat” dengan kemenangan.
Ilustrasi kalah judi. Foto: Dani D.G/Shutterstock
Efek nyaris menang ini sangat efektif dalam menjerat pemain, karena secara alamiah manusia akan merasa terdorong untuk “menyelesaikan” sesuatu yang hampir berhasil. Seperti mendaki gunung, ketika puncak sudah terlihat, orang cenderung akan terus mendaki. Judol mengeksploitasi prinsip psikologis ini dengan menciptakan kondisi di mana pemain selalu merasa bahwa mereka hampir menang. Semakin sering mereka “nyaris” menang, semakin kuat dorongan untuk terus bermain dan menambah taruhan.
ADVERTISEMENT
Efek ini juga membuat pemain judol terperangkap dalam siklus yang melelahkan, karena setiap kali mereka berpikir kemenangan besar ada di depan mata, kekalahan berikutnya justru membuat mereka merasa perlu bermain lebih banyak untuk “mengambil kembali” apa yang sudah hampir mereka raih. Akhirnya, mereka tenggelam lebih dalam, baik secara emosional maupun finansial, sementara para bandar terus meraup keuntungan dari dorongan psikologis yang secara sistematis dimanipulasi ini.
Pertanyaannya adalah, apakah mereka tidak tau bahwa judol sudah diatur algoritma untuk selalu memenangkan bandar? Saya yakin sebagian besar mereka tau, tapi mereka menutup mata dari pengetahuan itu. Terlebih bandar juga mengerti bagaimana untuk selalu mengikat mereka. Salah satunya dengan penguatan berselang (intermittent reinforcement), yaitu memberikan kemenangan kecil bagi pemain supaya mau terus bermain.
ADVERTISEMENT
Pola penguatan berselang telah terbukti sangat efektif untuk membentuk dan mempertahankan perilaku adiktif. Meski pemain tau sistem diatur oleh algoritma, sifat tak terduga dari kemenangan tetap membuat mereka tertarik dan sulit berhenti. Sampai harta terkuras. Sampai hutang menjerat. Sampai tidak ada lagi yang tersisa kecuali kehampaan. Maka jangan sekali-kali mencobanya.