news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Analisa Sosok Pewayangan di Pertemuan Jokowi~Prabowo

Fajar Widi
Mantan wartawan yang jatuh cinta pada bisnis/ marketing. Pernah viral di internet karena mahar nikah 1 Bitcoin.
Konten dari Pengguna
14 Juli 2019 11:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Widi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo saat makan siang bersama di fX Sudirman, Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Saya menulis ini bukan berarti sok-sokan jadi analis politik negeri ini. Saya menulis ini mewakili generasi millenial dan sesudahnya, yang --mungkin-- banyak tak lagi peduli akan falsafah Jawa yang muncul melalui tokoh pewayangan.
ADVERTISEMENT
Sebagai orang Jawa melihat gambar di atas rasanya hati ini jadi adem. Setelah geger drama politik 2019 lalu, rasanya semiotika di atas merupakan representasi yang cukup ideal untuk menggambarkan dua kubu yang sudah 'menyatu'.
Calon presiden Joko Widodo dan calon presiden Prabowo Subianto akhirnya bertemu setelah seteru panjang Pilpres 2019. Keduanya saling lempar senyum saat bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus, lalu naik MRT ke Stasiun Senayan.
Tak sampai situ, kedua rival politik lama itu menyempatkan makan siang di restoran Sate Khas Senayan, Sudirman. Tidak hanya menu makanan saja yang menjadi sorotan, tetapi latar tokoh pewayangan di belakang tempat duduk Jokowi dan Prabowo tak luput dari pandangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut saya pribadi, Gunugan memiliki arti lebih dalam lagi ketimbang simbol pembuka dan penutup scene wayang. Setelah lakon selesai, Gunungan ditancapkan lagi di tengah-tengah layar, melambangkan bahwa cerita sudah tamat. It's final!
Buat yang belum mengerti, Punakawan itu ibarat pembimbing (pamomong) spiritual raja-raja Jawa. Sang Hyang Widi pencipata alam semesta dalam sebuah dinasti pasti mengutus entitas high-spiritual being untuk mendampingi mereka. Yang jahat-jahat itu dibimbing Togog dan Bilung. Yang baik-baik itu dibimbing Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Begitu aturannya.
ADVERTISEMENT
Melalui posisi balance Punakawan dan Gunungan yang ditancapkan di tengah ini, seolah hal ini merepresentasikan bahwa sudah tidak ada lagi sosok 01 dan 02, Cebong ataupun Kampret. Dan ini sudah final. Segala pertikaian sudah selesai.
Jika diibaratkan sosok-sosok pendukung kedua 'raja' di atas, sosok mereka mirip siapa hayo? Saya tidak menyebut merek ya. Semiotika alam semesta ini seolah ingin mencapture momen tersebut bahwa di belakang Jokowi nanti banyak sosok yang seperti itu. Namun saya pun meyakini versi lain yang ingin disampaikan alam semesta.
ADVERTISEMENT
Idealnya sosok di belakang Jokowi adalah Semar dan anak-anaknya bukan? Namun kenyataan pun tidak demikian. Siapa tahu nanti kondisipun berbalik. Pewayangan itu menurut saya simbol ksatria vs angkara murka. Force vs Dark Force. Bisa jadi dark forces pun justru sedang menyeberang dari kubu lama ke kubu baru yang menang.
Tapi itu hanyalah analisa yang belum teruji kebenarannya. Yang jelas mata dan hati saya cukup tenang ketika melihat aura positif Prabowo ketika makan dengan sosok Punakawan Kurawa yang 'muncul' di belakangnya. Seolah angkara murka sudah digeser menjadi energi positif dan ego pun sudah dilebur demi masa depan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Saya meyakini Pak Prabowo itu orang baik, cuma salah gaul aja dia. Saya dulu pendukung Prabowo pada periode sebelumnya. Semoga tanda alam semesta ini bisa segera terwujud melalui talenta-talenta baru.
Kita tunggu tahun 2024!