Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Believe System di Indonesia
17 April 2017 15:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Fajar Widi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di negeri dengan mayoritas Muslim terbesar di planet bumi ini, saya melihat ada dua jenis kepercayaan yang dianut generasi millenial.
ADVERTISEMENT
Believer, Non-Believer, Alter-Believer
Yang pertama adalah Believers. Mereka adalah generasi-generasi muda yang memeluk salah satu dari enam agama di Indonesia. Perkara taat atau tidak itu urusan belakangan.
Golongan kedua adalah Non-Believers, yakni mereka-mereka yang masih malu-malu untuk tidak beragama. Jika dilihat berdasar etimologinya, mereka yang masuk kategori ini adalah Atheist (tidak mengakui adanya tuhan) dan agnostic (mengakui tuhan, tapi tidak menganggap agama itu penting).
Sebenarnya di luar dua golongan ini masih ada golongan ketiga namun jumlahnya kecil sekali. Mereka disebut Alter-Believer. Alter di sini artinya alternatif. Mereka yang masuk golongan ini adalah para pengikut aliran New Age dan penganut sistem kepercayaan lokal di luar agama impor (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghuchu).
ADVERTISEMENT
Kategori ketiga tidak akan saya bahas kali ini karena judulnya adalah Believer vs Non-Believer.
Sebelumnya bahasan ini adalah perpanjangan dari diskusi di Facebook dari seorang teman yang me-mention nama saya di Facebook media tetangga Tirto.Id
Lantas pertanyaannya adalah bagaimana dengan generasi millenial di Indonesia?
Apakah mereka adalah spesies makhluk beragama taat? Sampai dimana level ketaatannya? Apakah para atheistnya merupakan para pemikir-pemikir brilian? Sejauh apa pemikirannya? Marilah sedikit kita lihat lebih dalam. Kita ambil contoh agama dengan market terbesar.
Believer
Menurut pemahaman saya Islam di Indonesia bisa dibagi menjadi empat kategori: Moderat, Liberal, Radikal, dan Fundamental.
Moderat dilihat dari landasan teologis dan ontologis, dimana ini adalah bagian dari ajaran Islam yang universal dan sejalan dengan perkembangan jaman. Organisasi Islam Muhamadyah masuk di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Liberal, seperti kita tahu artinya bebas. Islam ini biasanya bergerak untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan. Aliran ini terkadang tidak lagi menjunjung nilai agama, melainkan universalitas. Contohnya adalah JIL (Jaringan Islam Liberal).
Radikal, sepertinya sudah sangat jelas. FPI, HTI, ISIS dan beragam organisasi agama Islam yang memiliki misi memaksakan hukum agama Islam kepada orang lain masuk di dalamnya. Biasanya orang yang berbeda langsung dilabelin musuh. Aliran ini juga berjuang untuk mereplace hukum di suatu negara dengan hukum Islam.
Fundamental, aliran ini lebih soft daripada radikal. Para Islam fundies berjuang menegakkan syaria’at Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist secara murni. Pokoknya murni tanpa koma. Contohnya: Dr Zakir Naik. Semua kembali ke Qur’an dan Hadist.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia jumlah aliran Islam moderat mungkin yang terbesar dibanding tiga yang lain. Dari golongan ini saya masih menangkap belum semuanya beribadah dengan hati. Kok bisa tau? Mbuh..pokoknya feeling saya gitu aja. Ga cuma Islam, Kristen juga sama. Mungkin rajin ke gereja, namun bukan 'Kristen sejati'.
Poinnya adalah Islam dan Kristen terus bertumbuh. Grafis dari Tirto berikut mungkin bisa membantu menjelaskan data pertumbuhan agama di Indonesia.
Non-Believer
Nah, kategori non-believer ini menimbulkan keprihatinan di lubuk hati saya. Bukan karena terjadi perpindahan kepercayaan karena berbagai masalah agama di Indonesia, melainkan karena para generasi mudanya kurang berbasis sains. Agak berlebih ketika kita mengharap di Indonesia saat ini ada pemikir macam Carl Sagan atau Warren Buffet yang di industri ada bukti konkretnya.
ADVERTISEMENT
Kita sama-sama tahu bahwa Atheist belum tentu PKI, dan PKI belum tentu Atheist. Karena issue PKI ini, pertumbuhan Atheist di Indonesia menjadi lamban dan kurang berkualitas.
Ambil contoh dalam beberapa forum atheist di Indonesia, belum ada nama-nama anak negeri yang menonjol. Bagaimana mau menonjol karena mereka takut di-dor oleh rekan-rekan radikal dan fundies.
Pun demikian juga dengan para agnostik-nya.
Seorang agnostik sejati menolak segala bentuk dogma dan indoktrinasi yang terdapat dalam agama atau ideologi apa pun.
Dengan menjadi agnostik, maka manusia telah membebaskan pikiran dari segala bentuk takhayul dan pembodohan tentang Tuhan.
ADVERTISEMENT
Kebebasan berpikir akan berimplikasi pada kebebasan manusia dalam menjalani hidup dari segala dogma dan aturan yang selama ini dipaksakan atas nama Tuhan. Ini karena jalan pikir agnostik adalah skeptik (haus pengetahuan dan pemahaman baru).
Agnostik di Indonesia ini bukan agama. Agnostik di Indonesia biasanya menjadi jalan tengah antara Atheist dan Agama.
Nah, agnostik di Indonesia kebanyakan masih malu-malu. Belum mau bersuara secara lantang pada tempatnya. Misal mereka-mereka yang terjerat kasus kompleksitas agama, seperti pernikahan beda agama, perceraian karena agama, korban kekerasan karena agama dan sebagainya.