Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Kita Perlu Berterimakasih pada Gerakan #KawalPutusanMK?
31 Agustus 2024 12:01 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Mhd Alfahjri Sukri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam waktu 3 hari, masyarakat menghadapi roller coster politik Indonesia. Pada Selasa (20/08) Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan No.60/PUU-XXII/2024 tentang Pilkada 2024.
ADVERTISEMENT
Satu hari setelahnya, Rabu (21/08), dengan kilat Badan Legislatif (Baleg) DPR yang diisi oleh perwakilan partai politik “membegal” keputusan MK. Sebagian besar keputusan MK tidak masuk dalam revisi UU Pilkada, hanya PDI-P yang melakukan protes. Baleg memasukkan agenda revisi UU Pilkada dalam rapat paripurna keesokan harinya, Kamis (22/08).
Tindakan kilat politisi di baleg DPR mendapatkan reaksi besar dari masyarakat Indonesia. Tagar #KawalPutusanMK menghiasi dunia maya. Aksi dari media sosial diikuti dengan demo turun ke jalanan.
Hasilnya? DPR membatalkan sidang paripurna. Revisi UU Pilkada urung dilaksanakan. DPR menyatakan keputusan MK dipakai dalam Pilkada 2024.
Gerakan #KawalPutusanMK yang sempat diremehkan beberapa kalangan, membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Elit politik yang mengencingi konstituen mereka, dibalas dengan kemarahan publik.
ADVERTISEMENT
Lalu, mengapa kita perlu berterimakasih dengan gerakan #KawalPutusanMK?
Pilkada 2024 dan Nafsu Politik
Kita perlu berterimakasih pada gerakan #KawalPutusanMK. Melalui gerakan itu, setidaknya elit KIM Plus tidak bisa dengan mudah menjalankan agenda untuk menguasai wilayah potensial. Gerakan ini juga menghambat Kaesang, anak Presiden Jokowi, maju dalam pemilihan gubernur.
Untuk memahami ini, kita perlu merujuk pada kondisi sebelum keputusan MK keluar.
Dalam UU Pilkada 2020, ambang batas pencalonan (threshold) kepala daerah adalah 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah nasional. Batas usia calon gubernur minimal 30 tahun, dan calon bupati atau wali kota minimal 25 tahun.
Dengan aturan UU Pilkada itu, koalisi besar yang digalang KIM Plus sangat diuntungkan. KIM terdiri dari Parta Gerindra, Demokrat, Golkar, PAN, PBB, PSI, Gelora, Garuda, dan Prima. Plusnya terdiri dari PKS, Nasdem, dan PKB yang bergabung belakangan pasca pilpres.
ADVERTISEMENT
Kita tau terdapat berbagai kepentingan dalam terbentuknya KIM Plus. Mundurnya Airlangga Hartanto menunjukkan ada “sesuatu” dalam koalisi besar itu.
Bergabungnya Nasdem, PKB, dan PKS juga diiringi isu yang tak sedap. Ditambah dengan keinginan besar Kaesang untuk maju dalam pilgub. Semua hal itu tentunya menimbulkan banyak tanda tanya. KIM Plus terbentuk bukan untuk kepentingan masyarakat.
Persengkongkolan KIM Plus dapat membuat mereka hanya melawan calon independen atau kotak kosong atau calon dari PDIP (dengan syarat kursi PDIP di daerah memenuhi syarat threshold) di beberapa wilayah potensial yang memiliki basis suara besar.
Wilayah potensial tersebut seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Jateng, dan daerah lainnya.
Menggunakan UU Pilkada yang lama, KIM Plus di Jakarta mengusung Ridwan Kamil-Suswono berhadapan dengan calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Calon independen itu diloloskan KPU dengan berbagai kontroversi. PDI-P tidak dapat mengajukan calon karena tidak memenuhi ambang batas.
ADVERTISEMENT
Dengan geriliya KIM Plus, beberapa pemilihan gubernur akan berpotensi melawan kotak kosong. Di Jawa Timur misalnya, KIM Plus (minus PKB) sudah deklarasi mendukung Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak.
Jawa Barat, KIM Plus berpotensi mendukung Dedi Mulyadi. Di Banten, Airin yang awalnya akan dicalonkan Golkar, gagal diusung. Golkar beralih ke KIM Plus yang berencana mengusung Andra Soni-Ahmad Dimyati Natakusumah.
Provinsi-provinsi itu berpotensi melawan kotak kosong. Potensi ini juga dapat terjadi di pemilhan bupati/walikota yang disokong KIM Plus.
Sedangkan di Provinsi Sumatera Utara, KIM Plus mengusung Bobby Nasution, menantu Jokowi. Di Jawa Tengah, awalnya berencana mengusung Ahmad Lutfi dengan dipasangkan Kaesang, anak Presiden Jokowi. Kaesang mendapatkan angin segar dengan keputusan Mahkamah Agung tentang batas umur pencalonan.
ADVERTISEMENT
Pada Provinsi Jateng dan Sumut, KIM Plus kemungkinan akan berhadapan dengan PDI-P. Ini disebabkan PDI-P dapat mengusung calon sendiri tanpa harus berkoalisi. PDI-P dapat melakukan hal yang sama di beberapa wilayah lainnya.
Apa yang dilakukan KIM Plus adalah langkah politik untuk mengamankan kekuasaan pada pemilu 2029 nanti. Provinsi DKI selalu menjadi daya tarik politik nasional. Sedangkan Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah adalah provinsi yang menjadi lumbung suara pada pemilu 2024. Provinsi-provinsi tersebut menjadi kunci dalam mendulang suara pemilu dan pemenangan presiden pada 2029 nanti.
Algoritma Research and Consulting menyebutkan adanya tren kenaikan calon tunggal dalam setiap pilkada. Dimana pada tahun 2015 sebanyak 3 calon, 2017 dengan 9 calon, 2018 dengan 16 calon, dan 2020 sebanyak 25 calon. Angka berpotensi naik cukup besar pada Pilkada 2024. Salah satu faktornya adalah geriliya KIM Plus di berbagai wilayah.
ADVERTISEMENT
Keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi No.60/PUU-XXII/2024 menjadi angin segar untuk setidaknya menghambat niat elit KIM Plus. Dengan keputusan MK, ambang batas pencalonan (threshold) berubah menjadi 6,5 hingga 10 persen tergantung pada jumlah penduduk. Sedangkan batas usia calon gubernur adalah 30 tahun saat ditetapkan KPU dan 25 tahun untuk bupati atau walikota.
Keputusan MK membuka peluang besar bagi partai-partai untuk mengajukan calon mereka tanpa harus membangun koalisi gemuk. Di sisi lain, keputusan tersebut juga membuat Kaesang tidak dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur. Ia hanya bisa mencalonkan untuk walikota.
Apabila DPR berhasil menjegal keputusan MK, gambaran di atas akan berpotensi terjadi pada pilkada 2024. Masyarakat akan dihadapkan dengan banyak kotak kosong atau sedikitnya pilihan kepala daerah. Masyarakat dipermainakan oleh nafsu elit partai.
ADVERTISEMENT
Peringatan bagi Elit Partai Politik
Gerakan #KawalPutusanMK menunjukkan bagaimana bebalnya elit partai politik di negara kita. Ini sangat tampak dari upaya anggota partai di baleg DPR yang secara cepat merespon keputusan MK. Mereka tidak mendengar suara masyarakat. Tidak ada empati yang ditunjukkan.
Prilaku mereka selaras dengan penelitian yang "Power Changes How the Brain Reponds to Others” yang ditulis oleh Keltner, Sukhvinder Obhi, Jeremy Hogeveen dan Michael Inzlicht. Dalam penelitian itu mereka berpandangan, kekuasaan dapat mengubah prilaku seseorang menjadi kurang berempati terhadap orang lain.
Sikap kurang empati pada masyarakat direspon dengan baik melalui gerakan #KawalPutusanMK. Gerakan ini dapat menjadi peringatan keras bagi elit partai politik agar tidak bermain-main dengan nilai-nilai demokrasi. Dan masyarakat sewaktu-waktu dapat menurunkan mereka sebagaimana kejadian 1998.
ADVERTISEMENT
Kita berharap para elit kembali sadar akan fungsi partai politik sebagai penampung aspirasi dan menyuguhkan calon-calon terbaik dalam kontestasi demokrasi yang kompetitif. Jangan sampai partai politik di Indonesia semakin tenggelam menjadi partai kartel. Partai yang kehilangan ideologi dan hanya berfokus pada mempertahankan kekuasaan. Dan perlu kita akui, partai-partai di Indonesia sedang menuju ke arah sana.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya “Bagaimana Demokrasi Mati (How Democracies Die)”, partai politik seharusnya menjadi gerbang penjaga demokrasi. Partai politik berperan dalam menyajikan calon yang paling baik mewakili para pemilihnya, dan penyaring agar orang yang mengancam demokrasi tidak memegang jabatan.
Terimakasih Gerakan #kawalkeputusanMK
Tidak berlebihan rasanya untuk menyebut gerakan #KawalPutusanMK telah berkontribusi dalam penyelamatan demokrasi Indonesia. Walaupun memang, tidak semua setuju dengan pandangan ini. Kita tau masih terdapat orang-orang yang hanya berfokus pada masalah Anies, PKS, dan PDI-P. Padahal isu yang diangkat melalui #KawalPutusanMK jauh lebih besar dari cinta segitiga Anis, PKS, dan PDI-P.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan gerakan #KawalPutusanMK tentunya tidak lepas dari gerakan massif di dunia maya dan dunia nyata. Di dunia maya, #KawalPutusanMK berhasil menjadi trending mengalahkan skandal perselingkuhan anak politisi yang tidak penting bagi kehidupan negara. Platform media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook dan lainnya dihiasi dengan #KawalPutusanMK.
Bagian paling penting dari gerakan ini adalah aksi di dunia nyata dengan demo turun ke jalanan. Kombinasi gerakan berhasil membuat DPR membatalkan revisi UU Pilkada. Para elit partai politik mungkin tidak mengira akan muncul penolakan yang sangat keras atas kelakuan mereka.
Kita perlu ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kawan-kawan yang berjuang baik di dunia maya maupun nyata. Jangan lagi konstitusi dipermainkan oleh segelintir elit yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Mari kita kawal demokrasi Indonesia [].
ADVERTISEMENT