Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Pejabat Suka Kemewahan?
28 Februari 2023 10:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Mhd Alfahjri Sukri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tak berhenti di sana, netizen juga membongkar gaya hidup mewah ibu dan bapaknya. Bapaknya merupakan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Kanwim Jakarta Selatan II dengan harta 56 miliar serta aset lainnya yang tak dilaporkan. Ia juga memiliki kos-kosan.
Ibunya menjadi sorotan dengan gaya hidup sosialitanya. Status bapaknya yang “hanya” seorang PNS tentunya membuat netizen semakin “julid”.
Kasus ini merembet pada dibubarkannnya klub moge pejabat Kemenkeu. Ya, klub moge yang seenaknya di jalanan dengan kawalan kepolisian. Bahkan dalam suatu video, seorang bule terheran-heran kenapa kepolisian sampai turun tangan untuk mengawal klub moge tersebut, padahal bukan urusan penting kenegaraan.
Pamer kemewahan di kalangan pejabat dan keluarga mereka bukanlah hal baru di masyarakat kita. Sebelumnya gaya hidup mewah pejabat kepolisian juga disorot netizen seperti Brigjen Andi Rian yang diduga menggunakan jam tangan ratusan juta.
ADVERTISEMENT
Belum lagi beberapa istri kepolisian yang kerap pamer kemewahan di media sosial. Presiden Jokowi bahkan turun tangan untuk memperingati gaya hidup mewah pejabat di kepolisian.
Gaya hidup mewah ini juga menjangkit ke lembaga lainnya. Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyebutkan dari 1.300 pejabat yang ditangkap KPK, 86 persennya bergaya hidup mewah. Lalu mengapa ini kemudian seolah-olah menjadi budaya dalam kehidupan pejabat di negara kita?
Ibnu Khaldun dalam bukunya “Muqaddimah” menjelaskan salah satu watak manusia adalah suka dengan kemewahan, dan watak negara menimbulkan kemewahan. Buah dari kekuasaan mengarahkan manusia pada kemewahan. Sudah terpenuhinya kebutuhan pokok, mengarahkan mereka pada kesenangan dan kemewahan. Para pejabat ini mulai meniru kehidupan orang sebelumnya yang senang dengan kemewahan.
ADVERTISEMENT
Menurut Ibnu Khaldun, dengan bermewah-mewahan dapat menimbulkan rasa bangga. Mulai bermewahan dari makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan. Penyakit ini kemudian diikuti dan diwarisi pada generasi selanjutnya. Gaya hidup tersebut menjadi kebiasaan hingga pada rontoknya suatu negara. Ibnu Khaldun berpandangan kemewahan dapat merusak moral.
Terdapat kutipan menarik dari pandangan Ibnu Khaldun ini:
Hidup mewah para pejabat kita beserta keluarganya memang akhirnya merusak moral mereka. Pasca pandemi, masyarakat hidup dalam kesusahan. September 2022 masih terdapat 26,36 juta orang hidup dalam kemiskinan. Namun dengan sombongnya mereka upload di media sosial gaya hidup mewah. Fokus mereka bukan lagi melayani masyarakat, tetapi bagaimana memperlihatkan kemewahan agar terlihat sukses di mata tetangga, kawan, keluarga dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sikap para pejabat seperti itu mungkin juga buah dari nilai-nilai yang sudah mulai tumbuh subur dalam masyarakat kita. Segala sesuatu dinilai dari materi dan pangkat yang dipunya.
Rasa hormat diukur dari harta atau pangkat seseorang. Ketika dalam suatu masyarakat, kesuksesan seseorang dilihat dari banyaknya harta yang dikumpulkan serta tingginya pangkat yang didapatkan.
Budaya ini kemudian mendorong seseorang untuk memperoleh kekayaan dan jabatan dengan cara apa pun. Tujuannya untuk memperlihatkan pencapaian yang sudah mereka dapatkan. Menyandang gelar “sukses” dan mendapatkan pengakuan di mata masyarakat. Maka wajar KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di negara kita tak ada habisnya.
Banyak pejabat “kelaparan” yang siap menggerus kekayaan negara agar mereka dapat hidup mewah. Ditambah dengan adanya media sosial, mereka dengan leluasa memperlihatkan “pencapaian” mereka agar mendapatkan “pengakuan”.
Siklus tersebut yang saat ini terjadi di negara kita. Sebagaimana kata Ibnu Khaldun, kebiasaan hidup mewah akan menggiring pada kehancuran negara. Dan dimulai dari hidup mewah para pejabatnya yang tak punya empati pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sudah seharusnya budaya seperti ini dihilangkan. Pemerintah perlu memperketat dan memantau gaya hidup pejabat, baik di pusat maupun daerah. Gaya hidup mewah para pejabat hanyalah bentuk pengkhianatan kepada rakyat. Gaji mereka dari pajak keringat rakyat. Sudah saatnya revolusi mental betul-betul di terapkan. Tak hanya sekadar jargon yang menghabiskan anggaran negara [].