Konten dari Pengguna

Mengapa Indonesia Tidak Melakukan Tripling Penggunaan EBT?

Muhamad Fakih Asifa
Saya adalah mahasiswa semester 1 jurusan Pendidikan Matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27 November 2024 20:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Fakih Asifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di sebuah desa kecil di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah proyek yang mengubah kehidupan masyarakat setempat. Sebuah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dibangun dengan dukungan pemerintah dan lembaga internasional kini menerangi rumah-rumah yang sebelumnya gelap gulita. Anak-anak bisa belajar pada malam hari, para petani mempunyai jalan untuk membayar ladang mereka dengan lebih bagus, dan mereka mulai bermimpi untuk masa yang paling damai di pertumbuhannya. Namun, meskipun ada kisah sukses seperti ini, Indonesia secara keseluruhan masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) secara signifikan.
Foto ini dibuat oleh: Pixabay. https://www.pexels.com/@pixabay/
zoom-in-whitePerbesar
Foto ini dibuat oleh: Pixabay. https://www.pexels.com/@pixabay/
Walaupun potensi EBT Indonesia luar biasa dan beberapa inisiatif sangat menjanjikan, kontribusi EBT untuk bauran energi nasional masih sangat minim. Jurnal ini akan mencari alasan di balik fenomena ini serta tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target tripling penggunaan EBT.
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Dengan potensi energi surya mencapai 4,80 kWh/m²/hari, serta cadangan energi angin, biomassa, dan panas bumi yang signifikan, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan kekayaan ini untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa kontribusi EBT hanya mencapai 13,09% pada tahun 2023.
Beberapa faktor utama yang menghambat peningkatan penggunaan EBT di Indonesia meliputi:
ADVERTISEMENT
Beberapa negara di Asia, meskipun menghadapi kendala yang serupa dengan Indonesia dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), telah berhasil melakukan tripling penggunaan EBT. Berikut adalah beberapa contoh negara yang dapat dijadikan referensi:
India telah menetapkan target ambisius untuk mencapai kapasitas EBT sebesar 500 GW pada tahun 2030. Pada tahun 2022, India telah berhasil mencapai sekitar 160 GW dari target tersebut. Keberhasilan ini didukung oleh kebijakan tarif yang menarik, seperti Feed-in Tariff (FIT), yang memberikan insentif bagi investor untuk berinvestasi dalam proyek EBT. Kebijakan ini membantu menciptakan ekosistem yang lebih kondusif bagi pengembangan energi terbarukan, meskipun India juga menghadapi tantangan dalam hal infrastruktur dan pembiayaan.
Vietnam juga menunjukkan kemajuan signifikan dalam pengembangan EBT. Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini telah meningkatkan proporsi energi terbarukan dalam bauran energinya melalui kebijakan yang mendukung investasi di sektor energi surya dan angin. Vietnam menerapkan sistem tarif yang menarik untuk proyek EBT, yang mendorong banyak investor domestik dan asing untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
Thailand berhasil mencapai porsi energi terbarukan sebesar 19,4% dari total konsumsi energinya pada tahun 2019. Negara ini menerapkan kebijakan competitive bidding dan FIT untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan daya tarik investasi tetapi juga mendorong inovasi dan efisiensi dalam pengembangan proyek EBT.
Sebagai mahasiswa yang tertarik dengan masa depan energi Indonesia, saya sangat prihatin dengan kelambanan pemerintah dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), padahal potensi Indonesia sangat kaya. Berdasarkan data, kontribusi EBT hanya sekitar 2,82% dari total potensi, jauh di bawah rata-rata negara ASEAN yang mencapai 10%.
Hal ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang efektif dan konsisten untuk mendukung pengembangan EBT. Ketidakmampuan menetapkan harga jual yang kompetitif dan adanya peraturan yang tumpang tindih semakin memperburuk keadaan sehingga membuat investor enggan berinvestasi di sektor ini. Terlebih lagi, banyak proyek EBT yang terhenti karena kurangnya perencanaan yang matang dan dukungan finansial yang memadai, sehingga menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Meskipun negara-negara seperti Vietnam dan Thailand telah berhasil memperkenalkan undang-undang khusus untuk mendorong pengembangan EBT, Indonesia masih terjebak dalam ketergantungan pada energi fosil.
ADVERTISEMENT
Agar tidak tertinggal jauh dari negara lain, sudah saatnya pemerintah melakukan penilaian komprehensif terhadap kebijakan energinya dan mempercepat implementasi proyek EBT.Penundaan ini tidak hanya membahayakan tujuan pencapaian emisi nol bersih pada tahun 2060, namun juga dapat merugikan generasi mendatang yang akan mewarisi masalah lingkungan hidup akibat kelambanan kita saat ini.
Muhamad Fakih Asifa, Pendidikan Matematika, Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.