news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

6 Julukan Presiden Sukarno, Salah Satunya dari Belanda

Fakron Jamalin
Dosen STIT Ibnu Sina Malang, tertarik pada Bahasa, Agama dan Budaya. Kegiatan selain mengajar ialah menulis dan sering iseng untuk design.
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2021 12:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fakron Jamalin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar Sukarno di Materai foto: Tudou Mao dari www.freeimages.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar Sukarno di Materai foto: Tudou Mao dari www.freeimages.com
ADVERTISEMENT
Presiden Sukarno lahir di Surabaya tahun 1901. Sejak kecil ia menjadi saksi contoh perjalanan cinta kedua orang tuanya. Ayah Sukarno adalah orang Jawa, sementara Ibunya berasal dari Bali. Demi cinta, kedua orang tua Sukarno kawin lari. Pernikahan dua suku yang berbeda adalah pernikahan yang mustahil dilakukan kala itu, namun kedua orang tua sukarno adalah orang tua yang berpikiran maju, mereka tidak ingin cinta mereka dihalangi oleh aturan adat lama. Semangat cinta orang tua Sukarno yang menyatukan dua suku yang berbeda merasuki jiwa Sukarno untuk memimpin negara dan menyatukan perbedaan suku, budaya, dan bahasa.
ADVERTISEMENT
Ketika Sukarno memimpin Indonesia menuju kemerdekaan, beliau merangkul semua pihak entah itu kawan atau musuh. Baik itu ledekan atau pujian seringkali diberikan kepada Presiden Sukarno, bisa dikatakan Sukarno adalah pemimpin yang menyatukan rakyatnya. Beliau juga orang yang disegani oleh kawannya, dan seringkali musuh geram kepadanya. Julukan-julukan yang diberikan kepadanya tidak hanya datang dari pecintanya tapi juga dari musuhnya. Berikut 6 julukan yang telah diberikan kepada Presiden Sukarno.
1. The Great Seducer (Perayu Terhebat)
Bukan sebuah rahasia lagi bahwa Bung Karno mempunyai satu kelemahan, yaitu wanita. Dilansir dari The New York Times (21/6/1970), Sukarno pernah dijuluki The Great Seducer oleh fotografer majalah Prancis. Ketika itu, presiden sedang bergurau dengan sang fotografer dan ia menimpali Presiden dengan sebutan “The Great Seducer”. Lalu, si fotografer menambahkan gurauan dengan kalimat “That is compliment in Paris”. Rupanya kalimat tersebut manjur dan membuat sang presiden terbahak-bahak.
ADVERTISEMENT
2. Penyambung Lidah Rakyat Indonesia
Julukan ini termaktub dalam judul buku autobiografi Sukarno, Presiden 1 RI, yang ditulis oleh Cindy Adams. Judul aslinya berbahasa Inggris yang berbunyi Sukarno: An Autobiography. Buku ini dicetak dan diterbitkan pada tahun 1965 oleh penerbit Gunung Agung. Kemudian buku ini dicetak lagi dengan versi Indonesia, yaitu Bung Karno Penyambung Lidah Rakjat Indonesia.
Julukan 'Penyambung Lidah Rakyat' Indonesia diambil dari perkataan Sukarno sendiri. Sukarno mengatakan di dalam bukunya, bahwa dia tumbuh dengan sering membaca dan mendengarkan pemimpin-pemimpin hebat baik dalam dan luar negeri. Di akhir puncak karirnya sebagai Presiden, ia menyimpulkan bahwa "Sukarno, sang Telinga Hebat Rakyat Indonesia, menjadi Bung Karno, sang Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" (Adams, 1965:139).
ADVERTISEMENT
3. The Great Lover
Ini adalah julukan yang dipakai oleh Cindy Adams dalam mendeskripsikan Soekarno. Ia menobatkan Sukarno sebagai Pecinta Hebat. Cindy menulis pada awal bab di bukunya dengan judul The Reason Why I Write This Book.
Ia mendeskripsikan sukarno sebagai laki-laki dengan penuh cinta. Cintanya pada sesuatu keindahan tidak tertandingi, ia sangat suka dengan lukisan dan banyak koleksi koleksi seni Sukarno yang di Pajang di Museum Istana. Selain itu, ia juga cinta juga dengan rakyatnya, kalau tidak, mana rela ia dipenjara Banceuy dan diasingkan di penjara Sukamiskin. Semua itu untuk melawan penjajah agar Indonesia merdeka.
ADVERTISEMENT
4. Putra Sang Fajar
Julukan ini berkaitan dengan Ibunya Soekarno. Awal cerita, pada waktu Soekarno berumur 10 tahun, sang Ibu mempunyai kebiasaan untuk bangun pagi-pagi sekali. Ia duduk sembari menghadap ke timur menanti terbitnya matahari. Soekarno bangun dan mendekatinya, ia merangkul Sukarno dan mengajak duduk bersamanya. Pada pangkuan sang Ibu, Sukarno diberi pesan dari sang Ibu.
Tidak ada orang yang akan ingat secara detail bagaimana dan waktu kita dilahirkan kecuali Ibu, dan Ibu Sukarno adalah buktinya. Karena kecintaannya kepada seorang Ibu, Sukarno memberikan bab khusus di autobiografinya dengan judul, Putra Sang Fajar.
ADVERTISEMENT
5. Singa Podium
Ini adalah julukan yang disematkan kepada Soekarno sebelum Indonesia merdeka di tahun 1928. Sukarno menjelaskan bahwa tahun tersebut adalah tahun yang penuh dengan propaganda dan Pidato. Beliau berpidato di berbagai daerah di Bandung, dengan metode gerilya beliau berpidato seminggu sekali tanpa pengeras suara sampai Sukarno dijuluki sebagai ‘Singa Podium’ atau raja berpidato.
Dalam buku autobiografinya, Sukarno menceritakan bahwa para pejuang dari seluruh penjuru Jawa rela berangkat ke bandung demi mendengarkan sang Singa Podium berpidato. Lalu ada laki-laki dari Sumatera Utara datang ke Bandung untuk mendengarkan dan menyaksikan si Singa Podium, kemudian ia menyanjung Sukarno dengan berkata “Sungguh-Sungguh menyentuh tali hati setiap orang seperti pemain ketjapi” (Sukarno, Adams, 1970:66).
ADVERTISEMENT
6. Lackeys of the Japanese (Antek Jepang)
Kali ini julukan diberikan oleh musuh bebuyutan para pejuang kemerdekaan Indonesia, Belanda. Setelah perang dunia ke dua berakhir, dua pemuda terbaik Indonesia, Soekarno dan Hatta, Secara sukarela bekerjasama dengan Jepang demi kemerdekaan Indonesia. Hasilnya, bahwa Jepang menyerah kepada sekutu tahun 1945 dan berjanji akan memerdekakan Indonesia pada 22 Agustus 1945, dikutip dari www.RRI.co.id (16-08-2020). Singkat cerita Indonesia tahu akan muslihat janji manis Jepang, maka, pada 17 Agustus, Sukarno meproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tahu bahwa Soekarno dan Hatta bekerja sama dengan Jepang, Belanda geram dan ingin memecah belah para pembela kemerdekaan dengan menyebut dua pemuda tersebut dengan ‘Lackeys of the Japanese’ atau Antek Jepang (Gouda, 2002:129).
ADVERTISEMENT
Demikianlah 6 julukan yang dimiliki oleh Presiden Sukarno semasa hidupnya. Julukan yang dilekatkan kepada Sukarno memang tidak semuanya manis, ada juga yang pahit. Itulah risiko menjadi seorang pemimpin, harus siap menerima pujian dan makian.