Konten dari Pengguna

From Pantheon to God is One: Menelusuri Sejarah Politeisme dan Monoteisme

Falisha Isma' 'Amalina
Mahasiswa Departemen Psikologi Universitas Brawijaya Angkatan 2022
3 Juni 2024 15:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Falisha Isma' 'Amalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Pixabay from Pexels: https://www.pexels.com/photo/nativity-painting-of-people-inside-a-dome-159862/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Pixabay from Pexels: https://www.pexels.com/photo/nativity-painting-of-people-inside-a-dome-159862/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama 2000 tahun lebih monoteisme berkembang secara pesat dan masif sebagai kepercayaan bahwa hanya ada satu pencipta paling berkuasa yang secara universal dirujuk sebagai Tuhan. Akibat dari perkembangan keyakinan monoteis tersebut, membuat kebanyakan orang, khususnya orang barat, memiliki stereotip buruk akan keyakinan politeis yang dianggap sebagai keyakinan “tidak berdasar dan kekanak-kanakkan”. Stereotip tersebut berkembang karena mayoritas orang dengan keyakinan monoteis memahami bahwa ajaran politeisme sangat berbanding terbalik dan justru menentang ajaran monoteisme. Akan tetapi, apakah benar realitas dari kedua keyakinan tersebut seperti pemahaman mayoritas orang?
ADVERTISEMENT
Jawabannya, tentu tidak. Politeisme secara fundamental tidak berbeda dan tidak semerta-merta menentang monoteisme. Meskipun politeisme dipahami sebagai keyakinan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan, keyakinan ini juga mengakui adanya keberadaan satu pencipta atau Tuhan yang paling berkuasa di antara Tuhan-Tuhan yang mereka yakini. Sebagai contoh, politeisme dalam yunani klasik meyakini bahwa Zeus, Hera, Apollo, dan dewa lainnya merupakan bawahan dari satu pencipta yang mahakuasa dan mencakup segala hal, yakni Nasib atau dikenal juga dengan nama Ananke.

Lalu, apa yang membedakan politeisme dengan monoteisme?

Politeisme berbeda dari monoteisme karena ajaran politeis meyakini bahwa satu Tuhan yang paling berkuasa akan dunia tidak memiliki bias atau kepentingan sehingga Tuhan dalam politeisme tidak peduli akan keinginan dan kekhawatiran duniawi manusia, seperti kemenangan, kesehatan, kekayaan, dan lain sebagainya. Keyakinan politeisme condong kepada pemahaman bahwa penganutnya mendekati satu Tuhan yang paling berkuasa untuk meninggalkan segala urusan duniawi dan menerima yang buruk bersama dengan yang baik dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam politeisme terdapat pemahaman mengenai plurality of Gods. Tidak dapat dipungkiri, sebagian manusia pada dasarnya tidak dapat terlepas akan urusan duniawi sehingga ketika mereka ingin meminta pertolongan atau membuat perjanjian dengan Tuhan akan urusan duniawi, mereka akan mendekati Tuhan-Tuhan yang memiliki kekuatan parsial, kepentingan, dan bias yang sejalan dengan urusan duniawi tersebut. Sebagai contoh, dalam agama Hindu terdapat dewi bernama dewi Laksmi. Dewi Laksmi dikenal sebagai dewi yang melambangkan kekayaan dan keberuntungan. Oleh karena itu, ketika umat agama Hindu ingin meminta kekayaan dan keberuntungan dalam hidupnya, maka mereka akan datang kepada dewi Laksmi karena diyakini dapat mengusir kemalangan dan ketidakberuntungan.

Polytheism as open-minded beliefs

Secara garis besar, politeisme merupakan keyakinan dengan ajaran yang open-minded. Politeisme meyakini bahwa di satu sisi terdapat satu Tuhan yang paling berkuasa dan bebas dari kepentingan atau bias apapun, sedangkan di sisi lain terdapat pula Tuhan-Tuhan dengan kekuatan parsial yang memiliki kepentingan atau bias masing-masing. Keyakinan tersebut membuat pengikut satu Tuhan yang paling berkuasa dalam politeisme tidak kesulitan sama sekali dalam menerima keberadaan Tuhan-Tuhan lainnya.
ADVERTISEMENT

Awal mula kelahiran monoteisme

Seiring berjalannya waktu pengikut politeisme mulai meyakini bahwa satu Tuhan yang mereka anggap paling berkuasa merupakan satu-satunya Tuhan di alam semesta sehingga membuat mereka terseret jauh dari pemahaman fundamental politeisme. Tidak hanya itu, mereka juga meyakini bahwa Tuhan sejatinya memiliki kepentingan dan bias yang dapat membantu mereka dalam meminta pertolongan atau membuat perjanjian akan urusan duniawi. Pemahaman yang diyakini tersebut tentu sangat berbanding terbalik dengan pemahaman politeisme yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pemahaman pengikut politeisme yang lama-kelamaan bergeser jauh dari hakikat politeisme menjadi awal dari lahirnya monoteisme. Dalam perkembangannya, politeisme secara terus-menerus melahirkan agama-agama monoteis meskipun pada awalnya penganut agama monoteis masih tetap menjadi kelompok marjinal.
ADVERTISEMENT

The big breakthrough of monotheism

Terobosan terbesar dari perkembangan monoteisme yang masif dan pesat terjadi karena agama Kristen. Keyakinan agama kristen berawal dari sekte esoterik Yahudi yang pada saat itu berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi bahwa Yesus dari Nazareth merupakan mesias (wakil Tuhan) yang telah lama dinantikan. Akan tetapi, salah satu pemimpin dari sekte ini, Paul of Tarsus, berpendirian bahwa keyakinan atas Yesus sebagai kekuasaan tertinggi akan alam semesta merupakan suatu keyakinan yang harus didengar oleh semua manusia bukan hanya orang-orang Yahudi. Berangkat dari sini, orang-orang Kristen mulai mengorganisir aktivitas misioner (penyebaran agama) ditujukan kepada semua manusia yang pada akhirnya menjadi sebuah fenomena paling mengejutkan dalam sejarah karena berhasil mengambil alih kekaisaran Romawi yang terkenal sebagai kekaisaran terbesar dan terkuat pada masa tersebut.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, kesuksesan agama Kristen dalam menyebarkan agamanya menjadi sebuah model bagi agama monoteis lain, yaitu Islam yang awal mula muncul di semenanjung Arab pada abad ke-7. Sama halnya seperti agama Kristen, Islam juga bermula dari sekte kecil yang perkembangannya secara historis cukup mengejutkan karena berhasil menaklukan kekaisaran besar dan menyebarkan agama tersebut secara masif dan pesat dari Samudra Atlantik hingga India.
Photo by Chattrapal (Shitij) Singh from Pexels: https://www.pexels.com/photo/photo-of-crowd-of-people-gathering-near-jama-masjid-delhi-2989625/

Lalu, bagaimana monoteisme dapat berkembang secara masif dan pesat ke seluruh dunia?

Penganut agama monoteis cenderung jauh lebih fanatik dan misioner dibanding penganut agama politeis. Hal ini terbukti karena kebanyakan penganut agama monoteis meyakini bahwa mereka merupakan kaum yang memiliki pesan dari satu dan satu-satunya Tuhan, keyakinan ini sayangnya mendorong sebagian dari mereka mendiskreditkan atau merendahkan agama lain, baik agama politeis maupun agama monoteis lainnya. Selama 2 milenium terakhir, penganut agama monoteis secara aktif memperkuat kekuasaan mereka dengan menyingkirkan semua pesaing atau dalam konteks ini keyakinan lain melalui kekerasan.
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-5, Romawi yang merupakan negara Kristen terbesar melakukan aktivitas misionaris secara aktif untuk menyebarkan agama Kristen ke Eropa, Asia, dan Afrika. Pada akhir milenium pertama sebagian besar orang di Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara merupakan penganut agama monoteis. Pada awal abad ke-16, monoteisme telah mendominasi sebagian besar Afro-Asia (kecuali Asia Timur) dan mulai menyebar menuju Afrika Selatan, Amerika, dan Oceania. Kini sebagian besar orang di luar Asia Timur merupakan penganut agama monoteis, bahkan kebanyakan tatanan politik global saat ini juga dibangun berdasarkan fondasi-fondasi monoteistik.

Referensi

Harari, Y. N. (2014). Sapiens: A Brief History of Humankind. Random House Harper.