It’s OK to be Angry: Bahaya di Balik Menekan dan Memendam Emosi Marah

Falisha Isma' 'Amalina
Mahasiswa Departemen Psikologi Universitas Brawijaya Angkatan 2022
Konten dari Pengguna
5 Desember 2022 19:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Falisha Isma' 'Amalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Liza Summer: https://www.pexels.com/photo/emotional-black-woman-yelling-and-touching-head-6382714/
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Liza Summer: https://www.pexels.com/photo/emotional-black-woman-yelling-and-touching-head-6382714/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita semua tahu bawah marah merupakan salah satu emosi yang tidak bisa dihindari. Sebagai manusia, kita pasti akan dihadapkan oleh berbagai masalah dalam hidup. Bagaimana cara kita menyikapi dan menanggapi masalah tersebut pasti akan berbeda antara satu sama lain, 'kan? Tak jarang, salah satu respons kita dalam menyikapi dan menanggapi masalah tersebut adalah dengan emosi marah.
ADVERTISEMENT
Respons ini normal untuk muncul karena marah merupakan salah satu emosi dasar yang dialami oleh manusia. Pada tahun 1970-an, Psikolog Paul Ekman mengidentifikasi ada enam emosi dasar manusia yang meliputi bahagia, sedih, takut, jijik, terkejut, dan juga marah. Meskipun marah termasuk emosi dasar manusia yang mana normal untuk dirasakan, tetapi banyak anggapan bahwa emosi marah adalah suatu hal negatif sehingga lebih baik ditekan daripada diekspresikan.
Coba kalian perhatikan, ketika mengekspresikan marah terkadang ada orang di sekitar kita yang tidak nyaman sehingga bisa memantik konflik atau kontroversi. Marah dianggap sebagai emosi negatif karena kerap kali berujung pada dampak destruktif saat mengekspresikan emosi ini. Namun, bukan berarti emosi marah tidak baik untuk dirasakan dan diekspresikan. Menekan dan memendam emosi marah justru memiliki dampak yang tidak kalah buruk daripada mengekspresikan emosi, lho!
ADVERTISEMENT

Apa yang terjadi ketika kita menekan dan memendam emosi marah?

Emosi marah merupakan suatu keadaan emosional yang memengaruhi perasaan dengan variasi intensitas, dari perasaan jengkel sampai kemarahan yang intens (Spielberger dkk., 1983). Ketika kalian sedang merasakan kecewa, kesal, frustrasi, atau bahkan sakit hati, emosi marah muncul sebagai respons alamiah manusia. Emosi marah yang muncul biasanya diiringi dengan berbagai ekspresi perilaku. Karena itu, marah merupakan emosi yang wajar dan perlu untuk diekspresikan.
Menekan dan memendam emosi tidak sepenuhnya membuat emosi yang sedang dirasakan menghilang. Akibatnya, emosi yang ditekan dan dipendam akan mengancam kesehatan psikis atau mental kalian. Emosi yang ditekan dan dipendam ini kemungkinan besar dapat memicu gangguan kecemasan, stres, dan depresi. Kondisi mental tersebut sering kali diiringi juga oleh gejala-gejala fisik seperti, ketegangan dan nyeri otot, perubahan nafsu makan, masalah pencernaan, serta masalah tidur.
ADVERTISEMENT
Dalam jangka panjang, menekan dan memendam emosi terlebih lagi marah juga dapat memperburuk kesehatan fisik. Berdasarkan beberapa hasil studi, menekan dan memendam emosi secara terus-menerus bisa memengaruhi kinerja imunitas tubuh. Nah, ketika imunitas tubuh kalian menurun dan tidak dapat bekerja dengan optimal maka kalian akan lebih mudah terjangkit penyakit dan mengalami proses pemulihan yang lebih lama. Selain itu, menekan dan memendam marah yang intens juga dapat meningkatkan resiko terjadinya tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskuler.
Gambar oleh Liza Summer: https://www.pexels.com/photo/mad-black-woman-shouting-at-sad-female-6382699/

Expressing vs suppressing anger, manakah yang lebih baik?

Jika ditanya manakah yang lebih baik antara mengekspresikan dengan menekan marah, tentu mengekspresikan marah adalah cara yang lebih baik ketika merasakan emosi marah ini. Namun, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara mengekspresikan marah tersebut secara sehat. Ekspresi emosi marah yang bersifat destruktif, seperti agresi dan kekerasan merupakan cara mengekspresikan yang tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Marah yang diekspresikan secara tidak sehat tentu akan berimbas pada diri sendiri dan orang lain. Untuk menghindari hal tersebut, maka emosi marah ini perlu dikelola dengan baik terlebih dahulu agar dapat diekspresikan secara sehat. Berikut adalah beberapa cara yang bisa kita lakukan agar dapat mengelola emosi marah dengan baik:

Kesimpulan

Memendam marah memang terlihat sebagai solusi serta cara terbaik untuk menghindari konflik dan kontroversi. Namun, lama-kelamaan cara tersebut bisa menjadi boomerang bagi diri kita sendiri. Menekan dan memendam marah dalam jangka panjang, hanya akan membawa dampak buruk bagi kesehatan mental maupun fisik. Lagi pula, tidak ada salahnya untuk mengekspresikan marah selama ekspresi tersebut tidak merugikan serta menyakiti diri sendiri dan orang lain. Memang ketika mengekspresikan marah, respons orang di sekitar kita cenderung tidak suka dan tidak nyaman. Akan tetapi, mau sampai kapan lagi kita mengorbankan kesehatan emosional diri demi kenyamanan orang lain? Merasakan dan mengekspresikan marah merupakan hal yang manusiawi karena perlu diingat, it’s OK to be angry—it's what makes us human.
ADVERTISEMENT

Referensi

Al Baqi, S. (2015). Ekspresi emosi marah. Buletin Psikologi, 23(1), 22-30.
American Psychological Association. (2022). Control anger before it controls you. Retrieved November 29, 2022, from https://www.apa.org/topics/anger/control
Patel, J., Patel, P. (2019). Consequences of Repression of Emotion: Physical Health, Mental Health and General Well Being. International Journal of Psychotherapy Practice and Research, 1(3). 16-21.
Pennebaker, J. W. (1997). Opening up: The healing power of expressing emotions. Guilford Press, 2.
Raypole, C. (2020). Let It Out: Dealing With Repressed Emotions. Healthline. Retrieved 29 November, 2022, from https://www.healthline.com/health/repressed-emotions
Spielberger, C.D., Jacobs, G., Russell, S. and Crane, R.S. (1983). Assessment of Anger: The State-Trait Anger Scale. Advances in Personality Assessment, 2, 159-187.
ADVERTISEMENT