Jantung Mala mencelus saat suster bilang praktik dokter ditutup lebih cepat akibat keperluan mendadak. Padahal Mala sudah antre berjam-jam. Hidungnya tersumbat di balik masker. Tubuhnya terasa remuk, seperti habis dilindas tronton. Dia harus sembuh secepatnya supaya bisa liburan dengan Adit, supaya pacarnya itu melihat seberapa banyak yang Mala sudah lakukan untuknya; salah satunya adalah mengorganisir liburan glamping ini sendirian.
Mala bisa saja pindah ke klinik lain, tapi dia sudah tak punya tenaga untuk mengantre. Dia membeli obat flu generik di farmasi lalu memesan taksi untuk pulang ke apartemennya di Kuningan. Sambil menunggu taksi datang, Mala perhatikan orang-orang di sekelilingnya dengan rasa iri yang kian dalam. Ada ibu hamil yang digandeng suaminya. Ada bapak tua yang dipapah anaknya. Dalam hati, Mala merintih. Dia ingin dikeloni seperti bayi hingga suhu tubuhnya turun dan napasnya kembali lega. Namun di umur 24, Mala pikir tidak pantas lagi dia bermanja-manja.
Udara serba salah. Teriknya langit Jakarta beradu dengan embusan pendingin mobil yang bikin menggigil. Pikiran Mala kembali melayang ke Adit. Tadi pagi dia bertanya apakah setelah pulang kantor Adit akan menengoknya. Namun, Adit belum balas apa-apa. Mala membuka lini masa Twitter Adit. Dia berusaha mendeduksi kira-kira sedang sibuk apa pacarnya sekarang, sambil menahan rasa takut dia akan menemukan interaksi antara Adit dan perempuan itu.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814