Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus

FANDIA RAMDHANI SISWOYO
Sedang menempuh pendidikan S1 Teknik Telekomunikasi IT Telkom purwokerto.
Konten dari Pengguna
17 Desember 2022 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FANDIA RAMDHANI SISWOYO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan seksual (sumber: https://www.pexels.com/id-id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan seksual (sumber: https://www.pexels.com/id-id)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja, termasuk di lingkungan kampus. Menurut Komnas Perempuan, dalam jenjang pendidikan, perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam hal terjadinya kasus kekerasan seksual terbanyak antara tahun 2015-2021.
ADVERTISEMENT
Sungguh memprihatinkan, di mana tempat yang seharusnya untuk menimba ilmu malah menjadi sarang kekerasan seksual. Ditambah lagi dengan adanya survei pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyatakan sebanyak 77% dosen mengakui bahwa di kampusnya telah terjadi kekerasan seksual dan sebanyak 63% kasus pelecehan seksual di kampus tidak pernah dilaporkan.
Banyak alasan kenapa kasus pelecehan seksual di kampus tidak dilaporkan. Pelaku memiliki relasi dengan penguasa kampus dapat menjadi salah satu alasannya, sehingga bisa jadi korban diancam drop out atau kampus sengaja menutupi kasus kekerasan seksual demi menjaga nama baik kampus.
Sikap seperti ini dapat menciderai pendidikan. Secara tidak langsung kampus tidak memberikan perlindungan bagi para korban pelecehan seksual dengan membiarkan pelaku tetap bebas hingga memungkinkan menekan korban agar tidak melapor ke pihak berwajib.
ADVERTISEMENT
Ketika kampus tidak bertindak, banyak mahasiswa yang peduli terhadap kasus pelecehan di kampus. Sekarang mulai banyak kampus-kampus yang membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dengan memperhatikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Hal ini menjadi kabar baik dan harapan agar dapat memberikan keadilan bagi korban dan tidak lagi membela pelaku kekerasan seksual.
Tentunya Satgas PPKS ini harus mengerti cara penanganan kasus pelecehan seksual dengan baik dan benar. Seperti yang terjadi pada kasus pelecehan seksual di Universitas Gunadarma, pelaku ditelanjangi, dicekoki air kencing dan diikat di pohon oleh beberapa mahasiswa yang ingin membalas kelakuan pelaku. Namun yang dilakukan para mahasiswa ini salah, mereka membalas pelecehan seksual dengan cara melecehkan kembali pelaku. Hal ini dapat menjadi boomerang bagi mereka, karena pelaku dapat melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib atas tuduhan pelecehan dan perundungan. Sangat disayangkan.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa yang tidak berkepentingan seharusnya tidak melangkahi tindakan satgas PPKS yang ada di kampus. Karena satgas menangani kasus pelecehan seksual sudah pasti mengikuti prosedur yang ada dalam regulasi dari Kemendikbudristek nomor 30.
Dengan adanya regulasi dari Kemendibudristek dan pembentukan Satgas PPKS diharapkan dapat meminimalisir kasus pelecehan seksual di lingkup akademik seperti kampus. Kesadaran mahasiswa dan dosen serta pejabat kampus akan pentingnya penanganan kasus pelecehan seksual ini juga sangat diperlukan.

Jangan anggap remeh kasus pelecehan seksual.

(Fandia Ramdhani Siswoyo, mahasiswa S1 Teknik Telekomunikasi IT Telkom Purwokerto).