Konten dari Pengguna

Makna Simbolis Kehadiran Macron di Borobudur

Fani Azki Rizqiyani
Mahasiswa Politik Internasional, Program Magister Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim Semarang
3 Juni 2025 14:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Makna Simbolis Kehadiran Macron di Borobudur
Borobudur telah menjadi panggung. Sekarang saatnya Indonesia memastikan bahwa ia bukan hanya menjadi latar, tetapi juga aktor utama dalam pertunjukan global ini.
Fani Azki Rizqiyani
Tulisan dari Fani Azki Rizqiyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Prabowo Subianto (kanan) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) berjabat tangan usai konferensi pers dalam kunjungan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Prabowo Subianto (kanan) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) berjabat tangan usai konferensi pers dalam kunjungan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron berdiri di pelataran Candi Borobudur dalam kunjungannya ke Indonesia tahun 2025, dunia menyaksikan lebih dari sekadar seorang kepala negara Eropa mengagumi warisan budaya Asia. Potret itu memuat lapisan makna simbolik yang mencerminkan strategi diplomasi budaya Prancis, serta pergeseran orientasi geopolitik negara tersebut menuju Asia, khususnya Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Soft Power dan Simbolisme Diplomasi Budaya Prancis
Prancis merupakan salah satu negara yang paling konsisten dan sadar akan kekuatan simbolik budaya dalam diplomasi internasional. Sejak era kolonial hingga masa kontemporer, Paris telah memanfaatkan seni, bahasa, dan warisan budaya sebagai instrumen untuk memperluas pengaruhnya. Institusi seperti Alliance Francaise, Institut Francais, hingga pendanaan besar untuk pelestarian situs budaya di negara berkembang, semuanya menunjukkan bahwa diplomasi budaya adalah komponen strategis dari soft power Prancis.
Dalam konteks Asia Tenggara, di mana rivalitas pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat begitu kuat, Prancis tidak bisa bersaing secara kuantitatif dalam hal investasi infrastruktur atau kehadiran militer. Oleh karena itu, pendekatan kultural dan simbolik menjadi instrumen alternatif yang lebih elegan dan dapat diterima. Borobudur, sebagai situs warisan dunia UNESCO dan simbol perdamaian serta spiritualitas global, menjadi lokasi yang sangat tepat bagi Macron untuk menampilkan wajah humanis dan kosmopolitan Prancis.
ADVERTISEMENT
Mengapa Borobudur? Bukan Sekadar Destinasi Wisata
Presiden Prancis Emmanuel Macron saat mencoba menggapai patung Budha dalam Stupa di atas Candi Borobudur. Sumber: Cahyo (Biro Pers Sekretariat Presiden)
Borobudur bukan hanya situs wisata, tapi simbol penting dalam lanskap identitas Indonesia. Candi Buddha terbesar di dunia ini adalah monumen sejarah kebesaran Nusantara, toleransi antaragama, dan kearifan lokal yang menyatu dengan alam. Kehadiran Macron di sana menyampaikan pesan simbolik bahwa Prancis mengakui dan menghormati peradaban non-Barat, serta ingin menjadi mitra yang sejajar dalam hubungan global.
Kehadiran Macron bukan tanpa pesan. Ia ingin membedakan pendekatan Prancis dengan kekuatan global lain yang kerap dianggap bersifat dominatif atau transaksional. Di tengah skeptisisme negara-negara Global South terhadap hegemoni Barat, Macron mencoba membangun narasi alternatif: bahwa Prancis adalah kekuatan global yang peduli terhadap pluralitas budaya, sejarah lokal, dan perdamaian dunia. Ini bukan hanya tentang Indonesia, tapi tentang membangun legitimasi moral dan estetika di antara negara-negara berkembang yang semakin menentukan arah masa depan dunia.
ADVERTISEMENT
Kunjungan yang Dirancang sebagai Pertunjukan Global
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Emmanuel Macron saat berada di kawasan Candi Borobudur. Sumber: instagram/@prabowo
Bagi seorang presiden yang dikenal ahli dalam komunikasi politik dan teater simbolik, kunjungan Macron ke Borobudur bukanlah kebetulan. Dari tata busana yang santai namun elegan, hingga cara pandangnya yang dalam ke relief-relief kuno, semuanya dirancang untuk menciptakan narasi visual tentang keterbukaan, ketertarikan budaya, dan pencarian spiritualitas dunia.
Foto-foto dan video kunjungan Macron disebarluaskan luas oleh media Prancis dan internasional. Ini menjadi alat kampanye lunak untuk menunjukkan bahwa Prancis masih relevan sebagai kekuatan global yang memahami dan menghormati dunia luar Eropa. Di sisi lain, pesan ini juga ditujukan untuk publik domestik Prancis, yang kian terfragmentasi oleh politik identitas, migrasi, dan keresahan terhadap dunia yang berubah cepat. Dengan hadir di situs seperti Borobudur, Macron menawarkan narasi persatuan global dan harmoni antarbudaya merupakan sesuatu yang sulit dicapai di dalam negeri Eropa yang tengah menghadapi gelombang populisme dan xenofobia.
ADVERTISEMENT
Indonesia: Mitra Strategis atau Latar Panggung?
Pertanyaan kritis yang perlu diajukan adalah: apakah Indonesia benar-benar dianggap mitra strategis dalam kunjungan ini, atau hanya berperan sebagai latar simbolik untuk pertunjukan diplomasi budaya Prancis? Di permukaan, Indonesia jelas mendapat keuntungan: pengakuan global, promosi pariwisata budaya, serta kemungkinan kerja sama konservasi dan pendidikan budaya. Namun manfaat jangka panjangnya masih belum tampak nyata.
Indonesia harus cermat dalam membedakan antara apresiasi kultural yang tulus dan eksploitasi simbolik untuk kepentingan diplomasi luar negeri negara lain. Tanpa kesadaran ini, kunjungan-kunjungan seperti ini dapat menimbulkan ilusi kemitraan, padahal dalam praktiknya tidak menghasilkan kerja sama substantif yang sepadan. Apalagi jika dibandingkan dengan investasi besar-besaran dari kekuatan lain seperti Tiongkok atau Jepang yang memberikan dampak ekonomi langsung.
ADVERTISEMENT
Borobudur sebagai Simbol Keberagaman dan Politik Identitas Global
Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden Emmanuel Macron dan istri Brigite Macron berfoto dengan latar belakang Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Sumber: Kumparan.com
Dalam konteks yang lebih luas, kehadiran Macron di Borobudur juga bisa dibaca sebagai sikap politis terhadap pergeseran wacana global yang tengah diguncang oleh isu eksklusivisme budaya dan konflik agama. Sebagai monumen Buddha di negara Muslim terbesar di dunia, Borobudur menjadi simbol penting toleransi dan pluralisme. Dengan berdiri di sana, Macron mengirimkan pesan kepada dunia: bahwa dialog antar peradaban lebih penting daripada benturan antar ideologi.
Ini sejalan dengan proyek politik Macron di dalam negeri, yang mencoba mengatasi konflik antara komunitas Muslim Prancis dengan nilai-nilai republik laïque. Secara simbolik, Borobudur menjadi cermin harapan bahwa spiritualitas, sejarah, dan kebudayaan bisa menjadi jembatan, bukan sekat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Kunjungan Macron ke Borobudur adalah ekspresi kuat dari diplomasi budaya yang dirancang untuk memperkuat legitimasi global Prancis di tengah tatanan dunia yang semakin multipolar. Di saat kekuatan lain sibuk memperebutkan pengaruh lewat militer, teknologi, dan ekonomi, Prancis mencoba mengukuhkan dirinya melalui narasi budaya dan simbolisme warisan dunia.
Namun, keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada sejauh mana narasi tersebut diikuti oleh tindakan konkret. Tanpa kerja sama yang berkelanjutan dalam pelestarian budaya, pendidikan, atau pembangunan kapasitas lokal, kunjungan Macron hanya akan menjadi memori visual tanpa nilai strategis yang nyata. Di sisi lain, Indonesia harus cermat memanfaatkan setiap peluang diplomatik, tidak hanya sebagai objek simbolik, tapi sebagai subjek aktif dalam percaturan soft power global.
ADVERTISEMENT
Borobudur telah menjadi panggung. Sekarang saatnya Indonesia memastikan bahwa ia bukan hanya menjadi latar, tetapi juga aktor utama dalam pertunjukan global ini.