Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kalibrasi: Ambisi dalam Tari di Pusparagam Budaya Indonesia 2025
29 April 2025 12:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fania Syarla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Semarang — Malam Pusparagam Budaya Indonesia 2025 #1 yang berlangsung di Taman Budaya Raden Saleh Semarang, Sabtu (26/4), menjadi ajang unjuk beragam ekspresi seni tari dari berbagai komunitas. Acara ini diselenggarakan oleh Sanggar Seni Perwira Budaya Semarang bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang. Salah satu pertunjukan yang menarik perhatian adalah karya tari kontemporer bertajuk Kalibrasi dari Prodi Pendidikan Seni Tari mewakili Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
ADVERTISEMENT
Kalibrasi sendiri merupakan nama dari karya tari kontemporer yang dibawakan, sekaligus nama kelompok mereka. Dibentuk untuk tugas ujian koreografi tahun lalu, Kalibrasi beranggotakan Hafiz, Tania, Adel, Riska, Mita, serta dua anggota lain, Erlhi dan Rima, yang kali ini berhalangan tampil. Pembentukan kelompok dilakukan atas arahan dosen untuk mengembangkan karya berbasis tari kontemporer.
Karya Kalibrasi sendiri bercerita tentang ambisi seorang penari — dari awal yang belum mampu menari, hingga perjuangan untuk menjadi seorang penari profesional. Hafiz menceritakan bahwa setiap gerakan dalam tarian ini menyampaikan perjuangan batin, kegembiraan, kekecewaan, dan keraguan yang dihadapi selama proses tersebut. "Kalibrasi itu perubahan. Kita pengen cerita tentang rasa sakit, sedih, senengnya jadi seorang penari, karena tiap orang tuh prosesnya beda-beda," ujar Hafiz saat diwawancarai usai tampil.
ADVERTISEMENT
Pertunjukan Kalibrasi diawali dengan suasana yang hening, tanpa musik maupun pencahayaan. Kelima penari bergerak sambil membawa lentera kecil yang mereka hidup-matikan dalam irama tertentu. Fokus penonton benar-benar diarahkan ke gerakan tubuh mereka. Setelah lentera dilepas, lampu dan musik mulai dinyalakan, mengiringi perubahan gerakan yang lebih energik dan emosional, mengikuti ketukan musik yang semakin cepat. Menuju bagian akhir, suasana kembali sunyi. Penari memainkan lentera sambil bermonolog bersama tentang mimpi mereka menjadi penari hebat, rasa iri terhadap sesama, hingga kegelisahan pribadi yang mendalam. Momen ini menjadi salah satu bagian yang paling menyentuh di sepanjang pertunjukan.
Proses penciptaan Kalibrasi hanya memakan waktu sekitar satu hingga satu setengah bulan. Meski waktu terbatas, Hafiz mengungkapkan kelompok mereka jarang mengalami kendala besar. Komunikasi terbuka dan diskusi menjadi kunci menjaga kekompakan mereka. Untuk persiapan tampil di Pusparagam Budaya ini, mereka pun hanya berlatih intensif selama dua hari. Semangat dan chemistry yang sudah terbangun sejak lama menjadi kunci mereka tetap solid di atas panggung.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan pentasnya, Kalibrasi sudah tampil di tiga tempat: ujian koreografi di kampus UNNES, acara “Tidak Sekedar Tari” di ISI Surakarta, dan kini sebagai bintang tamu di Pusparagam Budaya Indonesia. Setiap pementasan membawa suasana yang berbeda. Bahkan dalam pementasan pertama, banyak penonton yang menitikkan air mata, termasuk para penarinya sendiri. Rasa sakit yang digambarkan dalam tarian itu seolah keluar begitu saja dari tubuh mereka. Hafiz mengaku semua respon penonton membekas. "Semua respon keren-keren, semuanya membekas. Ga bisa dijelasin satu-satu," katanya. Bagi mereka, setiap tempat memberikan pengalaman berbeda, dan semua apresiasi dari penonton menjadi bahan bakar untuk terus berkembang.
Kalibrasi juga menunjukkan kepiawaian mereka dalam menyesuaikan kostum dengan karakter acara. Di pentas pertama, kostum disesuaikan dengan arahan dosen. Untuk penampilan di Solo, mereka menyesuaikan gaya berpakaian kontemporer lokal, melepas kain tambahan agar lebih sesuai dengan kultur tari kontemporer Solo yang lebih minimalis. Sedangkan di Pusparagam Budaya, kostum kembali dimodifikasi dengan menambahkan potongan kain baru tanpa menghilangkan ciri khas kostum aslinya.
ADVERTISEMENT
Ke depan, Kalibrasi berencana terus mengembangkan karya dan memperluas panggung penampilannya. Mereka sudah membidik salah satu acara di Magelang pada bulan September mendatang dan berharap bisa terus membawa karya ini ke panggung-panggung lainnya. Informasi mengenai aktivitas mereka dapat diikuti melalui akun Instagram @kalibrasi_22.
Di akhir wawancara, Hafiz menyampaikan harapan besar lewat Kalibrasi untuk membuka lebih banyak mata tentang eksistensi tari kontemporer di Semarang, yang menurut mereka masih kurang dikenal. "Ini loh, tari kontemporer itu ada. Ini loh ambisi-ambisi kita," ujar Hafiz, menutup cerita mereka malam itu.
Melalui karya Kalibrasi, para penari muda ini membuktikan bahwa di balik setiap gerakan, ada cerita panjang tentang usaha, rasa sakit, dan ambisi yang tidak pernah padam.
ADVERTISEMENT