Konten dari Pengguna

Ketangguhan Jepang Menghadapi Bencana Topan dan Pelajaran Mitigasi untuk Dunia

Fania Tiara Berliana Marsyanda
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga
11 Oktober 2024 15:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fania Tiara Berliana Marsyanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Topan Shanshan yang melanda Jepang pada Agustus 2024 silam. (Foto: Kyodo/via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Topan Shanshan yang melanda Jepang pada Agustus 2024 silam. (Foto: Kyodo/via REUTERS)
ADVERTISEMENT
Jepang dikenal sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana alam, termasuk gempa bumi, tsunami, dan topan. Menurut Savitri et al., (2021), Jepang memiliki risiko tinggi terhadap berbagai bencana karena lokasinya yang berada di Ring of Fire serta sabuk topan di Samudra Pasifik. Negara ini telah mengalami banyak bencana topan besar, salah satunya adalah Topan Isewan pada tahun 1959, yang menjadi titik balik penting dalam sejarah mitigasi bencana di Jepang. Dampak dari topan ini sangat besar, sehingga memaksa pemerintah Jepang untuk merancang kebijakan penanggulangan bencana yang lebih serius.
ADVERTISEMENT
Topan Isewan menewaskan lebih dari 5.000 orang dan menyebabkan kerusakan besar pada rumah dan infrastruktur di wilayah yang terdampak, termasuk kota Nagoya. Selain kerugian manusia, bencana ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jepang, yang terlihat dari penurunan Gross Domestic Product (GDP) negara tersebut setelah terjadinya bencana (Resta, 2020). Kondisi ini memaksa pemerintah Jepang untuk mengevaluasi pendekatan mereka terhadap penanggulangan bencana alam, khususnya terkait topan.
Kebijakan Penanggulangan Bencana di Jepang
Setelah Topan Isewan, Jepang mulai merancang kebijakan yang lebih sistematis dalam menghadapi bencana. Pada tahun 1961, pemerintah Jepang mengesahkan Undang-Undang Penanggulangan Bencana (Disaster Countermeasures Basic Act), yang menjadi dasar dari upaya mitigasi bencana di negara tersebut. Undang-undang ini memberikan kerangka dasar untuk tindakan pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan setelah bencana.
ADVERTISEMENT
Jepang juga berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan infrastruktur yang lebih tahan terhadap bencana. Sistem drainase yang canggih dibangun untuk mengurangi risiko banjir selama musim topan. Di wilayah Osaka, misalnya, jalan-jalan dan bangunan publik dirancang agar air hujan dapat mengalir dengan cepat ke sungai atau laut untuk mencegah genangan yang berpotensi menyebabkan banjir besar. Selain itu, pembangunan shelter atau tempat perlindungan darurat diperbanyak untuk memastikan masyarakat memiliki tempat yang aman saat evakuasi diperlukan (Savitri et al., 2021).
Nayak dan Takemi (2020), menyatakan bahwa pemerintah Jepang juga terus mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan serta infrastruktur mereka setiap kali terjadi bencana besar. Contohnya, setelah Gempa Kobe pada tahun 1995, Jepang semakin fokus dalam memperbaiki tata kota dan bangunan agar lebih tahan gempa, serta meningkatkan sistem evakuasi dan pengelolaan bencana.
ADVERTISEMENT
Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat dalam Mitigasi Bencana
Selain pengembangan infrastruktur, Jepang menekankan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana. Widiandari (2021) mencatat bahwa penanaman kesadaran bencana merupakan bagian penting dari strategi mitigasi di Jepang. Setiap tahun, masyarakat Jepang memperingati Bousai no Hi atau Hari Pencegahan Bencana pada tanggal 1 September. Pada hari tersebut, berbagai kegiatan dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana, termasuk simulasi evakuasi dan pelatihan menghadapi bencana.
Masyarakat Jepang aktif terlibat dalam latihan kesiapsiagaan bencana yang diadakan oleh berbagai institusi, mulai dari sekolah hingga perusahaan. Fire and Disaster Management Agency (FDMA), yang berada di bawah Ministry of Internal Affairs and Communications, memainkan peran penting dalam memobilisasi masyarakat dan memastikan kesiapan mereka dalam menghadapi bencana. FDMA memberikan pelatihan kepada petugas pemadam kebakaran dan relawan, serta bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam merumuskan strategi penanggulangan bencana.
ADVERTISEMENT
Di sekolah, siswa diajarkan mengenai pentingnya keselamatan selama bencana alam sejak dini. Mereka dilatih untuk mengetahui tindakan yang tepat saat terjadi gempa bumi atau kebakaran, dan diajari cara menggunakan alat pemadam kebakaran. Kesadaran bencana ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi telah tertanam dalam budaya masyarakat Jepang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran dari Pengalaman Jepang dalam Menghadapi Topan
Jepang telah berhasil mengurangi dampak bencana topan berkat kebijakan mitigasi yang komprehensif dan sistematis, serta keterlibatan aktif masyarakat. Meskipun topan tetap menjadi ancaman serius, jumlah korban jiwa dan kerusakan yang ditimbulkan telah berhasil ditekan melalui langkah-langkah persiapan yang matang. Setelah Topan Isewan, langkah-langkah mitigasi terus diperbarui dan diperkuat, termasuk setelah Gempa Kobe pada tahun 1995.
ADVERTISEMENT
Pengalaman Jepang ini menawarkan pelajaran penting bagi negara lain, termasuk Indonesia, yang juga rentan terhadap bencana alam. Sebagai negara yang sering dilanda gempa bumi, tsunami, dan angin topan, Indonesia dapat belajar dari strategi Jepang dalam hal mitigasi bencana. Indonesia dapat memperkuat kebijakan mitigasi, membangun infrastruktur yang lebih tangguh, dan melibatkan masyarakat dalam program pendidikan dan pelatihan terkait bencana.
Kesimpulan
Jepang telah membuktikan bahwa dengan persiapan yang matang, kebijakan yang sistematis, dan keterlibatan masyarakat, dampak bencana alam seperti topan dapat diminimalkan. Setelah mengalami bencana besar seperti Topan Isewan dan Gempa Kobe, Jepang telah menunjukkan komitmen untuk terus memperbaiki infrastruktur, memperbarui kebijakan, dan meningkatkan edukasi bencana kepada masyarakat. Peringatan Bousai no Hi dan keterlibatan lembaga seperti FDMA menunjukkan bahwa kesiapsiagaan bencana di Jepang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi risiko bencana topan yang berulang, Jepang telah membangun sistem mitigasi bencana yang kuat dan sistematis, melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat. Kebijakan mitigasi bencana Jepang telah berkembang pesat selama beberapa dekade dan saat ini dianggap sebagai model yang dapat diterapkan di negara lain, termasuk Indonesia yang juga rentan terhadap bencana serupa. Dengan persiapan yang matang dan kolaborasi lintas sektor, Jepang telah menunjukkan bahwa dampak dari bencana alam, termasuk topan, dapat diminimalkan secara signifikan.